Sore ini, Feby sedang berjalan menyusuri koridor klub sastra dan seni. Setelah satu minggu lebih ia menempuh pendidikan di sekolah baru, gadis itu menentukan pilihan untuk mengikuti ekstrakurikuler melukis.
Tentu saja dia tidak berjalan sendirian, sang lelaki posesifnya juga ikut bersamanya. Lelaki itu ternyata memilih ekstrakurikuler klub sastra.
Sungguh, Feby tidak menyangka. Ketua geng seperti Daniel mengikuti ekstrakurikuler yang biasanya diminati oleh murid-murid kalem.
"Kak, kenapa nggak ikut basket atau futsal gitu? Kan keren," ucap Feby ketika mereka memutuskan untuk singgah terlebih dahulu di kursi lorong.
"Biasa aja plus terlalu mainstream. Menurutku, klub sastra ini yang paling keren."
Perempuan chubby menatap kekasihnya tak percaya.
"Keren?"
"Iya. Dari puisi kita bisa mencurahkan isi hati lewat kata-kata yang indah. Kiasan. Pantun mengajarkan kita untuk berkreasi dengan menyatukan dua unsur yang berbeda. Sampiran dan isi. Pidato, gurindam, prosa, dan lainnya itu aku suka. Sama kayak kamu, aku suka."
Feby tertegun. Wah, ternyata manusia di sebelahnya ini begitu minat terhadap sastra. Lihatlah, bahkan dirinya bisa menyisipkan gombalan saat mereka tengah berbincang.
"Gombal terus!" Feby mengerucutkan bibirnya.
Daniel tertawa. Astaga, gadisnya ini sangat lucu.
"Kamu? Kenapa pilih lukis? Nggak pilih dance atau cheers gitu?"
Feby membinarkan matanya antusias.
"Ngelukis tuh hebat banget. Aku bisa nyalurin imajinasiku lewat gambar. Aku merasa, setiap goresan dari tanganku nantinya akan bernyawa. Setiap warna yang kupilih, memiliki arti tersendiri. Aku suka."
Daniel tersenyum lalu mengacak rambut gadisnya. Tak lupa, dia juga merapikan lagi rambut berponi itu---habislah dia kalau berani mengacak rambut tanpa merapikannya.
"Yaudah, kita sama. Masuk kelas, yuk!"
Feby mengangguk. Lelaki di sebelahnya tidak satu kelas dengannya karena sastra membutuhkan konsentrasi untuk menjalankannya.
¤¤¤¤
"Oke guys, hari ini Pak Guntur nggak masuk. Jadi kita boleh pulang," ujar salah seorang laki-laki yang berdiri di depan kelas.
"Nongkrong sini dulu boleh nggak?"
"Terserah sih."
Anak klub lukis segera mengemasi barang mereka. Ada yang memilih tinggal di kelas dan ada juga yang memilih untuk pulang.
Feby yang hendak memilih pulang terpaksa mengurungkan niatnya ketika dirinya disapa seseorang.
"Halo! Kamu ikut klub lukis?"
Feby mendongak. Ah, Ghani rupanya.
"Hehe ... iya kak. Kakak ikut juga?"
Ghani mengangguk.
"Eh, kamu nggak tau 'kan kalau kita punya ruangan khusus buat nyimpen lukisan yang udah jadi?"
Mata Feby berbinar. "Beneran kak?"
Lelaki tersebut tersenyum lantas mengajak Feby pergi menuju ruangan sebelah.
Ketika mereka telah sampai di depan ruang penyimpanan, tiba-tiba saja perut Ghani terasa perih---lebih tepatnya di bagian lambung.
"Argh .... "
Feby mengernyit, kenapa kakak kelasnya?
"Kak? Kenapa?"
![](https://img.wattpad.com/cover/215146988-288-k13791.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Thirty Days With You
Teen FictionBagaimana jadinya jika kita mengadakan sebuah hubungan palsu dengan alibi menebus kesalahan? Akhirnya akan bahagia karena kita saling cinta atau sebaliknya, karena tidak ada cinta di antara kita? Semua itu akan dijelaskan dalam cerita ini, dengan to...