Tak terasa sekarang sudah hari Sabtu, hari terakhir sekolah. Feby sangat bersemangat untuk berangkat karena hari ini ada pelajaran kesukaannya---Matematika wajib.
"Ya ampun Feb, pagi bener kamu siap-siap ke sekolah," sapa Zahra.
"Hai, Zar! Udah bangun?"
Zahra mengangguk sekali. Lantas dia teringat sesuatu.
"Oh iya, Feb. Kemarin waktu kamu pergi sama kak Daniel, Bu Tera nyamperin kami. Nyariin kamu."
Feby menghentikan aktivitas menyisirnya. Ia memusatkan perhatian penuh kepada Zahra.
"Nyariin aku? Ngapain?"
"Nggak tau Feb, tapi perasaanku kok nggak enak gitu, ya."
Feby memutar otak. Ada apa kira-kira? Feby jadi teringat sesuatu---foto Tera di markas Daniel.
"Eh, Zar."
"Jangan bilangin siapa-siapa ya tentang markas ini." Ucapan Daniel terlintas begitu saja di otak Feby.
"Apa?"
"Rafi telpon, tuh," ucap Feby mengalihkan perhatian sambil menunjuk ponsel Zahra menggunakan dagunya.
"Ish ... ngintip aja."
Feby menjulurkan lidah dan segera memakai tasnya, lalu berangkat ke sekolah.
"Duluan, ya, titip salam buat Angel sama Sasa," pamit Feby ketika selesai mengenakan sepatu.
"Iya."
¤¤¤¤
"Oh ... itu pacarnya si Daniel?"
"Anjir, itu ngapa bandul tasnya gede banget elah."
"Cantikan juga si Ovie, most wanted kita."
"Daniel ngelirik apanya njir?"
"Jangan salah, dia pinter tau."
"Pinter melet orang, percaya gue kalau itu."
Haters Feby bertebaran di sepanjang lorong kelas dua belas. Dirinya tidak mengambil pusing perkataan perempuan-perempuan sirik di sekitarnya.
Hingga saat Feby tengah sibuk melihat-lihat keadaan sekitar, seorang perempuan menghadangnya begitu saja.
Dia, kenapa?
"Ikut saya," ucap wanita itu tanpa menunggu jawaban Feby.
Feby hanya mengendikkan bahu pasrah. Ah, sudahlah. Apapun itu, pasti perempuan berambut panjang itu akan memberinya pidato panjang.
¤¤¤¤
"Lo siapanya Daniel?"
Feby tidak langsung menjawab. Hanya karena itu Feby sekarang harus berada di ruangan kantor yang terkesan klasik ini? Astaga, Feby lebih baik sarapan dulu tadi.
"Jawab gue!"
Feby menatap tajam perempuan anggun di depannya yang tak lain dan tak bukan adalah Tera, gurunya.
"Ada perlu apa sehingga Anda menanyakan hal itu pada saya?" tanya Feby to the point.
Tera tersenyum angkuh. Dia berjalan mendekati Feby, lalu memutarinya.
Feby yang bingung dengan kelakuan Tera hanya bisa memutar bola mata malas. Ah, wanita satu ini terlalu bertele-tele. Bahkan, dia bersikap seolah Feby adalah tahanan baru yang menarik untuk diinterogasi.
"Asal lo tau, gue gak suka lo deket sama Daniel!"
Feby memutar badannya, menghadap ke arah Tera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thirty Days With You
Teen FictionBagaimana jadinya jika kita mengadakan sebuah hubungan palsu dengan alibi menebus kesalahan? Akhirnya akan bahagia karena kita saling cinta atau sebaliknya, karena tidak ada cinta di antara kita? Semua itu akan dijelaskan dalam cerita ini, dengan to...