Thirty second

49 4 2
                                    


" Semuanya telah berakhir, aku telah menghapus. Akhirnya aku mampu menghapusmu. Memerlukan waktu yang amat panjang. Kini kuucapkan selamat tinggal." 🍁The eye~ Infinite

****

- happy reading💘-

****



Gadis bernetra legam itu memutar kenop pintu terakhir dan mendorongnya. Angin langsung menyambut kedatangannya, helaian rambut berterbangan. Ia merapikan dan menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga. Ia mendapati seorang pria dengan seragam tidak rapi itu sedang duduk di sebuah kursi yang ada di rooftop. Seolah menyadari kehadirannya, pria itu menoleh dan mengulas senyum, lalu mengisyaratkan agar duduk di sampingnya.

Gadis itu menurut dan duduk dengan tenang, ia menunggu sampai pria yang mengiriminya pesan beberapa menit lalu untuk datang kesini angkat suara terlebih dulu.

"Aku mau ngomong penting" suara pria itu akhirnya.

Dia mengangguk, "Ngomong aja"

"Ra, aku mau pindah" ucapnya pelan namun masih bisa di dengar oleh lawan bicara.

Clara menoleh dengan kening berkerut, bertanya-tanya maksud kalimat kekasihnya itu. "Pindah apa?" Tanyanya masih tak paham.

"Sekolah dan," jedanya, "akan bertunangan." hembusan napas terdengar oleh Clara yang saat ini terpaku di tempat, ia tercekat, udara di sekitarnya mendadak menipis hingga sulit untuk bernapas.

"Ja-jangan bercanda, aku ga-"

"Bagian mana yang bercanda?" sela Devon sukses membuat Clara terkejut bukan main. Devon meraih tangan gadisnya dan menggenggamnya, genggaman hangat. "Aku minta maaf" lirih Devon.

"Pindah kemana?" tanya Clara tenang, ia berusaha menutup rasa terkejutnya. Dalam hati ia ingin berteriak atas kenyataan yang harus di hadapinya.

"Australia"

"Lalu, kapan?" tanya gadis itu lagi.

"Apanya?"

"Pertunangan itu"

Devon terdiam, ia melihat kesedihan di mata gadis itu. Devon merasa menjadi pria paling jahat di dunia, ia membuat luka baru di hati Clara. Ia adalah pria yang selalu ingin melindungi Clara, namun ia sendirilah yang menyakiti Clara. "Aku nggak tau, tapi tiga hari lagi aku berangkat."

Clara rapuh, hatinya terasa di sayat mendengar itu. Bohong jika Clara tidak menahan tangisnya. "Kenapa baru sekarang, ngomongnya?"

Devon mengusap wajahnya frustasi. "Aku nggak mau ganggu fokus kamu di sekolah"

Clara tersenyum miris, kemudian berucap, "jahat"

Hati Devon mencelos mendengar itu, ia membenarkan bahwa dirinya memang jahat. Ia juga tidak tahu kenapa harus di tempatkan di situasi seperti ini. "Iya, aku memang jahat"

"Seharusnya kamu ngomong dari awal, kenapa baru sekarang? Apa susahnya..?" Clara menggigit bibirnya, menahan tangisnya agar tak pecah. Ia tidak sanggup di hadapkan dengan kenyataan pahit ini.

Heartbeat [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang