Chapter 7
Begitu Draco undur diri, Paman Vernon mengitari Harry sekali lagi. Dia melemparkan surat itu dari tangannya; surat itu mendarat di atas meja, tinta hijau terlihat pada wujudnya yang kusut. Harry mengutuk dirinya sendiri dalam hati ketika dia meliriknya. Dia seharusnya memeriksa apa yang Malfoy tulis dalam surat-surat itu. Tentu saja Slytherin itu menginginkan tempat tidurnya sendiri, mengingat dari mana asalnya. Harry yakin Draco terbiasa dengan tempat tidur empat tiangnya sendiri, dan hidup dalam kemewahan dan kenyamanan. Dia tidak akan mendapatkan itu di sini, batin Harry gelap.
Harry tersentak dari pikirannya saat Paman Vernon meraih kerah bajunya sekali lagi dan mengguncangnya, menyebabkan kacamatanya sedikit tergelincir di hidungnya. Sedekat ini dengan pamannya, Harry bisa melihat setiap detail di wajah ungu Paman Vernon. Pria itu meneriakinya lagi, dan butiran ludah mengenai wajah Harry.
"Selalu ada sesuatu yang salah denganmu, kan?" tanyanya, menjelaskan kata-katanya dengan guncangan keras. Harry membiarkan perkataan itu membasuh dirinya. Ya, selalu ada sesuatu yang salah dengannya... pikirannya terlintas kembali pada Sirius di luar kehendaknya, membuatnya terkejut. Jika bukan karena dia, ayah baptisnya pasti masih hidup...
Harry tidak benar-benar mendengarkan omelan marah Paman Vernon. Perkataan itu tidak lebih dari dengungan samar baginya. Dia tahu bahwa jika dia mendengarkan, dia mungkin akan membalas, mungkin akan berjuang, mungkin akan membuat segalanya menjadi jauh lebih buruk untuk dirinya sendiri. Tapi dia tidak mendengarkan. Dia memikirkan Draco yang dengan santai menyebut Snape, ayah baptisnya sendiri, hari ini. Di satu sisi, dia dalam masalah karena Snape, tetapi pemikiran itu tidak membuatnya marah; Draco memiliki ayah baptis yang menjaganya, yang juga pasti Harry miliki jika dia tidak bertindak sangat bodoh...
Guncangan yang sangat keras menyadarkan Harry kembali ke saat itu. "Apa kau bahkan mendengarkanku?" geram Paman Vernon.
"Ya, Paman Vernon," kata Harry spontan. Mendengar itu, pamannya mendorongnya dengan kasar; Harry menabrak dinding dengan keras, kontak itu membuatnya pusing sejenak. Sebelum Harry tahu apa yang terjadi, Paman Vernon menampar wajahnya dengan keras; sekali, dua kali. Dia merasakan darah di mulutnya.
"Pergi dari hadapanku," ludahnya, berbalik ke arah Bibi Petunia, yang telah menyaksikan seluruh adegan tanpa suara dengan tangan bersedekap. "Kau sebaiknya jangan membuat masalah, atau segalanya akan jauh lebih buruk dari itu," ancam pria itu. "Dan tidak ada makanan."
Harry mengangguk bisu, merasa terputus dari seluruh keadaan. Dia hanya samar-samar merasakan rasa sakit di pipinya, denyutan lamban itu menimbulkan bayangan rasa sakit yang akan dia rasakan nanti. Mengabaikan tatapan tajam dari kerabatnya, dia meninggalkan cahaya dapur yang terang dan berjalan ke lantai atas. Dia tidak menyadari bahwa Dudley mengintipnya dari kusen pintu, ekspresi khawatir terukir di wajahnya.
Draco segera bangkit begitu Harry memasuki kamar.
"Potter," katanya, menatap Harry dari atas ke bawah dengan cepat. Draco menyadari beberapa hal sekaligus; bekas kemerahan di wajah Harry, darah di mulutnya, bekas di lengannya, guncangan total yang terlihat terhadap dirinya, cara matanya memandang yang tampak sangat jauh. Draco tidak tahu harus berkata apa.
Harry menatap Draco, tidak mengatakan apa pun selama beberapa menit. Dia tidak punya energi untuk berurusan dengan ini sekarang. Yang dia butuhkan ialah tidur, untuk menghalangi segala sesuatu dari benaknya selama dia bisa.
"Aku akan tidur," ujar Harry, menyuarakan pikirannya. Dia tidak memperhatikan cara Draco memandangnya.
"Gunakan tempat tidurnya," kata Draco lemah. Hanya itu yang bisa dia pikirkan untuk ditawarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reverberations | ✔
FanfictionMusim panas setelah bencana di Kementerian, Draco Malfoy dikirim untuk tinggal bersama Harry Potter. Dia menulis surat kepada Severus Snape, memberitahunya bagaimana keadaannya- dan apa yang sebenarnya terjadi di rumah Harry Potter. Harry Potter ©JK...