Day 13

33 8 16
                                    

Seorang wanita tengah berjalan menyusuri halaman belakang sekolah. Dia masih ingat dengan jelas, seluk-beluk semua tentang laki-laki yang dicintainya.

Tera, kini tengah berjalan menuju markas Daniel. Tak apa hak tingginya harus bertemu dengan lumpur, apapun untuk kembali menuju Daniel akan dia lakukan.

Hatinya berkecamuk, perih. Semua kenangan indah tiba-tiba melintas begitu saja. Sungguh, ia benar-benar mencintai lelaki itu. Apakah masih ada kesempatan untuk kembali melanjutkan kisah yang sempat terputus tersebut?

Baru saja hendak menyibak dedaunan yang menghalangi, tiba-tiba saja sebuah tangan menepuk bahunya.

"Apa?" Tera menghentikan paksa langkahnya.

"Lo yakin bakal ngomong sekarang?" tanya seorang laki-laki yang tak lain dan tak bukan harus ia terima untuk menjadi partner-nya sekarang.

Ck, menyebalkan sekali! Dia hanya ingin mengucapkan itu? Padahal setengah jalan lagi wanita itu akan sampai, tetapi muridnya yang satu ini kembali menghentikan dirinya---Ghani.

"Gue yakin, seratus persen!"

Ghani mengusap wajah frustrasi. Apakah wanita di depannya ini bodoh?

"Hei! Kalau lo ngomong ke Daniel seka---"

"Diem lo! Bocil mana paham. Asal lo tau, ya ... pikiran gue seribu satu langkah lebih maju dari otak lo."

Ghani melotot. Bisa-bisanya murid pintar seperti ia dikatakan tertinggal jauh oleh seorang mahasiswa.

Ah, terserah saja. Dia tak akan bisa menang berdebat dengan Tera.

Ingat! Tera adalah wanita, dan hanya ada dua hukum yang berkaitan dengan wanita.

Pertama, wanita tidak pernah salah.
Kedua, jika wanita salah, kembali lagi ke aturan pertama.

Di mana keadilan jika seperti ini? batin Ghani miris.

"Yaudah, semoga berhasil," ucap lelaki itu sambil pergi meninggalkan Tera.

¤¤¤¤

"Honey! How are you?"

Daniel melirik sekilas ke arah wanita itu, lalu kembali fokus ke buku yang tengah ia baca. Buku ini berasal dari Feby---kumpulan soal UN SMA.

"Rajin banget .... " Tera mengambil tempat duduk di sebelah Daniel.

Lelaki itu tak bergeming. Ia bersikap seolah-olah tidak ada siapa-siapa di sana. Bagaimanapun juga, pertahanannya tak boleh runtuh. Ia tak ingin kembali jatuh kepada orang yang hampir membuatnya gila.

"Kamu masih marah, ya?" tanya Tera lagi.

Tak ada sahutan. Baiklah ... jika seperti ini, wanita itu harus mengatakannya sekarang.

"Kamu tahu nggak? Aku kemarin lihat cewek kamu lagi pelukan sama co---"

"Diem! Lo gak liat gue ngapain?" Lelaki itu akhirnya buka suara juga, meskipun dingin.

"Begitu, ya? Oke."

Tera pun diam menunggu Daniel selesai dengan pekerjaannya.

Setelah satu jam lamanya menunggu, Daniel akhirnya menutup buku sialan---menurut Tera---tersebut.

"Eh! Dengerin aku!" Tera memperbaiki posisi duduknya. "Aku ngeliat cewek kamu pelukan sama cowok."

Lelaki tadi tetap diam. Tak menanggapi ucapan perempuan di sebelahnya.

"Kamu tahu nggak sih? Mereka sweet banget ... aku jadi kasihan sama kamu."

"Terus ya, kamu tahu nggak? Perempuan itu juga perhatian banget sama cowok yang dia peluk."

Thirty Days With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang