D||05

14 1 0
                                    

Delima mencoba menerkam dinginya malam di pusat kota ini. Setelah pulang dari rumah sakit tadi, Delima  lebih memilih mendatangi sebuah Kedai yang dulunya sering di kunjunginya dan Marco. Delima duduk di pinggir kaca yang berpapasan langsung dengan jalan raya. Di sini ia dulu pernah mengukir
kenangan manis bersama Marco, di mana tempat ini menjadi tempat favorit Delima kala Marco mulai menyatakan perasaannya di tempat ini.

"Besok besok kalau keluar malam bawa jaket!" seruan itu seketika membuat lamunan Delima yang tengah asik mengusap usap pundaknya,mengarah kepada asal suara tersebut.

"Boleh duduk?" pinta lelaki jangkung sambil membuka kancing jaketnya dan menarohnya pada pundak Delima.

"Duduk aja" balas Delima tanpa ekspresi.

"lo sendiri? Doi mana?" tanya lelaki itu membuat wajah murung Delima menjadi tambah murung.

"Gue sendiri, Doi udah nggak punya" ucap Delima seselingi senyum tipis di bibirnya.

"Oh ya? kok bisa" tanya Lelaki itu basa basi sambil mengerutkan Dahinya. Delima menggeleng pelan seakan menjawab ngak apa apa.

"Zino, tumben lo ke sini?" tanya Delima heran. Hampir seriap hari Delima datang ke kedai Tea ini, baru kali ini ia bertemu dengan Zino itupun dia yang mendatangi Delima duluan.

"Loh emang kenapa?" Tanya Zino

"Ehm, nggak sih cuman gue heran aja secara lo kan tipikal cowo yang nggak terlalu hobi ke Cafe atau sejenisnya kecuali tertentu" sampai hafal kebiasaan Zino membuat Delima berani mengutarakannya di hadapan Zino secara kebetulan.

"Nggak selamanya gue nggak terlalu hobi yang namanya Cafe apalagi kedai. Apa lagi kebetulan ketemu kamu gue kayak beruntung dua kali karena tadi gue juga dapat uang 100 ribu di teras Kedai ini" ucap Zino di ikuti kekehan ringan di belakangnya.

"Apa karena kamu dapat duit sekalian ke sini buat ngehabisin uang yang kamu dapat?" Ucap  Delima tertawa sambil geleng geleng kepala.

"Iyah, karena gue juga tau lo ada di sini sedang bersedih. Tujuan gue bukan cuman mau ngabisin uang yang gue dapat, gue kesini mau ngehibur my prince yg sedang di landa kesedihan" canda Zino yang di hadiahi toyoran mentah dari Delima

"Tapi benar kan kamu lagi sedih? jangan sedih lah Del. Lupain orang yang nyakitin kamu" pinta Zino " untung ada gue yang nemenin elo disini jadi lo nggak kayak kambing kehilangan induknya deh cenguk cenguk nggak jelas" lanjut Zino

"Yakali kayak kambing kehilngan induknya" protes Delima tak terima kemudian melayangkan satu pukulan ringan kearah Zino yang dengan sigap langsung dihindari zino dengan mudah.

"oh ya, pulang gue antar yah" ucap Zino seraya meminum Matcha yang sebelumnya telah ia pesan.

Delima mengangguk sebagai jawaban karena kebetulan saat ini ia tak memiliki tumpangan untuk pulang

*****
"Thanks yah Zino, gue duluan" pamit Delima saat mobil yang ditumpanginya telah berhenti tepat di depan pagar rumahnya.

"Sama sama cinta, oh ya besok pagi gue jemput yah ke sekolah. Jangan nggak sekolah lagi aku kangen" canda Zino membuat Delima terkekeh. "Iya bawel, ya udah aku masuk yah. Hati hati kamu di jalan" pamit Delima untuk kedua kalinya kemudiam melambaikan tangannya kearah mobil sedan milikn Zino yang perlahan mulai meninggalkan kawasan rumah Delima.

Delima berjalan memasuki rumah yang nampak sepi, sebelumnya ia melihat jam di pergelangan tangannya 20:49 pm. Ayahnya sudah ada di rumah sejak 49 menita yang lalu dan Delima sudah yakin bahwa hari ini ia akan mendapat cacian atau lebih parah pukulan yang selau menjadi makan malamnya. Ia hanya berharap Dewi keberuntungan berpihak padanya hari ini, semoga sang ayah sudah tidur walau itu nampak mustahil karena ibu tirinya akan mengompori sang ayah karena salah satu hobi Tamara adalah melihat Delima tersakiti.

ceklek...

"Sial" umpat Delima saat pintu rumah enggan untuk di buka. Pastinya pintunya sudah terkunci rapat dari dalam.

"Bi, Bi sum buka pintu dong. Ini Delima" ucap Delima seraya mengetuk pintu.

Tok tok tok...

"Bi...." ucap Delima parau. Dinginnya malam dapat membuat daya tahan tubuh Delima seketika drop. Apalagi saat ini sedang mendung membuat siapa saya mungkin memilih terlelap di kamarnya dengan selimut yang tebal.

15 menit tak ada jawaban, Delima tak kuasa lagi untuk memijakkan kakindi atas ubin yang dingin. Ia bersandar di depan pintu dan perlahan merosotkan badannya hingga bokongnya menyentuh ubin putih di teras rumahnya.

Tok...tok..

"Bi sum, tolong Delima bi"

ceklekkk....

Tiba tiba pintu terbuka menampakkan seorang pria paruh baya tengah menatap Delima dengan tatapan kebencian. Delima yang semula tersandar lemah di badan pintu terlentang ke belakang karena pintu yang tiba tiba di buka.

"Pah" lirih Delima tak bertenaga

"Ingat pulang juga kamu? pantas anak gadis pulang selarut ini?" picik Erdik sambil melihat Delima yang berusaha berdiri dari tidurnya tanpa hendak membantu.

"Ini belum larut pah" elak Delima

"INI UDAH LEWAT MAGRIB DAN TIDAK SEHARUSNYA ANAK GADIS PULANG MELEWATI WAKTU MAKRIB!" ucap Erdik keras membuat Delima diam

"Maaf pah, tadi Delima dar-"

"-dari bar dan mabuk mabukan kayak gini?" Tanya Erdik yang tentu tidak benar.

"Pah! Delima nggak mabuk! kepala Delima sakit, Delima sa-"

"Yaampun Delima kamu kenapa?" tanya Tamara yang tiba tiba datang lalu membantu Delima berdiri.

"Makasih tante, Delima ke kamar dulu" ucapnya kemudian berjalan menuju kamar

"Delima apa ini cara kamu memperlakukan orang tua?" Tanya Erdik memberhentikan langkah Delima

"Delima akan menghormati mereka yang juga menghormati Delima pah, tidak semena mena dan pastinya tidak licik" ucap Delima tanpa menoleh

"pintar bicara sekarang kamu yah meski tengah mabuk!" Tuduhnya

" papah itu pembisnis sukses yang terkenal pintarnya. Tapi  papah nggak bisa bedain mana orang mabuk dan orang yang benar benar sakit" ucapnya kemudian pergi dari tempat menyedihkan itu.

Halo halo gaes...
Ketemu lagi kita😅
Semoga part ini seru buat kalian baca yah.

Maaf ngaur soalnya ini flog pertama author jadi maklum lah kalau typo di mana mana.

Bantu Dukung Author dengan cara Vote and Koment.
Salam

Verlitaelgaparanna_

DelimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang