Aku datang dari masa depan, tepat dua puluh tahun setelah pertama kali aku hidup. Dengan bantuan teknologi masa itu aku kembali ke masa lalu untuk bertemu dengan seseorang. Seseorang yang saat ini membutuhkan pertolongan.
Langkahku mengendap-endap di antara jalanan sempit daerah perkampungan di Condet, ternyata dulu tempat ini masih dipenuhi dengan rumah-rumah yang padat. Bahkan dua sepeda motor harus berebut jalan untuk berlalu lebih dulu.
Laki-laki itu mengenakan hoodie berwarna mint, dengan tangannya yang sibuk memainkan ponsel pintar dan tangan lainnya menjinjing belanjaan dari warung.
'Aduh, bagaimana aku harus bertemu dengan Ayah, masa tiba-tiba aku menghampirinya lalu bilang, Hai, aku Park Jungkook anakmu dari masa depan.'
Mau dikata orang gila kalau tiba-tiba aku bilang seperti itu.
"Hei, kau menghalangi sepeda ku." Aku terkejut bukan main ketika mendapatkan tepukan pada bahuku.
"A-ayah?"
"Ayah? dasar orang aneh." Ayahku, tidak maksudnya pemuda di hadapanku itu berseru ketus sambil membawa sepedanya.
Kenapa dia seperti itu, kukira dia orang paling heboh dan berisik yang pernah kutahu, ternyata dia sangat menyeramkan. Aku melihat bungkusan tadi tertinggal jatuh di bawah tanah, tepat pada bekas sepeda tadi di parkir.
"Astaga, cerobohnya dia."
Tak sulit untuk menemukan di mana letak rumahnya, dengan berbagai fitur canggih di memoriku dengan mudah aku bisa menemukan rumah Ayah, ternyata lokasinya tidak terlalu jauh dari rumahnya sekarang. Rumahnya dibalut dengan warna cokelat dengan pagar yang saling berdempetan dengan rumah sebelah.Tok tok tok
Sudah empat kali aku mengetuk pintu dengan gaduh, namun tak ada seorang pun yang keluar. Apa Ayah tinggal sendiri? data yang kupunya menyebutkan kalau Ayah tinggal bersama kedua orang tuanya dan seorang adik. Walapun aku belum pernah bertemu dengan mereka, tapi ini ingatan yang Ayah berikan padaku.
Akhirnya pintu terbuka, dengan raut wajah kesal ia berdiri sambil mengusap wajah di hadapanku.
"Astaga siap sih yang, eh itukan belanjaanku." Ayah langsung menyambar belanjaannya dari lenganku. "Dari mana kamu mendapatkannya? kamu menghipnotisku ya?""E-eh tidak, anu tadi kau meninggalkannya."
Ayah menatapku penuh selidik, "Baiklah." Kukira ia akan mengintrogasiku lebih ternyata begini saja, bahkan Ayah langsung masuk ke rumah. Aku semakin shock karena ditinggal beitu saja di sini.
Pintu kembali terbuka dengan cepat, hanya menampilkan kepalanya yang menyembul keluar "Oh iya, terimakasih." Terdengar samar-samar suara tangisan dari dalam rumah, ah apakah itu Jungkook? sungguh aku penasaran ingin melihatnya langsung.
...
Hari ini aku menunggu di depan rumah Ayah, kalau tak salah Ayah akan mengantar Jungkook pukul 10 nanti untuk berangkat ke TK.
"Hei, cepat sedikit bisa tidak sih?" Aku terkejut dengan teriakan di belakangku, aku menoleh dan menemukan Ayah yang sedang menyeret Jungkook, kulihat Jungkook telrihat susah payah tengah mengikat sepatunya.
Aku kesal melihat perilaku Ayah padaku, tidak maksudnya pada Jungkook yang asli. Tak banyak berpikir aku menerobos dan menyingkirkan lengannya. Lalu meraih Jungkook untuk meninggalkan Ayah.
Aku membantu Jungkook untuk mengikat tali sepatunya, lalu menatap nyalang pada Ayah. Aku bingung kenapa ia seperti ini, kukira Ayah sangat menyayangiku.
Selepas mengikat sepatu Jungkook aku berdiri berhadapan dengan Ayah, "Sungguh aku tidak paham denganmu Park Jimin, bagaimana bisa kamu berlaku kasar dengan anakmu sendiri?" Aku berucap sambil berkacak pinggang.
Hah, apa tadi aku memanggilnya? "Kau mengenalku!! Hei siapa kau? kemarin aku sudah membiarkanmu mengikutiku dan sekarang kau juga mengenalku? dan bocah ini juga? sungguh aku harus melaporkanmu ke polisi."
Aku tergagap dengan jawabanku sendiri, bagaimana ini, secepat inikah aku ketahuan. "Ti-tidak, a-aku hanya menebak, aku diberi tahu penjaga warung kemarin." Alasan yang bodoh Park Jungkook.
"Ayah, aku sudah terlambat," terdengar sebuah suara kecil menyahut dengan takut di samping kami.
"Dasar menyulitkan, kau ikut denganku kita masih punya urusan di sini." Ayah berjalan di depan dengan tergesa.
...
"Jadi, kau itu siapa?"
Sekarang kami tengah duduk di halaman taman kanak-kanak Jungkook, Ayah memperhatikanku dengan serius, biasanya matanya bulat dan kadang menyipit karena tersenyum, tapi sekarang tatapannya tajam sekali, yang aku kunjungi di tahun ini betulan Ayah tidak sih? aku jadi ragu.
"Hei, jangan bengong aku sedang berbicara dengan manusia kan?"
Tidak yah, aku bukan manusia, jawabku dalam hati."Eemmm, anu aku..." Aku menggeleng frustasi, bagaimana bilangnya ya, rencanaku dari awal memang tidak berniat untuk membohonginya, tapi jika situasinya seperti ini aku harus apa.
"Ayah, kau sungguhan tidak mengenalku? apa ini bukan Ayah?"
"Jangan main-main, sekali lagi kau panggil aku Ayah aku geplak kepalamu." Ayah sudah siap melayangkan lengannya mengancamku.
"Lihat, kami mirip kan?" Aku mengeluarkan foto kecil Jungkook, dan mensejajarkannya di samping wajahku. Lalu aku tersenyum sama seperti foto itu, memperlihatkan gigi kelinciku.
Ayah terlihat sedikit terkejut, namun ia kembali menormalkan ekspresinya acuh seperti awal. "Aku tidak punya anak, jika tidak ada urusan lain aku akan pergi." Ayah beranjak untuk pergi, haruskah aku biarkan? tapi waktuku tak banyak di sini.
...
Park Jimin menatap kotak cokelat yang ia simpan di bawah kasurnya, menatap lembaran kertas dan foto, semuanya milik Jungkook, anaknya.
Seharusnya aku bisa menyayangimu, maaf Jungkook, maafkan Ayah yang tak becus.
...
Setelah percakapan tadi, aku berakhir dengan mengikuti Ayah seharian. Ia juga tidak banyak berbicara dan malah mengacuhkan aku. Aku hanya sibuk menggandeng lengan Jungkook yang tengah menunduk.
Seharian ini Ayah hanya berjalan berpindah-pindah, tadi ke toko, terus ke pasar, sekarang entah mau ke mana. Bahkan kami tidak berhenti sedikitpu, apa dia lupa dia sedang membawa Jungkook kecil sekarang.
"Hei, Park Jungkook!! ini sudah jam 7 malam, kau tidak lupa kalau kau bersama dengan anakmu sekarang?" Masa bodoh dengan sopan santun pada orang tua sendiri, aku sudah kesal dengan perilakunya.
"Jungkook belum makan sejak pulang sekolah, lihat dia bahkan masih mengenakan seragam sekolah." Jungkook kecil menarik lenganku sambil menggeleng ketakutan, ia merapalkan 'jangan om, ayah sedang pusing, jangan buat ayah kesal.' kurang lebih seperti itu bentuk bibir yang ia ucapkan.
Ayah mendengkus kesal dan meninggalkan kami, ish apa sekarang ia akan kabur?
Tak lama Ayah kembali dengan sekantung plastik transparan berisi roti dan air mineral kemasan gelas."Makanlah dengan cepat." Ayah memberikannya pada Jungkook kecil, Jungkook kecil menggeleng dengan ragu.
"Cepat makan, atau aku buang!!" Ayah kembali membentak kami, pantas saja Jungkook kecil sampai ketakutan seperti ini, sungguh Ayah sangat menyeramkan.
Jungkook kecil meraih plastik tersebut, lalu kami melanjutkan perjalanan. Aku jadi kasihan melihat Jungkook kecil memakan roti tersebut, padahal sudah seharian dan ia hanya membelikannya roti. Setelah meneguk airnya setengah, Jungkook kecil memberikannya roti yang masih tersisa lebih dari setengah pada Ayah. "Ayah, aku sudah kenyang, ini untuk Ayah." Ayah berhenti dan melihat Jungkook kecil menyodorkan roti tadi, "Dasar bocah menyebalkan, tadi minta makan, sekarang diberi makan malah menyisakannya." Ayah mendorong lengan Jungkook kecil dan membuat roti tersebut jatuh ke tanah.
Aku langsung meninju Park Jimin hingga tersungkur, aku langsung menggendong Jungkook dan membawanya untuk pulang, biarkan saja dengannya aku sudah kesal sekali saat ini.Park Jimin menyeka sudut bibirnya yang basah, ia menatap sepotong roti yang ia tolak dari anaknya.
.
.
.
.
.
.
.
tbc~

KAMU SEDANG MEMBACA
√ BANGTAN TIMELINE
Hayran KurguKumpulan cerita dengan kisah-kisah dari setiap member BTS, dengan tujuh warna cerita yang berbeda dan mereka menemani minggu-minggu kalian dengan kisah-kisah barunya. © Ramable 2018