Waktu Malam - Jimin

27 1 0
                                    

Dentingan jam memenuhi langit malam yang sunyi, dengan atap berupa hamparan gurun berwarna gelap yang begitu luas. Tak sedikitpun ada kelap-kelip di langit, ataupun jam yang saling berdentingan.

Selepas sore tadi aku mengetahui begitu banyak fakta yang entah kenapa membuat sisi baik dalam diriku pergi entah kemana, atau mungkin memang telah lama tak ada hal baik yang tersisa dalam diriku. Ketika fakta itu kembali menguap dan terbang mengikuti langit oranye di sore hari, fakta yang berusaha aku pendam begitu dalam namun muncul dengan mudah kapanpun ia mau.

Aku hanyalah anak yang tak berguna.

Kepalaku begitu penuh dengan raum-raum pemikiran kacau yang kubuat sendiri, setidaknya itu yang orang lain katakan tentangku.
Jemariku masih tak lepas menggulir pemberitahuan yang kudapat melalui surel tadi sore, tepat sebelum aku pulang sekolah.


Yth. Park Jimin
Pada akhir September lalu, kami telah menerima portofolio yang anda ajukan. Dengan berat hati kami sampaikan bahwa anda belum dapat melanjutkan proses penerimaan karena kualifikasi yang Anda ajukan belum sesuai dengan kriteria kami.
Semoga kami dapat kembali mengajak anda bekerjasama di lain kesempatan.
Terimakasih.


Kukira berita ini sudah cukup buruk bagiku, laporan yang kukerjakan selama enam bulan penuh sampai lupa untuk menyecap kantuk ini berakhir begitu saja.  Hingga semua pemikiran berlebihan itu kembali hadir, padahal Taehyung sudah mati-matian membuatku untuk tidak menyerah dan berpikiran aneh-aneh.

Tapi, tetap saja semuanya memang tidak berjalan baik jika menyangkut tentang diriku.

Aku tak ingat kapan terakhir kali pulang sekolah dengan rasa aman, dan bahagia ingin cepat sampai rumah untuk mencicipi masakan rumah karena lelah seharian di sekolah. Langit sore selalu menjadi teman kesunyianku, dengan rasa hampa meminta untuk diisi.

Lelah rasanya terus berusaha, bahkan sampai rasanya mempermalukan diriku sendiri demi predikat itu. Hidup sebagai bayang-bayang bukanlah hal mengenakkan, apa pun yang kulakukan akan dibayangi dengan mereka yang terlampau sempurna.

Mereka terlalu bersinar untukku, aku hanya tak pantas.

Saat mereka dapat tertawa, aku hanya berandai kapan aku dapat giliran. Mungkin aku hanya belum diizinkan berkelana akan takdir tuhan. Mungkin, usahaku memang belum cukup, atau aku yang tak sadar bahwa kebahagiaan ini telah lama berputar dalam diriku.

Bukan bumi yang berputar, namun kepalaku yang terus berputar mencari celah tersebut, nyatanya memang waktu berhenti dalam diriku.

Seperti gelap malam ini, diselimuti dengan sunyi, redup redam diriku tenggelam di bawah rerumputan bukit kelabu. Aku tertawa ketika ingat cerita siang tadi, saat aku dengan gugup berusaha memberi alasan yang logis pada satu-satunya sahabatku, begitupun tubuhku yang masih gemetar penuh dengan air lengkep berwarna gelap yang bau, bahkan baunya masih menempel dan sepertinya sudah menyatu dalam diriku.

Mataku yang memerah menahan untuk tak kalah, namun ketika melihat Taehyung ikut pergi meninggalkan bercak baru pada tubuhku, kini aku mengerti, bahwa pecundang akan selamanya menjadi pecundang.

Kukira tak masalah menjadi bayang-bayang dari Taehyung, sang pangeran sekolah yang begitu sempurna, dielu-elukan oleh seluruh guru dan disegani para siswa, kukira tak masalah menjadi sahabatnya. Ternyata hanya berakhir menjadi olokan, andai aku lebih cerdas dan paham lebih awal. Mengapa rasanya begitu rumit, jika aku tak cukup pintar untuk menatap deretan buku-buku, atau tak cukup berbakat untuk menyentuh piagam itu, kukira berteman akan menjadi hal yang membanggakan.

Ternyata aku juga gagal dalam hal itu.

Semuanya jadi semakin lengkap setelah pesan itu kudapat, harusnya aku dapat biasa saja mendengar kabar tersebut kendati kali ini bukanlah penolakan pertama untukku. Entah apa yang salah denganku, rasanya langit-langit seakan pergi menjauh, begitu jauh sampai seberapa besar usahaku untuk membuka mata yang kulihat hanyalah kegelapan.


“Dasar tidak berguna! kau memang sama saja tak bergunanya dengan anak sial itu!!”

“Kau harusnya ingat kalau kau adalah Ayahnya!!”

“Jika tahu mengadopsinya akan berakhir seperti ini, lebih baik aku menelantarkannya saja dulu, tidak berguna.”


Aku berlari ketika langkahku tepat terhenti di depan daun pintu, belum sempat membuka kenop pintu namun teriakan itu telah samar-samar terdengar. Ayah memang sering bertengkar dengan Ibu, tapi rasanya kali ini berbeda.

Kukira perilaku Ibu yang berbeda kepada aku dan Jungkook hanyalah perihal aku yang hadir sebagai anak sulung, mungkin Ibu tidak ingin memanjakan diriku dan membuat aku menjadi Kakak yang dapat menjaga Adiknya. Tapi ternyata bukan itu alasannya, kini aku tahu mengapa tidak ada kecupan selamat malam sejak aku kecil, atau pelukan Ayah ketika aku terus-terusan dirundung oleh anak tetangga.

Mereka menyimpan begitu banyak luka, bukan kah begitu? Keberadaanku menjadi luka bagi mereka, dan di sini bukanlah tempat bagiku.

Aku terus-terusan kembali membuat kesalahan, tak ada lagi mimpi yang membuat hatiku sedikit gemetar, atau sedikit kasih yang membuat beberapa saraf dalam diriku ikut terangsang. Semuanya telah menjadi buih yang hilang karena gelap malam. Waktuku benar-benar telah berhenti.

Jimin kau gagal sekali lagi, semuanya gagal dan aku tak tahu bagaimana mengobatinya kembali. Kuharap malam panjang ini akan berlaku kekal, dan menjadi malam yang tak akan pernah berhenti.

Mataku memejam mengikuti sunyi, tak lagi melawan dan memilih untuk bersatu dengannya. Kami adalah satu yang tak pernah ingin bersama, sejak lama aku hanya melawan takdir dan mengubur hal buruk yang sejatinya telah mengalir dalam diriku.

Malam ini akan menjadi saksi, diriku yang memilih untuk menyatu dengan malam. Berharap esok akan berubah menjadi pelangi selamanya.

.
.
.
.
.
.
.
Fin~

Fin~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
√ BANGTAN TIMELINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang