Chapter 16
Harry bangun pagi-pagi keesokan harinya. Dia membalikkan badan di tempat tidur, mencoba untuk tidur kembali, tapi tak ada gunanya. Dia sudah bangun; jam internalnya dari bangun pagi-pagi di keluarga Dursley tampaknya telah mengatur sendiri hingga kembali seperti sedia kala. Duduk, dia menatap ke arah Draco. Sebagian kegelapan menyelubungi dirinya, punggungnya menghadap Harry. Harry bangkit, berusaha tidak menimbulkan suara, dan menyelinap keluar pintu.
Dia memasuki dapur, berhenti di dekat jendela. Matahari baru saja mulai merayap naik, sinarnya sedikit menekan tanah. Harry mengamati selama beberapa menit, merasa tenang. Jauh lebih tenang daripada tadi malam. Dia terkejut karena dia bisa tidur nyenyak; seandainya dia mengalami mimpi buruk, dia tidak dapat mengingatnya.
Gema samar dari perasaan panik tadi malam mulai merayapi dirinya lagi. Harry perlu melakukan sesuatu. Dia membuka salah satu lemari Snape dan melihat teh. Dia mulai membuat teh, tugas yang amat mudah, yang telah dia lakukan ratusan kali, menenangkan dirinya kembali. Sebelum dia menyadarinya, dia membuka lemari es dan bahan-bahan tersebar di hadapannya, sarapan lengkap mulai dibuat.
Bekerja seperti ini membuat Harry bebas untuk mulai memikirkan kembali tadi malam. Entah bagaimana, rasanya seperti dia bisa memikirkannya tanpa benar-benar harus memikirkannya. Dia hanya panik saat mendengar Remus terluka. Rasanya seperti pikirannya telah mati. Seperti ketika dia mengira Voldemort sedang menahan Sirius, atau ketika dia mengetahui bahwa Nagini menyerang Mr. Weasley. Semua pemikiran rasional melayang keluar dari benaknya, digantikan oleh ketakutan buta bahwa seseorang yang dia sayangi terluka karena dia. Itu adalah perasaan yang dia harap tidak begitu familier dengannya.
Harry menunduk dan terkejut; dia tidak menyadari betapa banyak makanan yang dia buat. Dia rasa sebaiknya dia berhenti. Dia menyendok semua makanan yang telah dia buat ke piring dan meletakkannya di atas meja, menyajikannya sedikit untuk dirinya sendiri sebelum duduk. Harus dia akui, makanannya cukup enak.
Harry sedang makan, tenggelam dalam pikirannya, ketika Snape masuk. Harry hampir menjatuhkan garpunya.
"Kupikir aku mendengar seseorang bergerak," ujar Snape, matanya terfokus pada Harry.
"Er, yeah," kata Harry. "Saya tidak bermaksud membangunkan Anda."
"Tidak masalah," kata Snape. Kemudian, setelah jeda, "Apa kau membuat kopi?"
"Er, yeah, ada di sana," kata Harry, tidak nyaman.
Snape meluangkan waktu untuk menuangkan secangkir kopi untuk dirinya sendiri sebelum dia duduk di meja. Harry hanya bisa menatapnya. Dia tidak bisa membayangkan situasi yang lebih aneh daripada minum secangkir kopi dengan Severus Snape.
"Aku akan mengunjungi kastil hari ini," kata Snape akhirnya.
"Boleh saya ikut?" tanya Harry segera.
Snape menggeleng. "Aku tidak berpikir itu bijaksana, mengingat keadaan saat ini... Dumbledore masih tidak tahu kau bersamaku sekarang."
"Oh," ucap Harry, kecewa. Dia memutar garpu di sekeliling piringnya dengan lesu.
Snape memperhatikannya melakukan itu selama beberapa menit, mencoba menilai anak itu. Akhirnya, dia berkata, "Mungkin kau bisa mengunjungi mereka akhir minggu ini. Setelah aku mengetahui bagaimana situasinya."
Harry mendongak, secercah harapan terlihat di matanya. "Terima kasih, sir," ucapnya. "Dan... terima kasih telah membantu Remus."
Snape terkejut dengan ucapan terima kasih anak itu, tapi dia tidak menunjukkannya. "Sudah tugasku, Potter."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reverberations | ✔
FanfictionMusim panas setelah bencana di Kementerian, Draco Malfoy dikirim untuk tinggal bersama Harry Potter. Dia menulis surat kepada Severus Snape, memberitahunya bagaimana keadaannya- dan apa yang sebenarnya terjadi di rumah Harry Potter. Harry Potter ©JK...