Setelah di antar Zino pulang, kini Delima tiba di rumah dengan beberapa barang belanjaannya di tangannya. Ia membuka pintu kemuadian menutupnya, saat berbalik hendak menaiki tangga, Delima di kejutkan dengan kehadiran Erdik tengah berdiri di hadapannya sambil bersedekap dada.
"Lo pah, papah kapan balik?" Tanya Delima berbinar hendak memeluk sang ayah
"Jujur sama papah, apa kamu yang mencuri uang di tabungan papah Delima?" tanya Erdik menghakimi
"Me..mecuri? mencuri tabungan papah?" Tanya Delima tak mengerti
"Nggak usah sok polos, Delima ini bukti kalau kamu yang mencuri tabungan papah. Uang papah hilang sebanyak 50 juta. Kamu apakan semua uang itu" Ucap Erdik dengan nada meninggi sambil menunjuk semua paperbag yang Delima tenteng.
"Demi apa papah tega nuduh Delima yang mencuri pah? ini semua Delima beli pake uang Delima! Lagi pula Delima nggak tau pin tabungan papah!" ucap Delima Memihak dirinya.
"Kenapa papah ngak coba tanya sama istri papah? kan dia yang megang keuangan pah?" ucap Delima memincingkan mata, Erdik langsung terdiam menyadari hal itu "Kamu nggak usah tuduh mama tiri kamu! dia juga nggak tau apa apa!""Oh yah? tunggu saatnya papah akan tau semua kebusukan wanita itu, wanita yang papah cinta hanya cinta harta papah!"
Plakk..
Satu tamparan keras berhasil mendarat di pipi Delima"Kamu tidak usah fitnah istri saya! Dasar pencuri" ucap Erdik kemudian pergi dengan emosi yang belum redah.
"Dia emang pencuri pah, pencuri sekaligus penghasut dan penghancur! papah cuman liat di luarnya doang, yang nampak suci tak ternodai dosa. Di dalam pah, hatinya penuh kedengkian" ucap Delima sambil melap ingus yang mulai turun dari hidungnya.
"Delima cuman minta papah buat dengerin bukti dari Deli, tapi papah seakan menolaknya dengan alasan cape, buru buru dan pergi ke luar kota" lirih Delima kemudian pergi menenteng barang belanjaannya menuju kamar, pergi menyiapkan segala keperluan untuk besok karena perjalanan akan di mulai pukul 7 pagi.
****
Pagi menyingsing, matahari masih belum menampakkan dirinya di balik embun yang tipis. Pukul 6:25 am, Delima menuruni tangga sembari menenteng ransel berwarna hijau tosca dan satu buah tas kecil yang sepertinya khusus buat barang barang penting.
"Bi, air hangat kayak biasanya yah sama bekal buat nanti siang" pinta Delima pada Bi sum.
"Non Deli beneran mau ikut kemping? kan non Delima baru aja Vit?" tanya Bi sum sambil menuangkan air panas ke dalam botol Tupperware khusus untuk Delima di campur sedikit air dingin. Sebenarnya hal seperti ini sudah rutin bi Sum lakukan setiap pagi untuk Delima, menyiapkan sarapan yang tidak di bumbui bumbu penyedap rasa kecuali garam dan menyiapkan air hangat untuk bekal minum Delima. Ada pertanyaan yang sempat tersirat di benak bi Sum kala pertama kali Delima menintanya memasak masakan tanpa bumbu lain kecuali garam namun hal tersebut hanya di jawab 'Belajar sehat aja bi, guru penjas kami nyaranin gitu' oleh Delima. Bi sum langsung saja mengangguk mengerti, toh alasannya masuk akal. Tapi setelah ia mengetahui maksud lain dari Delima selalu meminta keperluan khusus setiap pagi, bahwa karena sakitnya Delima tak boleh mengkomsumsi sembarang makanan karena fungsi ginjalnya sudah tak dapat menyaring racun pada makanan dan darah.
"Iya bi, Deli janji deh bakal jaga diri. Tapi Deli tolong pamitin yah ke papah kalau Deli pergi" ucap Delima menerima kantong keresek yang berisikan bekalnya dari bi sum.
"Iya non, hati hati jangan sampai kecapean ya. Kalau nggak kuat jangan di paksa untuk ikut kegiatan" perintah bi sum perhatian yang hanya di acungi jempol oleh Delima. Di rumah ini, hanya Bibi Sukma alias bi sum saja yang menganggap Delima benar benar ada, yang tak pernah alpa menjaga Delima. Maka dari itu, Delima sudah menganggap beliau layaknya ibunya. Bahkan pamit saat bepergian kemana pun, ia selalu mengutamakan ART nya itu. Rasanya Delima lebih sungkan jika harus berpamitan pada ayahnya di banding bi Sum. Selama Tamara berada di dalam lingkup keluarganya, Erdik sudah tak pernah menanyakan kabar Delima, bahkan tau kalau hari ini Delima akan pergi ke puncak bogor pun tidak.
Delima menaiki mobil yang berhenti tepat di gerbang rumahnya, setelah beberapa menit menunggu mobil Zino pun datang untuk menjemputnya.
Di atas sudah ada Hana dan Zino, juga Randa. Randa adalah sepupu dari Zino yang juga adalah teman seangkatan Delima dari Xll Bahasa 3. Delima menaiki mobil dengan seulas senyum di bibirnya. Singkat cerita mobil sedan putih itupun tiba di pekarangan SMA Lentera Bangsa yang sudah di penuhi beberapa siswa/i yang tengah asik bergurau."Wahh udah rame aja ni sekolah, kayaknya mereka antusias bangat yah" ucap Hana yang tengah berdiri di depan gerbang bersama Delima, Randa juga Zino sambil menatap ke arah lapangan yang dibpenuhi siswa siswi yang tengah bercanda gurau.
"Eh Randa, lo nggak ke kelas elo?" suara Zino seketika membuat padangan Hana dan Delima menatap kearah sepupu Zino itu.
Ia nampak kikuk sambil mengigit bibir bawahnya
"Eum...gue boleh gabung sama kalian nggak? pas di puncak juga. Aku di musuhin di kelas karena Kanya. Makanya aku malas gabung sama mereka" Tutur Randa ragu membuat Zino mengerutkan dahinya"Di musuhin karena Kanya? Kenapa?" tanya Zino yang di angguk oleh Hana dan Delima.
"Kemarin Farhan pacarnya Kanya sempat chat chat gue dan kanya marah. Dia nuding gue ngerayu rayu Farhan padahal nggak" Jelas Randa menunduk menatap sepatu putih miliknya
"What?" pekik Hana.
Mata Zino nampak memerah, mengepalkan kedua tangannya. "Kenapa lo baru ngomong Ran? Awas aja si kanya gue kasi pelajaran dia" Ucap Zino ingin pergi dari tempat mereka sekarang yang dengan cepat di tahan oleh Randa.
"Kak, nggak usah. Aku nggak mau ladenin mereka, biarin mereka tau sendiri faktanya dan menyesal. Randa nggak mau lagi berurisan dengan Gengnya Kanya" Lirih Randa mengenggam erat pergelangan tangan Zino
"Lo suka di kucilkan sama mereka?" Ucap Zino masih murkah dengan intonasi sedikit tinggi. Hana dan Delima hanya mampu mengusap pundak keduanya berniat menenangkan bara api yang ada.
Randa menggeleng pelan "Randa bukan pengecut yang melawan kejahatan dengan kejahatan kak, Mungkin dengan Randa enyah dari hadapan mereka mereka akan tenang" Ucap Randa seketika membuat Zino melunak. Randa memang memanggil Zino dengan sebutak 'Kak' walau usia mereka setara tapi akan lebih sopan jika ia berbuat demikian.
"Ya udah, kamu bareng kita aja Ran, lupai mereka yang menyakiti kamu" ucap Delima seraya menatap Zino sekilas. Kata kata yang sama seperti yang perna Zino ucapkan pada Delima sewaktu di kedai tempo hari.
"Thanks ya Han, Del" ucap Randa yang di angguk keduanya.
"Perhatian perhatian! seluruh murid yang telah berkumpul silahkan berbaris di lapangan sesuai kelas masing masing. Kita akan segera menaiki Bus masing masing kelas" Tutur pak Utomo dengan nada toa nya. Siswa siswi yang awalnya berkumpul di beberapa penjuru sisi sekolah langsung berkumpul menuju lapangan dengan buru buru menuju barisan kelas masing masing.
"Ketua kelasnya tolong di cek angotanya, apsen kalau perlu" Perintah pak Utomo langsung di angguk oleh setiap pemimpin kelas.
"Hana???"
"Ada!" Ucap Hana saat namanya terpanggil
"Randa? bukannya kamu anak Bahasa kok di sini?" Protes Draco saat melihat di belakang Hana nampak Randa tengah berusaha bersembunyi.
"A..anu, Gue numpang 1 bus bareng kelas ini yah? Plisss" Mohon Randa pada Draco dengan pupy eyesnya
"Ha? nggak bisa lah nanti pak Utomo marah lagi" Ucap Draco menolak
"Ko, kasian dia. Dia ini lagi sakit dan nggak ada yang urus kalau di Bis kelasnya. Mamahnya tadi nitip Randa ke gue sama Delima, mau nggak mau kita jalanin amanah lah" Ucap Hana memberi pengertian yang yentu hanyalah kebohongan. Dengan Pasrah Draco mengangguk saja, entah lah jika berurusan dengan orang tua rasanya Draco tak mau membantah.
"Ya udah, tapi kalian harus jelasin ke pak Utomo kalau dia nanya" perintah Draco yang langsung di acungi jempol oleh Keduanya.
Halo halo gaes...
Ketemu lagi kita😅
Semoga part ini seru buat kalian baca yah.Maaf ngaur soalnya ini flog pertama author jadi maklum lah kalau typo di mana mana.
Bantu Dukung Author dengan cara Vote and Koment.
SalamVerlitaelgaparanna_
KAMU SEDANG MEMBACA
Delima
RandomTak berhak kah aku bahagia? hingga tangis selalu hadir tanpa jeda.