Masa-masa dimana Senja lagi patah hati 😂😂😂😂
Bagi yang nunggu adegan siapa yang hamil, sabar dulu aja ya 😂😂😂😂 kali ini kita pelan-pelan dulu 😂😂😂😂😂😂
Biar rasa penasaran readers kuat siapa yang bakal hamil, Raina atau Senja 😂😂😂😂
***
Senja menatap layar ponsel miliknya cukup lama. Sebuah nomor dengan nama Wahyu tertera dilayar ponselnya. Setelah berhari-hari mencari nomor Wahyu di buku-buku masa SMAnya, Senja berhasil menemukan. Tapi satu hal yang membuat Senja masih ragu.
"Apa mungkin dia masih menggunakan nomor ini?" Guman Senja menyangsikan apakah nomor itu masih berlaku. "Apalagi kemungkinan dia masih diluar negeri."
Senja masih menimbang dan memikirkan beberapa kemungkinan. "Baiklah. Mencoba tidak ada salahnya."
Akhirnya setelah berbagai pertimbangan, Senja meyakinkan diri untuk menelpon nomor Wahyu.
Suara telpon tersambung membuat Senja ingin bersorak gembira.
"Halo," suara seorang pria menjawab panggilan Senja membuat Senja ingin berteriak hore.
"Wahyu?" Tanya Senja memastikan.
"Bukan." Jawaban itu membuat semangat Senja jatuh terhempas begitu saja.
"Oh maaf, saya pikir ini nomor Wahyu," ujar Senja putus asa.
"Ini memang nomor mas Wahyu." Jawab si penelpon membuat Senja kembali bersemangat.
"Oh ya? Bisa bicara dengan Wahyu?" Tanya Senja penuh harap.
"Oh mas Wahyu masih diluar negeri." Lagi, jawaban dari si penelpon membuat harapan Senja bagaikan angin lalu.
"Kapan dia akan kembali?" Senja masih berharap bisa bicara dengan Wahyu.
"Mbak ini siapa ya?" Bukannya menjawab pertanyaan Senja, si penelpon malah balik bertanya tentang Senja.
"Saya Senja, temannya Wahyu," jawab Senja merasa tidak bersemangat.
"Oh mbak Senja. Mas Wahyu pernah memberi pesan jika suatu saat mbak Senja menelpon, saya harus memberikan alamat email mas Wahyu pada mbak," jelas si penelpon.
Semangat Senja kembali bangkit. "Oh ya? Kalau begitu boleh saya minta alamat email-nya?"
"Sebentar mbak saya kirim melalui pesan singkat," pinta si penelpon.
Senja tersenyum. "Terima kasih."
Senja memutuskan sambungan. Tidak lama kemudian sebuah pesan singkat masuk. Senja segera membaca pesan tersebut. Sebuah alamat email milik Wahyu.
Senja tersenyum penuh rasa bahagia. Segera mengirimkan pesan email pada Wahyu.
"Wahyu. Ini aku Senja. Sekarang aku memerlukan bantuanmu. Bisakah kamu membantuku?"
***
Makan malam antara keluarga Senja dan keluarga Gilang berlangsung akrab seperti biasanya. Hanya saja kini Gilang dan Senja lebih banyak diam. Senja sendiri seolah hanya raganya yang ada disana, jiwanya melayang entah kemana.
"Bagaimana undangan pernikahan kalian berdua? Mama dengar undangannya sudah selesai dicetak?" Pertanyaan dari Mama Gilang membuat fokus Senja kembali ke acara makan malam itu.
"Ehm!" Gilang membuka suara dengan deheman yang cukup berat. "Ada yang ingin aku sampaikan."
"Oh ya? Apa itu? Jangan bilang kamu mau melamar Senja lagi seperti Tempo hari," ujar Sabrina antusias, merasa terpesona dengan tindakan Gilang melamar Senja sebelumnya.
Gilang tersenyum canggung, merasa tegang. Tapi Gilang harus mengungkapkan fakta sebelum benar-benar terlambat. "Aku dan Senja sepakat untuk membatalkan rencana pernikahan ini."
Seketika semua orang terdiam. Suasana berubah tegang.
"Alasannya?" Suara ayah Gilang memecah keheningan. Awalnya Sabar yang ingin bertanya seperti itu. Sayangnya ayah Gilang sudah lebih mendahului.
"Aku mencintai wanita lain," jawab Gilang begitu mantap.
Ayah Gilang menggebrak meja, kemudian berdiri. "ANAK KURANG AJAR!"
Ayah Gilang hendak menghampiri Gilang. Ingin menghajar putranya itu. Tapi sang istri menahan lengannya.
"Sabar, pak," pinta Mama Gilang berusaha menenangkan suasana hati suaminya.
Sabar berdiri, terlihat gurat kecewa dari wajahnya. "Sabrina, Senja, mari kita pulang."
***
Suasana ruang tamu kediaman Sabar sangat terasa aura ketegangan. Sabar duduk di samping istrinya dengan wajah datar.
Gilang duduk berdampingan dengan Raina. Sementara Senja sendiri duduk sendirian cukup jauh dari pasangan Gilang dan Raina.
Sabar mengeluarkan dompet miliknya, mengeluarkan sebuah kartu ATM. "Ma, ajak Senja pergi berbelanja. Beli saja apapun yang kalian mau. Jika perlu habiskan semua isi saldo di ATM ini. Lakukan apa saja yang kalian mau."
Sabrina meraih ATM yang disodorkan oleh sang suami. Sabrina beranjak berdiri, menghampiri Senja. "Ayo sayang."
"Kemana Ma?" Tanya Senja heran.
"Bersenang-senang," jawab Sabrina sambil menarik tangan putrinya.
Sabrina dan Senja pergi meninggalkan Sabar bersama Gilang dan Raina.
"Raina, masuk ke kamar sekarang," pinta Sabar tegas.
"Pa-"
"Sekarang!" Pinta Sabar dengan suara sedikit meninggi.
Gilang menggenggam jemari Raina, membuat Raina menoleh ke arah Gilang. "Aku baik-baik saja."
Raina tersenyum manis. Gilang melepaskan genggamnya, beranjak pergi menuju kamar. Raina masuk ke dalam kamar.
Sabar menatap Gilang tajam. "Menyakiti putriku artinya kamu sudah siap untuk mati."
***
"Kenapa papa membuat Gilang sampai babak belur seperti itu?" Tanya Raina sedikit tidak terima.
"Dia tidak mati ditangan papa. Harusnya kamu bersyukur akan itu," ujar Sabar santai.
"Pa, Senja saja sudah berlapang dada menerima fakta kalau Gilang lebih mencintai aku," ujar Raina menjelaskan.
"Apa dengan merebut kebahagian saudara kamu sendiri kamu merasa bahagia?" Tanya Sabar dingin.
"Itu semua karena papa dan Mama lebih sayang dengan Senja dari pada aku," protes Raina mengeluarkan unek-unek dihatinya.
"Dari segi mana kamu bisa mengambil kesimpulan kalau papa dan Mama lebih sayang dengan Senja dibandingkan kamu?" Tanya Sabar heran.
"Papa selalu marah jika Senja didekati seorang pria, sementara papa bersikap biasa-biasa saja saat ada pria yang mendekatiku. Itu saja sudah membuktikan kalau papa lebih perduli dengan Senja dibandingkan aku," ujar Raina.
"Itu karena papa percaya sepenuhnya pada kamu Raina. Papa tau kamu gadis yang hebat. Bisa menjaga diri dengan baik. Senja itu beda dari kamu. Dia masih belum dewasa dan mudah terpengaruh lingkungan, karena itu papa selalu mengontrol dia. Dan itu bukan berarti papa lebih sayang dengan Senja dari pada kamu. Papa sayang dengan kalian berdua," ujar Sabar meyakinkan.
"Papa bohong," ujar Raina masih tidak percaya.
"Jika papa dan Mama tidak sayang dengan kamu. Papa tidak akan merawat kamu sampai sekarang," ujar Sabar menghela nafas berat. "Dan hukuman kamu, kamu harus menikah dengan Gilang."
Setelah mengatakan hal itu, Sabar pergi meninggalkan Raina yang masih tidak terima dengan penjelasan Sabar.
Tbc
Benarkah Raina jahat pada Senja hanya karena rasa iri?
😂😂😂😂😂😂😂
![](https://img.wattpad.com/cover/215939240-288-k387758.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja di Batas Kota (You Make Me Pregnant 8)
Roman d'amour2 garis merah 2 garis merah di tespack Gadis itu menatap tegang pada 2 garis merah yang terlihat di tespack Panik, gelisah, takut, sedih, semua rasa yang menakutkan bercampur baur dihari gadis itu. Semua rasa itu seharusnya tidak perlu ia rasakan ji...