Sekutu

8.5K 874 192
                                    

Udah author duga bakalan banyak yang nggak setuju sama part sebelumnya, topeng pemikat 😂😂😂

Terutama yang udah pada baper sama Senja Wahyu 😂😂😂😂

Sorry ya readers jika mengecewakan. Tapi semoga readers tetap setia meskipun couplenya nggak sesuai harapan 😂😂😂😂

Tetap baca kelanjutannya. Karena apa, karena di ending mungkin ada sebuah pelajaran. 😂😂😂😂😂😂

***

Senja masih menangis terisak. Meskipun tangisan dirasa percuma karena ia sudah kehilangan hal yang paling berharga dalam hidupnya. Akbar sendiri merasa menjadi pria yang paling brengsek saat ini. Tapi lebih brengsek lagi jika ia mengeluarkan kata maaf dalam kondisi saat ini.

"Aku memang tidak tampan. Kulitku hitam, penampilanku juga tidak menarik. Aku juga bukan berasal dari keluarga kaya. Tapi, jika kamu tidak keberatan dengan semua itu, aku bersedia bertanggung jawab," ujar Akbar.

Senja menoleh ke arah Akbar dengan linangan air mata.

"Aku memang tidak sesempurna Wahyu. Tapi jika kamu tidak keberatan aku akan bertanggung jawab atas kejadian semalam," ujar Akbar meyakinkan.

Senja menggeleng. "Kamu tidak perlu melakukan itu."

Akbar tersenyum pahit. Salah mengartikan maksud perkataan Senja. "Ya. Aku tidak perlu melakukan itu. Karena aku memang bukan Wahyu. Baik Raina ataupun kamu. Kalian berdua pasti menginginkan pria seperti Wahyu untuk menjadi pasangan hidup kalian."

Senja menggeleng. "Aku bahkan sudah tidak pantas mengharapkan seseorang seperti Wahyu untuk menjadi suamiku. Kamu mau bertanggung jawab saja aku sudah bersyukur. Tapi permasalahannya bukan itu. Kamu sama sekali tidak bersalah dalam hal ini. Kita hanya dijebak. Kesalahan seperti ini tidak perlu menjadi bebanmu. Kita lupakan saja apa yang terjadi semalam."

"Bagaimana aku bisa lupa, Senja. Aku sudah menghancurkan masa depanmu!" Ujar Akbar tidak mengerti jalan pikiran Senja.

"Kamu tidak sengaja, Akbar. Kita melakukan semua itu karena dalam pengaruh obat," ujar Senja.

"Sengaja tidak sengaja, aku sudah menghancurkan kamu, Senja," ujar Akbar merasa frustasi sendiri.

Senja kembali menggeleng. "Bukan kamu yang menghancurkan ku, tapi Raina."

Hening sejenak. Akbar menghela nafas berat. "Ya, wanita itu memang sangat kejam. Aku heran kenapa dia melakukan hal seperti ini? Apa hanya karena aku yang mempermalukannya diacara reuni saat itu."

"Bukan," Senja menggeleng. "Bukan kamu yang ingin dia hancurkan, tapi aku."

Akbar menatap bingung kearah Senja. "Kenapa dia ingin menghancurkan kamu? Kalian bersaudara kan? Malah yang aku dengar kalian itu saudara kembar."

Senja tersenyum miris. "Menyedihkan bukan. Hanya karena aku bahagia dia merasa tidak suka. Baginya aku tidak berhak bahagia hanya karena aku tidak secantik dia. Padahal orang yang tidak sempurna sekalipun berhak untuk bahagia kan, termasuk aku."

Akbar ikut tersenyum, tersenyum miris. "Jadi ini alasan Raina menjebak kita berdua. Bagi dia kita adalah orang-orang yang tidak sempurna versi dia."

Senja mengangguk, menyeka air matanya yang mulai mengering. "Sepertinya aku harus pulang."

Akbar mengangguk. "Aku tidak bercanda saat bilang kalau aku akan bertanggung jawab."

Senja mengangguk. "Jika memang ada hal yang harus dipertanggung jawabkan, aku akan datang padamu."

Akbar tersenyum, keluar dari mobil. Senja menghela nafas berat, berharap beban dihatinya pergi bersama hembusan nafasnya. Senja berusaha kembali untuk bangkit. Senja bergeser ke kursi kemudi, menyiapkan mental untuk bertemu dengan orangtuanya serta Raina.

Setelah mobil Senja melaju. Akbar meraih ponsel miliknya, menelpon seseorang. "Aku perlu bantuanmu."

***

"Dari mana saja kamu, Senja. Dan semalam kamu berada dimana?" Pertanyaan dari Sabar menyambut kepulangan Senja yang baru saja memasuki rumah.

Senja tidak merasa kaget jika sang ayah sengaja menunggu Senja untuk bertanya hal seperti itu. Senja sudah memperkirakan hal itu sejak tadi.

"Aku lupa memberitahu papa kalau aku menginap dirumah Jini," ujar Senja berbohong. Nama Jini nama yang terlintas pertama kali dalam benak Senja.

Sabar menghela nafas. "Lain kali hubungi papa jika kamu menginap. Jangan membuat papa dan Mama khawatir seperti ini."

Senja mengangguk. "Iya, Pa."

Raina baru keluar kamar dengan penampilan seperti biasanya. Seksi. Raina menghampiri Sabar.

"Raina pergi dulu ya, Pa," pamit Raina ramah.

Sabar menatap penampilan Raina dengan tatapan tidak suka. "Jangan pulang malam."

"Oke," jawab Raina mantap.

"Dan pastikan Gilang dan Wahyu untuk datang menemui papa, besok," ujar Sabar mengingatkan.

Kali ini Raina tidak kelihatan protes. Malah senang. "Oke."

Raina menghampiri Senja, mendekatkan bibirnya ke telinga Senja. "Bagaimana rasanya menjadi wanita murahan?"

Raina kembali menjauhkan tubuhnya, menatap Senja dengan tatapan menghina. Senja menatap Raina penuh kebencian. Tapi Raina seolah tidak perduli. Raina melangkahkan kaki meninggalkan rumah sambil tersenyum penuh kemenangan.

"Senja ke kamar dulu, Pa," ujar Senja ingin menenangkan hati dan pikirannya.

***

Wahyu menghampiri Akbar yang sedang duduk didepan meja bar.

"Bantuan seperti apa yang kamu perlukan?" Tanya Wahyu tanpa basa basi.

Akbar menatap Wahyu dengan penuh selidik. "Siapa yang kamu sukai? Raina atau Senja?"

Wahyu terkekeh. "Kenapa menanyakan hal yang sudah pasti kamu ketahui?"

Akbar tersenyum. "Hanya memastikan."

"Jadi?" Tanya Wahyu penasaran apa yang Akbar ingin ia lakukan.

"Apapun yang terjadi, bisakah kamu untuk tetap selalu berada di pihak Senja?"

Pertanyaan Akbar membuat Wahyu tertegun. "Kamu..., menyukai Senja?"

Akbar tersenyum tipis. "Pastikan kamu selalu berada di pihaknya. Karena pria yang Senja butuhkan untuk melawan musuhnya adalah kamu, bukan aku."

"Jika itu yang ingin kamu katakan, tanpa perlu kamu minta, aku pasti akan selalu menjaga Senja," ujar Wahyu mantap.

"Kamu terdengar seperti seorang pria yang sangat mencintai Senja," ujar Akbar.

"Dan untuk Raina, bisakah kamu menggunakan kekuasaan ayahmu untuk memutuskan semua kontrak kerja sama semua perusahaan yang menggunakan Raina sebagai model?"

"Wow, sepertinya kamu masih menyimpan dendam lama pada Raina," komentar Wahyu.

"Bukan hanya dendam lama, tapi dendam baru juga," ujar Akbar.

"Itu pekerjaan gampang," ujar Wahyu.

Akbar tersenyum. "Senang bekerja sama dengan kamu."

Wahyu tertawa. "Setidaknya kerja sama kita saling menguntungkan."

"Aku ingin jujur," ujar Akbar berubah begitu serius. "Mungkin kejujuran ini bisa membuat kamu ingin membunuhku saat ini juga. Tapi apapun resikonya, kamu harus tau. Karena aku ingin kamu tau seperti bahwa seperti apapun kondisi Senja, dia bukanlah gadis yang buruk."

"Langsung saja," pinta Wahyu yang merasa ada sesuatu yang besar telah terjadi pada Senja, dan firasat Wahyu mengatakan itu bukanlah hal yang baik.

"Aku dan Senja...,"

Tbc

Ala-ala sinetron yang kalau udah mau ketauan pasti langsung bersambung, dan episode selanjutnya pasti kemauannya batal 😂😂😂😂😂

Berharap aja Story ini nggak sinetron-sinetron amat ya 😂😂😂

Senja di Batas Kota (You Make Me Pregnant 8)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang