Pagi ini, Feby harus merelakan telinganya kepanasan untuk mendengar celotehan-celotehan dari kekasihnya. Astaga, bayangkan! Pagi-pagi buta Daniel menelepon gadisnya agar segera bangun.
Namun sekarang? Dia malah mengajak gadisnya pergi ke markas. Bukannya berangkat ke sekolah, dia malah menculik gadisnya.
"Kak, kapan berangkat?" sela Feby ketika kekasihnya asik menceritakan film perang yang ia tonton semalam.
"Ntar aja, masih jam enam ini. Kamu mau digodain sama pocong ijo?"
Wajah gadis tadi berubah pias. Po ... pocong?
"Ih! Kakak jangan nakut-nakutin dong!"
"Lho, aku nggak bercanda," ucap Daniel. "Katanya nih, ya ... kelas XI-1 IPA tuh ada hantunya. Kalau nggak salah ... namanya pocong ijo. Kenapa ijo? Soalnya, banyak banget lumut yang tumbuh di kain ka---"
"Kakak tahu dari mana?"
Ketua geng tersebut mengusap tengkuknya. "Itu ... kan aku dulu kelas XI-1 IPA."
Cubitan ala bebek langsung bertengger manis di pinggang Daniel.
Bisa-bisanya dia membohongi Feby. Padahal, lelaki itu mengambil jurusan IPS. Tak mungkin jika ia pernah duduk di bangku XI-1 IPA dulu.
"Ih! Pembohong!" seru gadis berkuncir dua setelah mengakhiri sesi menghukumnya.
"Hahaha ... habisnya kamu gak sabaran banget pengen cepet-cepet berangkat sekolah. Kenapa, sih?"
Feby tidak menjawab pertanyaan kekasihnya. Biarlah ketua geng sialan itu merutuki dirinya. Siapa suruh pagi-pagi membuat seorang gadis polos kesal?
Lama berkutat dengan ponsel, gadis itu tak mendapati lelaki di sebelahnya berbicara. Bahkan untuk sekadar bernapas dia tak mendengar suaranya.
Jangan-jangan ... ketua geng itu mati?
Gadis tadi segera menolehkan kepalanya ke samping. Syukurlah ... Daniel masih menghirup udara.
Hanya saja, lelaki itu nampak fokus sekali untuk memakai dasi. Gayanya sangat maskulin. Feby sempat terpukau sesaat.
Bagaimana tidak? Tubuh Daniel dapat dibilang sebagai tubuh yang ideal di mata kaum hawa. Dia memiliki bahu yang lebar. Seragamnya juga menempel pas di tubuhnya. Rahangnya tegas. Lehernya juga, menampakkan jakun yang menambah keindahan untuk parasnya. Rambutnya yang lurus juga terjuntai menutupi sedikit matanya. Hidungnya mancung---
"Ngapain? Terpesona, ya? Iya-iya ... aku sadar kok kalau aku gan---"
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, ketua geng itu segera berteriak ala lelaki jadi-jadian di sepanjang lampu merah. Cubitan andalan kekasihnya kini bertengger manis di lengannya.
"AYO BERANGKAT!"
"Pasangin dasiku dulu," pinta Daniel sambil menangkap tangan gadis yang masih setia di lengannya.
"Lah? Dari tadi ngapain aja?"
"Sebanarnya ... aku gak bisa masang dasi."
"Pfffttt! Bwahahaha!!!"
Sialan, nih bocil bikin gue malu aja, batin Daniel dengan rona di pipinya.
"Eh ... udah dong, ntar ada yang denger .... "
Feby semakin mengeraskan tawanya kala melihat wajah lelaki di sampingnya menjadi kemerahan. Astaga, lucu sekali orang ini. Begitulah pikir gadis itu.
"Kasian ... udah kelas dua belas masih nggak bisa pakai dasi. Sini-sini." Feby mendekatkan dirinya ke Daniel.
"Jadi, Kak ... cara pakai dasi tuh gini."

KAMU SEDANG MEMBACA
Thirty Days With You
Teen FictionBagaimana jadinya jika kita mengadakan sebuah hubungan palsu dengan alibi menebus kesalahan? Akhirnya akan bahagia karena kita saling cinta atau sebaliknya, karena tidak ada cinta di antara kita? Semua itu akan dijelaskan dalam cerita ini, dengan to...