PEMUTAR FILM - SIN

21 1 0
                                    

Pemutar Film

.
.

Tak kusangka diriku memutuskan untuk berlabuh di depan bioskop malam ini, memilih film yang bahkan aku tidak tahu siapa pemainnya, ataupun bagaimana dengan ceritanya. Dengan sebotol cola dan pop corn berukuran large, kurasa aku sudah gila.

Tepat jam 9 malam, pintu bioskop telah dibuka. Dengan tangan yang sedikit kerepotan membawa sebungkus pop corn tersebut aku memperhatikan lampu bioskop yang temaram menyambut indraku. Dinding bioskop yang gelap kemerahan membuatku teringat dengan pertemuan terakhir kami di jalan sepetak beberapa hari lalu.

Saat Min Yoongi menangis melihat diriku yang entah bagaimana rupanya, aku pun tidak tahu. Tak banyak kalimat yang terlontar pada pertemuan itu, hanya sedikit memar dan goresan disudut bibirku, sedikit membuatku kesulitan untuk menyedot cola.

Setelah sampai di depan layar, kulihat tak banyak kursi yang terisi. Jelas sekali karena hari ini adalah hari jumat, ditambah lagi filmnya yang bahkan aku tak pernah mendengar judul tersebut sebelumnya. Aku melihat ada sepasang pria tengah bersenda gurai di bagian ujung atas kursi, sedikit tertawa melihat mereka. Sengaja kupilih kursi paling tengah agar nyaman dan jauh dari penonton lainnya.

Senda gurai pasangan di ujung pun tak membuatku terusik, aku tak begitu mempedulikannya.

Hanya saja, hal tersebut membuatku ingat dengan Min Yoongi, entah bagaimana dia bisa menemukanku malam itu. Tak dapat disebut dalam kondisi yang baik, tapi sialnya kita malah bertemu. Padahal ada hari lain di mana diriku terlihat rapih dan sedikit terlihat intelek sepertinya, tapi kita malah bertemu saat itu.

Menjijikkan sekali ketika film dimulai dengan lelucon yang terasa sangat konservatif bagiku, kalau kau tahu aku tidak setua itu, ya walaupun sudah bisa berbuat banyak hal dengan dunia kedewasaan.

Setelah lima belas menit film berlalu, tak lama datang satu orang wanita yang duduk agak jauh di depan kursiku. Terlihat terburu-buru, sepertinya ia memang menunggu baik film yang sedang tayang ini.

Aku bahkan masih tidak tahu mau dibawa kemana jalan cerita ini, mengeluh saja sambil mengunyah pop corn.

Hampir tertidur karena kebosanan, aku terbangun karena suara aneh diujung sana. Dasar anak muda, kukira aku bisa mendengar suara lain setelah jauh-jauh ke bioskop namun ini juga yang aku dengar.

Memang, kemanapun kita pergi sebuah stigma akan terus ada pada diri kita, menjengkelkan memang tapi ya mau bagaimana lagi begitulah kehidupan yang aneh ini. Astaga filmnya semakin aneh.

Perhatianku terus beralih tak nyaman melihat film yang menggambarkan para lelaki tua tengah bergurau sambil memainkan boneka, belum lagi perut gendutnya yang terus-terusan melahap makanan. Kukira adegan ini seharusnya menjadi potongan adegan makan siang biasa, kalau tahu seaneh ini aku seharusnya diam saja di depan gedung putih, sudah aneh.

Sibuk mencari perhatian lain, aku melihat perempuan di ujung sana tengah sibuk sekali menekan ponselnya berkali-kali, deringnya memang sudah terdengar sejak tadi. Tapi anehnya ia tidak berusaha untuk mematikan panggilan tersebut, hanya raut kesal dan rambutnya yang acak-acakan, memang ada-ada saja.

Cola ku sudah habis setengah, dan setengahnya lagi terganti dengan es batu yang telah mencair. Lalu masuk sosok dengan jaket tebal dan tudung kepala yang menutupi sekujur tubuhnya, posturnya tidak begitu asing.

Ia pasti pengunjung gelap yang masuk tanpa tiket, sudah pakaiannya gelap tambah gelap saja dirinya, pikirku sambil terkekeh. Jika tak salah ingat sepertinya aku pernah melihat sosok tadi beberap menit lalu.

Bukankah ia terlihat seperti penjaga karcis pada film ini, memang aneh sih ada petugas transportasi dengan pakaian seperti itu, apa mungkin ia penjual tiket ilegal. Sudah kubilang film ini memang sudah aneh sejak awal. Tapi yasudah, setidaknya aku tak harus pulang lebih awal.

Kurasa film tersebut telah mencapai penghujung cerita, sudah bisa kutebak akhirnya si pemeran utama akan menikah dengan peliharaannya yang terus menggodanya sejak awal. Sudahlah aku mau keluar saja mengopi di depan sepertinya lebih menarik.

Saat ingin bangun aku malah menabrak seorang dengan jubah gelap di depan tadi, tak sadar kami telah berhadapan. Pop corn yang tumpah ruah berserakan berhasil membuat penonton yang sedikit menoleh ke arah kami. Kurasa beberapa buah telah sukses tersangkut pada rambut wanit di ujung sana. Dramatis sekali pikirku.


“Kim Seokjin, aku minta maaf soal kemarin,” suaranya pelan sekali, ia mengulurkan tangannya yang tertutupi ujung bajunya.

Masih terkejut, entah karena tiba-tiba Yoongi ada di hadapannya, atau kami yang menjadi tontonan tiga orang di bioskop tersebut.


“Aku akan terus menemanimu, apapun yang telah kau alami,” tutupnya.


Tak lama aku terkejut setelah bunyi tawa yang sangat riuh, aku terbangun di tengah bioskop yang penuh dengan penonton. Begitupun dengan Min Yoongi yang berada di sampingku, dengan senyum lebar tanpa tawanya. Ternyata akhir filmnya si pemeran utama menikah dengan pria tampan yang ia temui di stasiun, ditambah puluhan kucing yang menjadi pengiring pernikahan mereka.

Ternyata tebakanku sebelumnya salah, lalu aku menyedot habis cola yang tersisa, tahu kalau film telah berakhir. Kalau kupikir, tadi ada luka di sudut bibirku belum lagi lebam yang menutupi seluruh wajahku.


“Yah, sayang sekali Jin kau tertidur padahal film ini lucu sekali.”


Astaga, kurasa bukan hanya film ini yang lucu, namun diriku juga lucu karena setelah dua tahun berlalu pertemuan malam itu masih saja bertamu di alam mimpiku.

Kupikir aku bisa semalaman bermimpi di sini, tapi ternyata itu hanyalah masa lalu.

.
.
.
.
.
.
.
fin~

fin~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
√ BANGTAN TIMELINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang