Deg
"ELO?!" teriak Givania bersamaan dengan lelaki bertubuh kekar itu
Kenapa sih harus dia. Ngapain coba dia kemari? Nyari masalah lagi atau apasih? Givania hanya membatin
Begitupun lelaki tersebut. Giovani.
Kenapa ada dia? Apa dia yang akan dijodohkan dengan aku?"Eh, kalian udah saling kenal ya? Wah bagus kalau begitu. Pendekatan kalian lebih cepat lebih baik" tanya Gabriel. Dengan antusias. pendekatan cucunya ini
Hendrik mengangguk. Membenarkan ucapan sahabatnya ini
"Benar itu El""NGGAK"Givania menjawab sendirian tanpa jawaban Giovani
Namun, Giovani tetap menjelaskan dengan baik-baik
"Nggak Kakek,Opa" ucap Giovani sopan tak seperti ucapan Givania"Sekarang, perkenalkan diri kalian masing-masing" ucap Hendrik kepada anak muda di depannya ini
Keduanya hanya bungkam. Mereka tak tahu harus apa. Ya memang mereka telah saling kenal karena pertengkaran menyebalkan sebelumnya
Lina menyenggol siku Givania. Bertujuan untuk menyuruh anaknya agar tidak bungkam.
Begitupun sama halnya dengan Melinda.
"Cowok harus Gentle tau"Ucapan sang bunda membuat dia berpikir sejenak. Terus? Maksud bunda aku Lelaki apa coba?
Akhirnya Giovani terlebih dahulu membuka kebungkaman antara Dia dan Givania
"Giovani Kevin Wijaya"jelas Giovani memperkenalkan diri.
Ohh, jadi nama terakhir yang dia singkatin itu Wijaya?. Ish kenapa nggak bilang dari dulu sih. Kalau gue tau nggak akan gue ikut acara ini. Bodoh. Givania berpikir dalam batinnya
Begitupun sebaliknya, hal yang sama di lakukan dengan Givania
"Givania Natasha Alexander"
Alexander? Yaps. Benar. Inisial A itu Alexander. Nama keluarga besarnya
Mereka saling menyalami tangan, namun tak berlangsung lama. Penyalaman tangan itu diputuskan sepihak oleh Givania.
"Ya ya, sekarang apakah kalian mau menerima perjodohan ini?" Tanya Hendirk
Ya. Seperti keadaan semula. Tak ada yang membuka suara. Namun hanya anggukan yang di berikan oleh keduanya.
"Syukurlah jika kalian mau menerima semua ini"ucap Gabriel
"Ngomong-ngomong, Gio kamu kelas berapa?" Lanjut tanya Gabriel
"Kelas 12 Opa" jawab Giovani sopan
"Kalau kamu Givan?" Kini Hendrik. kakek Giovani lah yang bertanya
"Kelas 11 Kek" Jawab Givania sambil tersenyum manis
Memang. Keluarga mereka telah tahu perbedaan mereka. Namun itu hanyalah sebuah basa-basi belaka
"Kalau begitu bagaimana kita percepat acara pertunangannya?" Tanya Edgario semangat yang di sepakati oleh yang lainnya
"Ide bagus itu. Lebih cepat. Lebih baik nantinya" jelas Bryn mendukung
"Apa?!"pekik keduanya bersamaan
"Iya Givania. Namun sebelum itu kalian harus lebih dekat dahulu. Agar di antara kalian dapat saling tahu kekurangan dan kelebihan masing-masing" jelas Gabriel
"Tapi Opa, Kek dan semuanya? Memang secepat itu? Kita baru SMA. Kita belum siap untuk semua ini" Giovani membuka suara. Dia juga belum siap. Dia masih ingin mengejar cita-citanya. Meskipun dia terkenal kaya namun dia akan berusaha sendiri selagi itu masih bisa ia lakukan
Akhirnya, ide kamu bagus juga yah. Givania membatin
"Ya. Karena itu kami akan mempercepat pertunangan kalian. Agar kalian sudah terikat. Nanti acara pernikahannya dipikirkan kembali" Hendrik memperjelas.
Lah, sia-sia. Bagaimana ini? Kok gue dijodohin sama cowok yang super nyebelin gini. ih
"Tapi..."
"Tapi kenapa Givania?" Tanya Bryn kepada anak gadisnya satu ini
"Nggak papa sayang. Kamu bisa kok" Lina menyemangati anaknya. Seolah tau apa yang dipikirkan anaknya
Yah. Benarlah. Bagaimana tidak? Ikatan batin anak dan ibu?
Lanjut Lina berbisik pelan ke telinga anaknya. Menenangkan.
"Jangan pikirkan dia lagi, perlahan pasti kamu bisa melupakannya"Givania hanya tersenyum samar menanggapi semua itu.
Di dalam lubuk hatinya, dia merindukan sosok itu. Sesosok yang telah lama menghilang.***
Makan malam keluarga Wijaya dan Alexander berjalan dengan baik.
Meski hanya ada keheningan antara Giovani dan Givania tapi tak membuat acara malam ini menjadi candu."Giovani, kamu sebagai lelaki sejati harus menjaga calon tunanganmu dengan benar, jangan sampai kamu melukainya"
Edgario berbicara tegas kepada putranya"Giovani akan berusaha Yah,Kek dan semuanya" Giovani tak kalah tegas menanggapi ucapan sang ayah
Setelah selesai dengan semuanya 2 keluarga besar ini bubar dari Kafe yang mereka tempati untuk Dinner
***
KAMU SEDANG MEMBACA
K A T A . H A T I
Teen FictionK A T A . H A T I Ini tentang kisah kehilangan, Ketika kau mendapatkan separuh hatimu kosong dan rapuh. Atas nama keegoisan dan ketidakpercayaan. Kita telah saling mengucapkan selamat tinggal Ketika tak ada lagi yang bisa kau percaya, ikuti Kata Hat...