No Words

7.8K 786 82
                                    

Lama gak up karena mood menurun 🤣🤣🤣🤣🤣

***

Raina memasuki kamar pengantin yang sudah dihias seindah mungkin. Raina tersenyum senang melihat kamar pengantin itu.

Wahyu berdiri di samping lemari, membuka baju dan membelakangi Raina. Raina duduk santai diatas ranjang sambil mengamati Wahyu. Kini tubuh bagian atas Wahyu terekspos sempurna didepan Raina. Sayangnya ada satu hal yang mengganggu Raina. Sebuah tato berbentuk huruf S yang cukup besar dipunggung Wahyu.

"S...," Guman Raina pelan, sambil memikirkan makna dari huruf S yang menjadi tato Wahyu. "Senja?"

"Tato S dipunggung kamu itu maksudnya Senja?" Tanya Raina kembali merasa jengkel karena menyadari nama Senja seolah ada dimana-mana.

Wahyu menoleh tanpa membalikkan badannya. "Bukan."

"Kalau bukan Senja memangnya apa arti huruf S itu apa?" Tanya Raina masih meragukan jawaban Wahyu. Raina yakin, meskipun Wahyu bersedia menikahinya, tapi didalam hati Wahyu masih ada nama Senja.

Kini Wahyu membalikkan tubuh sepenuhnya ke arah Raina. "Salim."

"Salim?" Tanya Raina bingung. "Itu nama seseorang atau sebuah barang?"

"Tato S dipunggungku ini adalah inisial dari nama seseorang yang aku cintai, dan dia adalah Salim," jelas Wahyu sejujurnya.

Raina mengerutkan kening heran. "Orang yang kamu cintai Salim? Bukan Senja?"

"Senja sudah seperti saudara perempuan bagiku. Aku ingin melakukan yang terbaik untuknya. Bahkan aku rela menikahi kamu hanya demi Senja," ujar Wahyu membuat Raina mencibir.

"Salim... Wanita seperti apa yang menggunakan nama Salim, terdengar seperti nama untuk seorang pria," ujar Raina merasa lega karena Wahyu mencintai wanita lain, bukannya Senja

"Salim memang seorang pria," jawab Wahyu mantap.

Raina membulatkan matanya lebar. "Apa?" Raina nyaris berteriak karena kaget. "Maksud kamu apa?"

"Aku memang mencintai seorang pria, Rai," jawab Wahyu mengungkap kebenaran jati dirinya pada sang istri.

Raina menggeleng sambil tertawa. "Kamu pasti bercanda. Kamu bohong kan?"

Wahyu menghela nafas berat. "Ini alasan kenapa Senja meminta aku untuk menikahi kamu."

"Maksud kamu?" Raina berdiri karena terlalu kaget.

"Karena aku gay, dan Senja tau itu. Sementara kamu malah menganggap aku ini sempurna karena aku kaya, tampan dan pintar, tanpa tau yang sesungguhnya. Senja ingin menghancurkan pemikiran sempurna milikmu dengan kondisiku," jelas Wahyu.

Raina menggeleng, merasa begitu shok. "Tidak mungkin kamu gay. Kamu pasti normal. Kamu hanya berkata seperti itu karena permintaan Senja kan. Kamu tidak mungkin gay."

"Kita bisa mencoba sekarang jika kamu mau. Tapi aku tidak akan bereaksi apapun meskipun kamu bugil. Aku sudah pernah mencoba itu bersama beberapa teman perempuanku diluar negeri. Tapi hasilnya aku gagal," jelas Wahyu.

"Kamu bohong!" Teriak Raina masih tidak bisa terima

"Kamu punya seumur hidup untuk menyadari apakah aku berbohong atau tidak," ujar Wahyu.

Raina masih menggeleng. "Kamu bohong!"

Raina merasa begitu terguncang. Raina tidak ingin mempercayai semua perkataan Wahyu. Raina masih yakin kalau Wahyu itu sempurna tanpa cacat. Tapi mengingat Senja melepaskan Wahyu dengan begitu mudah membuat sebagian dari diri Raina percaya kalau Wahyu gay.

Karena merasa begitu tertekan Raina merasa dunia yang ia lihat seolah menggelap. Tubuhnya bagai kapas yang tidak memiliki tulang.

"Raina!" Jerit Wahyu kaget melihat Raina yang jatuh pingsan.

***

Senja menggigit irisan buah mangga dengan begitu lahap. "Enak."

Merasa penasaran Rustom ikut mencoba memakan mangga muda yang ada didalam piring. Tapi baru saja menggigit, Rustom sudah merasakan rasa asam yang begitu kuat, hingga Rustom harus memejamkan mata. "Asam!"

Senja terkekeh melihat tingkah Rustom, sementara Rustom kesal merasa tertipu oleh Senja. "Memang selera ibu hamil itu aneh ya, mangga asam begini dibilang enak."

"Mangga ini memang enak kok," komentar Senja.

Hari ini entah ada angin apa sehingga Rustom datang berkunjung. Mungkin karena itu juga hari tiba-tiba hujan.

Rustom menoleh ke luar jendela. Gilang tengah berdiri disamping mobilnya dengan keadaan basah kuyup dan memegang sebuket mawar merah.

"Sejak kapan pria sok romantis itu disana?" Tanya Rustom heran
.
"Dari tadi pagi." Senja terlihat tidak begitu perduli dengan kondisi Gilang yang kehujanan.

"Sudah berapa lama dia bertingkah seperti itu?" Tanya Rustom penasaran.

"Aku juga lupa sejak kapan dia menjadi gila seperti itu. Tapi setiap aku membuka toko dia sudah ada di sana. Sepertinya dia sudah tidak punya kesibukan atau pekerjaan lain," jelas Senja.

Rustom terkekeh. "Dia berharap bisa kembali bersama kamu dengan metode ala drama korea begitu?"

Senja mengangguk. "Dia pikir aku akan luluh hanya dengan perjuangan tangan kosong seperti itu. Harusnya dia membawa buket uang bukan buket bunga, aku mungkin bisa mempertimbangkan."

Rustom tertawa. "Ngomong-ngomong sekarang hanya tersisa Akbar. Kamu tidak mau cepat-cepat menikah dengan Akbar?"

"Sampai kapan kamu mau berbohong kalau kamu tidak hamil? Sampai perut kamu membesar?" Tanya Rustom jengkel.

Senja tersenyum tipis. Dirinya memang hamil, tapi tidak ingin menambah beban Wahyu dengan menikahinya.

"Aku hanya sedang mencari tau perasaan Akbar yang sesungguhnya padaku. Aku tidak ingin dia menikahiku hanya karena merasa bersalah. Aku ingin ada cinta juga dalam pernikahan kami jika kami menikah," jelas Senja kenapa berbohong tentang kehamilannya.

"Tapi masa sampai membuat Akbar babak belur begitu?" Tanya Rustom heran. Senja ikut heran.

"Akbar babak belur?"

Rustom mengangguk. "Aku mendapat info kalau dua hari yang lalu ayahmu menemui Akbar. Mengajak Akbar bicara berdua. Tapi Akbar pulang dapam keadaan babak belur."

"Papa menghajar Akbar dua hari yang lalu, tapi kamu baru memberi tau aku sekarang?" Tanya Senja nyaris berteriak karena kesal.

"Kita kan baru bertemu sekarang, jadi wajar jika aku baru bisa memberitau kamu sekarang," ujar Rustom terlihat santai tanpa merasa bersalah.

"Apa gunanya ponsel, Rustom," ujar Senja geram.

Rustom hanya bisa tersenyum.
"Sekarang antar aku ke tempat rumah Akbar," pinta Senja tiba-tiba merasa khawatir dengan keadaan Akbar.

"Sepertinya jam segini Akbar masih mengajar di kampus," jelas Rustom.

"Ya sudah kita ke kampus sekarang," ajak Senja cepat.

"Tapi kita kesana mau menggunakan apa, Sen. Aku hanya punya motor, tidak mungkin aku membawa kamu kesana dengan motor," ujar Rustok membuat Senja ikut bingung.

"Seandainya kita punya mobil," ujar Senja penuh harap.

Entah karena apa tiba-tiba saja Senja dan Rustom serempak menoleh ke arah luar tempat Gilang berada, tepatnya tempat mobil Gilang di parkir.

"Kita punya mobil," ujar Rustom membuat Senja tersenyum senang.

Senja bergegas mengambil payung. Senja dan Rustom keluar dari klinik menggunakan payung. Senja mengunci pintu kliniknya. Keduanya bergegas menghampiri Gilang.

Melihat Senja yang mendekat, Gilang merasa begitu bahagia. "Senja."

"Gilang, aku perlu bantuan kamu sekarang," ujar Senja penuh harap.

Gilang tersenyum lebar. "Apapun itu pasti akan aku lakukan."
Senja ikut tersenyum. "Bisa antarkan aku ke suatu tempat?"

Gilang mengangguk. "Tentu "

Tbc

Senja di Batas Kota (You Make Me Pregnant 8)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang