Ini satu-satunya judul yang nggak tau apa hubungan sama story 🤣🤣🤣🤣🤣
Ini part bonus, kalau kurang harap maklum 🤣🤣🤣
***
Tahun 2010
Senja dan Akbar keluar bersama dari ruangan kepala sekolah. Keduanya sama-sama memegang map yang berisi ijazah kelulusan mereka.
Baik Akbar maupun Senja tidak pernah berencana atau berjanji untuk mengambil ijazah bersama. Pertemuan mereka di ruangan kepala sekolah adalah sebuah kebetulan.
Keduanya berjalan bersama menuju gerbang sekolah yang mungkin lama tidak akan mereka kunjungi lagi."Setelah ini kamu akan melanjutkan kemana?" Tanya Senja di keheningan suasana sekolah yang sepi.
"Aku belum tau. Kamu sendiri?"
Senja tersenyum geli. "Aku juga belum tau."Akbar ikut terkekeh.
"Ya ampun lucunya." Tiba-tiba Senja berlari menghampiri seekor anak kucing yang sedang mencari makan di tong sampah. Senja langsung menggendong kucing itu dan mengelusnya penuh kasih sayang. "Kamu lapar ya? Ya ampun kasiannya."
Entah kenapa sikap Senja yang begitu penyayang pada binatang itu membuat hati Akbar bergetar. Ada rasa kagum dan terpesona akan Senja saat itu. Akbar seolah tersadar akan satu hal. Kenapa saat ini ia baru menyadari kalau wanita sempurna itu ada di hadapannya.
Akbar tersenyum tidak percaya, tidak percaya akan kebodohannya yang selama ini mengejar seseorang yang ia anggap sempurna karena fisiknya yang sempurna, padahal jika Akbar sedikit saja mau membuka mata hatinya, ia akan sadar seperti apa kesempurnaan yang sebenarnya.
Akbar perlahan berjalan mendekati Senja. "Kamu terlihat cocok jika menjadi dokter hewan."
Senja menoleh ke arah Akbar. "Oh ya? Kenapa?" Tanya Senja penasaran.
"Karena kamu terlihat begitu peduli pada binatang malang itu," ujar Akbar sambil menatap kucing yang mungkin bewarna putih, tapi karena tidak terawat bulu kucing itu terlihat kotor.
"Hm..., Boleh juga kalau misalnya aku menjadi dokter hewan. Tapi untuk menjadi dokter kan aku harus pintar," ujar Senja merasa ragu akan kemampuan otaknya
"Sebagian orang mungkin mendapatkan kepintaran mereka karena bakat. Tapi sebagian lagi mendapatkannya karena mau giat belajar. Mungkin saja kamu bisa menjadi lebih pintar kalau mau belajar," ujar Akbar.
Senja mengangguk pelan. "Bisa jadi."
Hening sejenak. "Terima kasih ya atas sarannya," ujar Senja seolah merasa menemukan pencerahan untuk masa depannya.
Akbar mengangguk. "Ngomong-ngomong jika kamu menikah nanti kamu ingin calon suami seperti apa?" Tanya Akbar tiba-tiba mengalihkan topik pembicaraan.
"Kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu?" Tanya Senja heran.
"Hanya ingin tau," jawab Akbar seadanya.
Senja berpikir sejenak. "Mungkin aku akan menikah dengan pria yang sudah memiliki pekerjaan tetap yang bisa menjamin kehidupanku tiap bulannya," ujar Senja sambil tersenyum geli atas pemikirannya sendiri.
"Tidak harus kaya?" Tanya Akbar memastikan.
"Tidak harus kaya sih. Tapi kalau ada pria kaya yang mau denganku sih aku tidak akan menolak," ujar Senja membuat Akbar tertawa.
Senja menoleh ke arah langit yang menghitam. "Sepertinya akan turun hujan. Aku harus segera pulang."
Akbar mengangguk. "Aku juga ingin pulang."
Senja tersenyum. "Kalau begitu sampai berjumpa lagi ya, Bar." Akbar mengangguk.
Akbar dan Senja berjalan bersama menuju gerbang sekolah. Keluarnya dari gerbang keduanya melangkah ke arah yang berlawanan.
Akbar menghentikan langkahnya sejenak kemudian menoleh ke arah Senja yang sudah melangkah jauh. "Jika kita memang ditakdirkan untuk berjodoh, kita pasti akan bertemu lagi. Jika kesempatan itu datang, aku harap aku masih bisa mendapatkan posisi dihatimu."
***
Tahun 2020
Akbar dan Senja duduk bersebelahan di atas ranjang. Kamar hotel itu menjadi saksi betapa canggungnya pasangan yang baru resmi menikah itu.
Meskipun mereka pernah melakukannya sebelum ini, tapi tetap saja berbeda. Saat itu semuanya dikendalikan obat, dan sekarang mereka dalam keadaan sadar sesadar-sadarnya."Kita akan terus seperti ini ya?" Tanya Senja memecah keheningan, mencoba mencairkan kecanggungan yang terjadi di antara keduanya.
Akbar terkekeh dan menoleh ke arah Senja. "Kamu sudah siap?"
Jika bertanya soal kesiapan mungkin Senja merasa bingung harus menjawab apa. Secara nafsu dirinya sudah siap, tapi secara harga diri, Senja masih merasa malu."Sebelum kita menyatu lebih jauh, aku ingin mengatakan kalau aku mencintaimu, bisakah kamu balas mencintaiku?" Tanya Akbar yang berusaha mengalahkan semua rasa gugupnya malam itu.
Senja tersipu malu. "Tentu saja aku bisa. Memangnya kenapa aku bisa. Kamu sudah resmi menjadi suamiku, jadi bagaimana mungkin aku tidak bisa mencintaimu."
Akbar terkekeh, meraih jemari Senja dengan perlahan. "Cintai aku tanpa rasa terpaksa."
Senja mengangguk. Akbar perlahan mendekatkan tubuh dan wajahnya ke arah Senja. Senja refleks memejamkan mata dengan rasa gugup yang luar biasa saat Akbar mencium bibirnya.
Malam ini secara sadar dan sepenuh hati Senja menyerahkan diri sepenuhnya pada sang suami.
***
Raina menatap hampa pada rumah mewah yang kini ia tempati. Rumah itu dilengkapi semua fasilitas mewah dan canggih, tapi entah kenapa Raina merasa hatinya begitu kosong. Kosong seperti tinggal digurun pasir yang tak bertepi.
Wahyu memang menjadi suami yang baik didepan semua orang, sehingga membuat mereka terlihat seperti pasangan yang sempurna, tapi di rumah ini Raina selalu sendirian. Wahyu sibuk akan dunianya sendiri.
Raina menghela nafas berat. Inilah kesempurnaan yang selalu ia dambakan. Tapi kesempurnaan tanpa rasa cinta apa masih bisa disebut sempurna.Kini Raina sadar jika Senja jauh lebih sempurna dari pada dirinya.
"Maafkan aku, Senja," guman Raina dalam penyesalan.Tamat 🤭🤭🤭🤭🤭🤭
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja di Batas Kota (You Make Me Pregnant 8)
Romance2 garis merah 2 garis merah di tespack Gadis itu menatap tegang pada 2 garis merah yang terlihat di tespack Panik, gelisah, takut, sedih, semua rasa yang menakutkan bercampur baur dihari gadis itu. Semua rasa itu seharusnya tidak perlu ia rasakan ji...