D||13

2 1 0
                                    

Pagi yang agak suram, matahari belum juga menampakkan cahayanya barang sedikit. Begitupun hidup Delima, ahkir ahkir ini badannya mulai lemas dan wajahnya nampak pucat. Di tambah lagi kenyataan bahwa sakitnya sudah di ujung tanduk, jika tak segera di tangani lebih serius hidup Delima sudah tak menentu lagi. Bukan itu yang Delima mau? tapi sebelum semuanya berahkir, ia ingin melepaskan wanita ular itu dari sisi sang ayah agar hidupnya tenang. Prinsipnya hanya satu, membuat sang ayah sadar bahwa wanita yang dicintainya itu bermuka dua, seekor serigala berbulu domba.

"Loh non, wajahnya pucat pisan? non sakit?" Ucap Bi sum dengan raut cemas melihat anak majikannya yang nampak tak baik baik saja.

"Enggak kok bi, kepala Delima cuman pusing doang" ucap Delima seraya tersenyum kecut

"Atuh kalo begitu non Delima nggak usah sekolah dulu teh, kita ke rumah sakit aja gimana?" Ajak bi Sum membuat Delima mengeleng.

Delima menidurkan kepalanya di atas meja makan, rasa keram di kepalanya sangat menghasut jiwanya untuk tetap terduduk. Kakinya lemas begitupun anggota tubuh lainnya

"Bi, s...sakit bi" rintih Delima sambil memegang perut sebelah kirinya. Tentu hal tersebut membuat Bi sum panik bukan main langsung memanggil bantuan.

15 menit berlalu, kini Delima tengah digiring menuju ruang ICU oleh beberapa perawat.

"Eh suster stop sebentar" ucap seorang dokter cantik memberhentikan langkah sang perawat secara serempak. Dokter itu mengamati sejenak seorang yang terbaring di atas brankar

"Delima?! Bawa ke ruang HD sekarang juga saya akan menyusul" perintah dokter itu yang tak lain adalah dokter Rena. Dengan anggukan siaga, perawat itu mendorong kembali brankar tersebut menuju tempat yg di perintahkan.

"Dokter!" Seru Bi sum "Ruang HD teh apa?" tanyanya lagi

Dokter tersebut tersenyum manis "Ruang HD atau Hemodialisis adalah ruang untuk cuci darah" jelasnya "Anda keluarga Delima? sebentar baru kita bicara, Delima harus segera di tangani" ucap Dr.Rena kemudian pergi menyusul suster suster tadi.

"Cuci darah? sebenarnya non Deli sakit apa bi?" tanya Mang Aco bimbang

"Entah, bibi juga nggak paham. kayaknya sakitnya parah deh" jelas Bi sum kemudian berlari mengikut kemana arah Dokter tadi.

***
"Sakit Delima tambah parah bu, 85% ginjalnya sudah kehilangan fungsinya dan hanya cuci darah saja yang mampu membantunya hidup. Karena Delima tidak ingin melakukan Transplantasi ginjal maka dari itu saya tak bisa melakukan apa apa lagi" jelas Dr. Rena tersenyum pedih. Jika boleh jujur, Delima adalah salah satu pasien termalang sekaligus pantang menyerah yang ia temui.

"Sebenarnya sakit Non Delima apa yah Dok? kok ngomongin ginjal?" Tanya Bi sum masih bingung

Dr. Rena menghela nafas pelan sebelum bibirnya mengatakan fakta menyakitkan ini   "Ginjal kronis, penyakit mematikan yang menyebabkan 85% ginjal Delima kehilangan fungsinya dan harus rutin cuci darah sebagai pengganti fungsi ginjalnya. Juga agar darah terhindar dari berbagai komplikasi" jelas Dr. Rena panjang lebar. Bi sum dan Mang Aco yang menjadi saksi kelemahan Delima hanya diam mencerna ucapan sang Dokter.

"Gi..ginjal kronis? Astaga Dok, Delima tak pernah cerita masalah ini. Meskipun saya cuman pembantu di rumahnya, non Delima selalu terbuka kepada saya di banding pada ayahnya. Tapi kenapa toh masalah seberat ini di tutup sendiri" ucap Bi sum sedih.

"Em..kalau boleh di sarankan, kita ambil langkah serius dalam menindak lanjuti masalah ini. Saya hanya bisa menyarankan keluarga untuk mencarikan donor ginjal buat Delima sebelum terlambat" kata kata itu semakin membuat cemas perasaan kedua pesuruh keluarga AYDO itu.

"Tapi Delima selalu melarang saya untuk memberi tau hal ini kepada Ayahnya, tentu hal itu menjadi kecemasan sendiri bagi saya. Kalau boleh tau kenapa yah Delima begitu melarang saya untuk berterus terang masalah penyakitnya ini?" tanya Rena mulai melencing dari pembahasan.

"Ehm...itu saya kurang tau Dok, karena itu privasi keluarga majikan saya. Tapi kalau saya lihat lihat, semua ada hubungannya sama istri muda tuan Erdik" ucap Bi sum Sungkan, Rasanya berat untuk menuduh nyonya besarnya itu, tapi apapun resikonya yang namanya kebenaran harus di tegakkan.

"Ehh, jangan asal tuduh atuh bi, nanti nggak benar bibi bisa di pecat tanpa pesangon loh" Beo Mang Aco dari sebelah Bi Sum.

"Mang Aco emang tidak pernah lihat kelakuan Nyonya selama tuan tidak ada di rumah, saya, pa'de sama Mang Diman sudah pernah menyaksikan sendiri, waktu Delima pingsan Ny. Tamara tidak mau bawa Non Delima ke dokter,malah non Delima di tuduh Akting. Kan nggak waras" Asumsi Bi sum mengatakan Fakta yang membuat mang Aco terdiam. Jelas mang Aco kurang pengetahuan mengenai kejadian yang ada di rumah, dia supir pribadi Erdik yang pastinya akan selalu bertugas mengantarkan Erdik ke kantor.

Halo halo gaes...
Ketemu lagi kita😅
Semoga part ini seru buat kalian baca yah.

Maaf ngaur soalnya ini flog pertama author jadi maklum lah kalau typo di mana mana.

Bantu Dukung Author dengan cara Vote and Koment.
Salam

Verlitaelgaparanna_

DelimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang