Mungkin seri YMMP kali ini bakal terkesan kayak sinetron banget 😂😂😂😂
Semoga readers masih betah buat baca.
Untuk Janda Terlarang dan Tergila-gila author stop dulu. Author saat ini cuma bisa fokus pada 1 story. Maaf ya readers 👏👏👏👏
Hamil itu perlu banyak istirahat, baik tubuh maupun otak 😂😂😂😂 jadi up nya satu-satu aja dulu ya 😘😘😘
***
"Papa tidak perduli dengan itu semua," ujar Sabar tidak tertarik dengan seberapa kayanya Wahyu. Sabar masih menatap Wahyu dengan tajam. "Kamu mencintai Putri saya?"
Senja tidak menduga sang papa langsung menanyakan pertanyaan seperti itu pada Wahyu. Padahal tadi Senja hanya berniat mengenalkan Wahyu sebagai pacar untuk mengalahkan Raina.
"Pa-"
Sabar memotong ucapan Senja. "Jika kamu serius pada Putri saya, maka kamu harus menikahinya bulan depan."
"Apa?!" Teriak Senja kaget dengan pernyataan sang ayah.
"Bersamaan dengan pernikahan Raina dan Gilang," lanjut Sabar membuat kini tidak hanya Senja yang kaget, tapi Raina kini jua kaget.
"Pa. Aku belum memutuskan kapan aku dan Gilang akan menikah," tolak Raina.
Sabar menatap Raina tajam. "Saat kamu merebut Gilang dari Senja, saat itu juga kamu sudah siap untuk menikah."
"Tapi Pa, aku ini seorang model, ak-"
"Pembicaraan kita berakhir sampai disini. Papa sudah mengambil keputusan kalau kalian berdua akan menikah bulan depan. Kamu dengan Gilang," ujar Sabar sambil menatap Raina dan Gilang, kemudian mengalihkan tatapannya pada Senja dan Wahyu yang masih berdiri. "Dan kamu dengan...,"
"Wahyu," ujar Wahyu memperjelas namanya yang mungkin dilupakan oleh Sabar.
"Ya itu." Setelah mengatakan hal itu Sabar beranjak berdiri, meninggalkan ruangan itu penuh dengan ketegangan.
Sabrina menghela nafas berat. "Hari sudah malam, sebaiknya kalian pulang saja," ujar Sabrina mengacu pada Gilang dan Wahyu. Setelah itu Sabrina juga beranjak berdiri, kemudian menyusul sang suami pergi.
Senja menatap Wahyu dengan tatapan merasa bersalah. "Sorry," bisik Senja.
Wahyu terkekeh. "Tidak masalah. Aku harus pulang seperti keinginan orangtua kamu."
Senja mengangguk, melepaskan gandengannya. Senja dan Wahyu beranjak menuju pintu rumah. Keduanya keluar rumah. Senja mengantar Wahyu sampai di samping mobil Wahyu.
"Aku akan berusaha untuk merubah keputusan papa. Aku tidak ingin melibatkan kamu terlalu jauh," ujar Senja merasa bersalah, tidak menyangka pertemuan malam ini akan semakin rumit.
Wahyu tersenyum. "Aku tidak masalah, Senja. Jika itu dengan kamu, aku tidak keberatan untuk menikah."
Senja menggeleng pelan. "Kita tidak bisa menikah hanya karena ingin membalas kebaikan."
Wahyu mengangguk, membenarkan pernyataan Senja. "Tapi sungguh, Sen. Alasan apapun itu aku tidak keberatan harus menikah dengan kamu."
Senja menatap heran. "Kenapa?"
"Karena kamu tidak hanya baik, tapi juga spesial," ujar Wahyu cukup membingungkan Senja.
"Kamu banyak berubah ya, Yu. Dulu kamu itu orangnya dingin dan cuek. Sekarang kamu lebih murah senyum dan ramah," komentar Senja membuat Wahyu terkekeh.
"Setiap orang pasti berubah, Sen. Justru aneh jika seseorang tidak berubah setelah lama hidup di dunia," ujar Wahyu.
"Benar juga."
"Aku pulang dulu," pamit Wahyu sambil mengecup pipi Senja, membuat Senja kaget seketika.
Wahyu tertawa melihat wajah kaget Senja. Wahyu kemudian masuk mobil. Tidak lama kemudian mobil Wahyu melaju pergi. Setelah Wahyu pergi barulah Senja meraba pipinya. Masih tidak percaya jika Wahyu baru saja mengecup pipinya.
"Ternyata kamu berubah jadi lebih murahan ya setelah kita berpisah."
Kalimat itu sontak mengembalikan fokus Senja pada kehidupannya. Senja membalikan tubuhnya. Gilang sudah berdiri dihadapannya dengan tatapan seolah sedang marah. Senja menatap tidak suka pada Gilang. "Sebelum menilai orang lain, lebih baik becermin dulu."
Setelah mengatakan itu Senja beranjak untuk kembali masuk kedalam rumah, tidak ingin terlalu lama berinteraksi dengan Gilang. Tapi pergerakan Senja terhenti saat Gilang memegang tangannya. Senja berusaha melepaskan genggaman Gilang.
"Aku tidak menyangka kamu semudah itu mendapatkan pria lain. Padahal kita belum lama berpisah," ujar Gilang membuat Senja ingin menampar Gilang saat itu juga.
"Aku bilang bercermin dulu sebelum menilai orang lain. Diantara kita siapa yang lebih dulu menemukan pasangan? Aku atau kamu?" Senja menghela nafas sejenak. "Sebelum aku membuat aset berharga mu itu hancur berantakan, lepaskan tanganku sekarang."
Dengan berat hati Gilang melepaskan tangan Senja. Senja buru-buru masuk ke dalam rumah dan menutup pintu.
Senja masuk ke dalam kamarnya dengan kesal. Kekesalan Senja berubah jadi rasa kaget ketika melihat Raina sudah berada di kamarnya.
"Kamu menang Senja. Aku mengaku kalah," ujar Raina membuat Senja makin kaget.
"Semudah ini?" Tanya Senja tidak percaya.
Raina menunduk sejenak sebelum menatap Senja lagi. Tiba-tiba Raina duduk berlutut dihadapan Senja, membuat Senja makin kaget. "Rai, apa yang kamu lakukan?"
"Aku sadar aku sudah terlalu banyak berbuat salah pada kamu, Sen. Padahal kita ini saudara, tapi aku selalu jahat pada kamu. Maafkan aku Senja," ujar Raina dengan linangan air mata.
Meskipun kesal tapi Senja juga merasa iba melihat Raina saat itu. Senja menunduk, membantu Raina untuk kembali berdiri. "Bangun, Rai. Jangan seperti ini."
Raina menggeleng, masih enggan untuk berdiri. "Aku akan terus seperti ini sebelum kamu memaafkan ku."
Senja mengangguk, tidak ingin melihat saudaranya sampai berlutut seperti itu hanya untuk memohon maaf padanya. "Aku sudah memaafkan kamu, Rai. Sekarang aku mohon kamu berdiri."
Senja membantu Raina untuk berdiri tegak. Raina sontak memeluk Senja dengan erat. "Terima kasih, Sen. Aku berjanji setelah ini aku akan menjadi saudara yang lebih baik lagi."
Senja membalas pelukan Raina. Setidaknya saat ini dirinya harus berdamai dengan Raina. Senja tidak ingin makhluk bernama pria merusak persaudaraannya dengan Raina.
Raina melepaskan pelukannya. "Dan tentang Gilang-"
"Aku sudah mengikhlaskan Gilang untuk kamu, Rai. Aku sadar cinta tidak bisa dipaksakan. Sebesar apapun aku mencintai Gilang, tapi Gilang tidak mencintaiku sebesar itu. Dia mencintai kamu, Rai. Cinta dia seperti dia mencintai kamu," ujar Senja penuh harap.
Raina kembali memeluk Senja. "Terima kasih, Sen. Aku juga berdoa semoga hubunganmu dan Wahyu berjalan lancar."
Raina melepaskan pelukan, tersenyum bahagia. Senja ikut tersenyum. Seketika keduanya tertawa geli saat menyadari betapa konyolnya mereka saat ini. Bertengkar karena seorang pria.
"Senja, bisakah kamu membantuku," tanya Raina tiba-tiba.
"Bantuan? Bantuan seperti apa?" Tanya Senja penasaran.
"Kamu ingat pria yang Tempo hari menolakmu di acara reuni?" Tanya Raina memastikan.
"Akbar."
Raina mengangguk. "Aku sadar mungkin dulu aku pernah melakukan sesuatu yang buruk pada Akbar. Jadi aku ingin meminta maaf pada Akbar. Mau kah kamu menemaniku untuk bertemu dan meminta maaf pada Akbar?" Tanya Raina penuh harap.
Senja mengangguk sambil tersenyum senang. "Tentu."
Raina tersenyum lega. "Terima kasih, Sen. Kamu memang saudaraku yang sempurna."
Tbc
😂😂😂😂 Part ini agak akur ya 😂😂😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja di Batas Kota (You Make Me Pregnant 8)
Romance2 garis merah 2 garis merah di tespack Gadis itu menatap tegang pada 2 garis merah yang terlihat di tespack Panik, gelisah, takut, sedih, semua rasa yang menakutkan bercampur baur dihari gadis itu. Semua rasa itu seharusnya tidak perlu ia rasakan ji...