Bruk
Jennie menjatuhkan tubuh nya dilantai ruang ICU, dia melepaskan selang yang tadi di genggam nya, wanita itu kembali menangis pilu, sementara Jongin mulai kejang dengan nafas tersengal karena kekurangan udara, sebelum perawat datang, Jennie sudah lebih dulu meninggalkan ruangan.
Yaa, awalnya Jennie memang berniat ingin membalas dendam pada Jongin dengan membunuh laki-laki yang sudah tak berdaya itu, tapi di ujung maut Jongin, Jennie tiba-tiba mengurungkan niat nya, akal sehat nya menyadarkan agar tak berbuat bodoh lagi, cukup sudah dia kehilangan semua nya sekarang, dia tak ingin mengotori tangan nya dengan membunuh pria brengsek itu.
Jennie bagaikan tubuh tak berjiwa, kosong, dia seperti robot, melamun, melamun dan melamun, manager unnie sampai bingung harus bagaimana menghadapi Jennie yang seperti mayat hidup.
Dan Jenno, bocah itu kembali ceria begitu pindah ke rumah sang daddy, dia tak lagi menghabiskan waktu dengan mengurung diri di kamar seperti yang biasa dia lakukan saat masih di rumah sang mommy dulu.
Pagi ini mereka duduk di meja makan, hendak berangkat sekolah bersama sang daddy dan Seulgi, Rose selesai menyiapkan sarapan untuk mereka berempat, saat Jenno sedang menikmati roti panggang dan selai coklat nya, Rose tiba-tiba keluar dari kamar sambil membawa sisir, dia menghampiri Rio dan menyisir rambut pria itu dari belakang, Jenno melirik sang ayah yang tetap santai meminum susu nya, sementara Seulgi juga terlihat acuh.
Rose membantu Jenno memakai tas ransel nya sebelum berangkat, dia lalu menyusul sang ayah keluar dari rumah.
"Gumawo aunty, bye" teriak Jenno berlari menuju ke mobil yang hendak mengantar nya.
"See you boy" balas Rose melambaikan tangan nya, dia kemudian mengunci pintu rumah dan mulai bersantai di depan tv, menonton drama sambil menikmati susu coklat hangat.
Krrriinnggg. . .
Ponsel Rose berdering, wanita itu melirik layar ponsel nya.
Jennie unnie is calling
Rose mengerutkan keningnya, heran dengam Jennie yang tiba-tiba menghubungi nya, karena penasaran dengan tujuan Jennie, Rose pun mengangkat nya.
"Hallo"
"Rosie, a-aku ingin bertemu dengan mu, apa kamu ada waktu?" Tanya Jennie sungkan, perlakuan nya pada Rose dulu, sekarang membuat dia jadi malu sendiri.
"Kapan Jenn?"
"Hari ini, jika kamu ada waktu"
"Baiklah, di restauran shushi" Rose yang memilih tempat dan menentukan jam nya.
"Baiklah, sampai jumpa Rosie"
Rose menatap ponsel nya bingung, dan curiga mendengar suara Jennie yang tak seperti biasanya, begitu lirih dan lemah, tak seperti Jennie yang biasa tegas, dan dingin.
Rose pun mematikan tv nya, berjalan ke kamar untuk membersihkan diri dan bersiap menemui Jennie di jam makan siang nanti.
Dengan mengendarai mobil milik Seulgi, Rose melajukan kendaraan nya menuju ke restauran tempat dia dan Jennie janjian untuk bertemu, dan begitu sampai, Rose langsung diantar oleh pelayan ke tempat Jennie berada, wanita itu duduk ditemani sang manager, dengan mengenakan kacamata hitam untuk menutupi mata sembab nya, wajah Jennie terlihat lelah dan kuyu, Rose tahu itu, tapi dia tak tahu apa yang nenimpa sahabat nya itu, oh apa mereka masih bisa di sebut sahabat? Mengingat hubungan mereka akhir-akhir ini merenggang dan seperti ada jarak.
"Jenn" sapa Rose datar.
Jennie mendongak "oh Rosie, duduk lah" sahut nya, manager unnie pun keluar dari ruangan yang sudah disewa Jennie itu, dia tak berani ikut terlibat terlalu jauh, Rose menarik kursi dihadapan nya dan duduk menghadap Jennie.
"Ada apa tiba-tiba kamu ingin bertemu dengan ku?" Tanya Rose to the point, Jennie menyodorkan ponsel milik Jenno ke hadapan Rose, gadis itu tak mengerti.
"Video itulah yang menjadi pemicu kemarahan Jongin" beritahu Jennie, Rose menatap Jennie menyelidik.
"Putar lah" pinta Jennie, dengan ragu, Rose pun menekan layar mainkan.
Rose terbelalak mendengar Jongin menyebut nama Irene, spontan Rose menutup mulut nya dengan telapak tangan kanan, dia shock, ternyata Irene ikut berperan dalam menghancurkan rumah tangga sang sahabat.
"Irene" bengong Rose tak percaya.
"Irene" lagi, Rose masih belum bisa percaya
"Kamu mengenal Irene?" Selidik Jennie, karena dia sendiri begitu asing dengan sosok yang batu pertama kali dia temui itu.
"Ya, aku sangat mengenal siapa Irene" jawab Rose
"Siapa?" Tanya Jennie
"Irene adalah mantan tunangan Seulgi, mereka batal menikah karena Seulgi memergoki tunangan nya itu tidur dengan pria lain" kini Jennie yang dibuat terkejut, mendengar penjelasan Rose, Jennie menggigit jari nya gelisah, bibir nya bergetar, dia ingat jika dulu Rio pernah menjelaskan bahwa Irene membisikan salam untuk Seulgi, bukan mencium nya, Jennie jadi mengerti sekarang.
"Dan kamu tahu siapa lelaki itu?" Tanya Rose, Jennie menggeleng lemah menatap sayu pada Rose.
"Jongin"
Duar
Jennie tak percaya mendengar ucapan Rose, tapi dia juga yakin, jika gadis di depan nya itu tak mungkin berbohong.
"Itulah yang membuat Rio tak mempercayai Jongin dan membenci nya, karena pria brengsek itu juga telah menghancurkan sahabat nya" lanjut Rose, Jennie merasakan sesak di dada nya, dia menekan dada kiri nya, untuk mengurangi nyeri yang menyerang jantung nya, air mata pun sulit untuk di bendung nya.
Jennie menyesal, jennie merasa bodoh, selama ini tak pernah mau mendengar penjelasan Rio, tak memberi kesempatan pada mantan suami nya itu untuk memperbaiki kesalahan nya, dan lebih mempercayai Jongin, air mata tak akan mampu mengembalikan semua nya, yang sudah terlanjur terjadi, kehilangan suami karena keegoisan sendiri, disusul kehilangan putra semata wayang yang kini mungkin sangat membenci sang mommy karena kebodohan nya, dan sekarang, fakta yang dia ketahui semakin membuat dia hancur dan terpuruk.
"Aku dulu sudah memperingatkan mu Jenn, Jongin hanyalah batu sungai yang tak ada harga nya, tapi kamu mengabaikan omongan ku, usia tak membuat mu berpikir lebih dewasa dari pada putra mu sendiri" sindir Rose.
"Jenno lebih tahu kemana dia harus berlindung, sementara kamu. . . " Rose tak tega untuk melanjutkan kata-kata nya, karena keadaan Jennie yang sekarang, Rose menghela nafas.
#TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Story
Fanfictionkisah cinta dan rumah tangga Jenlisa yang diselipi orang ketiga, rasa cinta yang berlebihan, mampu kah menjadikan nya sebagai pegangan untuk mempertahankan biduk rumah tangga yang sudah mereka bina lebih dari satu dekade.