Bunyi monitor pendeteksi jantung menggema di penjuru ruangan, Delima yang terbaring tak sadarkan diri di atas brankar enggan membuka matanya yang sayu itu.
"Del, bangun! bilang sama kita semua siapa yang udah buat lo begini" Ucap Hana lirih.
"Kenapa ya banyak banget yang benci sama Delima? padahal Delima orangnya baik, nggak pernah buat gara gara sama orang orang" Ucap Hana membuat Randa yang ada di sampingnya meneteskan air matanya.
"Kenapa saat Delima udah sakit, masih banyak yang menyakiti dia? seakan semesta juga tak puas melihat Delima senang" Lanjut Hana.
"Udah Hana, jangan ganggu Delima. Dia lagi istirahat, biarin aja dulu dia istirahat kalau nanti udah nggak capek lagi baru dia bangun" Ucap Randa menenagkan Hana.
"Kalau dia nggak banyun bangun?-"
"Usttt, sama aja kamu doa in Delima kalau kamu ngomong kayak gitu" Ucap Randa tak suka
Ceklek...
Suara handle pintu itu membuat fokus kedua gadis mengarah padanya
"Zino" Ucap Hana tersenyum masam.
"Gimana keadaan Delima? kalian udah kabarin om Erdik?" Tanya Zino berjalan pelan kearah Hana dan Randa
Hana mengeleng pelan sambil menunduk lesu, "Kita udah berusaha hubungin om Erdik kok, tapi ponselnya nggak aktif. Kita juga udah kirim pesan tapi nggak di bales" Ucap Hana lesu.
"Kayaknya kita harus segera bawa Delima ke dokter Rena deh Zin, soalnya dokter di sini nggak ada bilang tentang kondisi ginjal Delima" Ucap Hana membujuk. "Gue akan urus tentang itu, gue juga sependapat kok sama elo" Ucap Zino.
****
kini Hana, Zino dan Randa tibah di jakarta, perjalanan di tempuh 3 jam lebih cepat.Ketiganya lebih memilih pulang terlebih dahulu dari puncak untuk mengantarkan Delima ke dokter khususnya.
Kini Delima di giring menuju ruang yang telah di sediakan dokter Rena padanya. Sedari tadi Delima belum sadarkan diri membuat Hana tambah gelisah.
"kondisi pasien bertambah buruk Dok, apa yang akan kita lakukan sekarang?" Tanya suster menunggu perintah.
"Tindak lanjuti!" Perintah Dokter Rena.
****
Berbagai macam alat menancap di kulit putih Delima, entahlah kondisi seperti apa lagi yang gadis malang itu alami. Rasanya kebahagian sudah tak pernah lagi datang di pihaknya.
"Lebih baik kalian hubungi pihak keluarga nya agar mereka juga tau kondisi Delima saat ini seperti apa" Ucap Dokter Rena memberi perintah.
Di depan ruang inap Delima kini berdiri Hana dan Zino yang masih setia menjaga Delima. Mereka tengah berbincang dengan Dokter yang menangani penyakit Delima sambil menatap narar ke arah brankar yang di tempati Delima.
"Baik dok, saya akan mendatangi rumah orang tua Delima sekarang juga" Ucap Zino yang di angguki dokter itu.
"Baik kalau begitu saya pamit untuk memeriksa pasien yang lain dulu" Pamit dokter itu meninggalkan Zino dan Hana di ruang serba putih itu.
***
Tokk...tok..tok...
"Permisi...."
Ceklek...
"Eh Den Zino, ada apa yah?" Tanya bi sum heran saat membuka pintu dan menampakkan sosok sahabat dekat dari Delima.
"Maaf bi, om Erdiknya ada?" Tanya Zino sopan.
"A..ada, ada di dalam. Ada keperluan apa yah den?" Tanya bi sum
"Ini...ini penting bi, tentang kondisi Delima" Ucap Zino agak ragu menyampaikan berita tak enak ini
Wajah bi sum langsung berubah seketika "Mari den masuk, saya panggil Tuan dulu" Ucapnya mempersilahkan. Wanita paruh baya itu berjalan cepat menaiki tangga menuju ruang kerja sang majikan, firasatnya tak enak.
"Permisi tuan, ada temen non Delima di bawah nyari tuan" Ucap Bi sum sopan saat melihat sang majikan baru saja keluar dari ruang pribadinya
Erdik mengerutkan dahi bingung "Siapa?"
"Den Zino tuan, katanya ada berita yang mau di sampaikan" Ucap Bi sum sambil melihat Erdik yang nampak santai.
"5 menit lagi saya ke bawah" ucap prian berkaca mata itu yang di angguk saja oleh bi Sum.
"Ada apa?" Tanya Erdik dengan logat kebesarannya membuat Zino yang duduk menunduk langsung gugup.
"Saya nggak mau basa basi om. Delima kritis di Rumah sakit Santa Medika, om di minta pihak rumah sakit untuk datang dan berbicara pada dokter yang bersangkutan, penyakit Delima sudah...." Zino menjeda sejenak ucapannya, di lihatnya lelaki berumur 50-an tahun di hadapannya memasang wajah tegang
"Kenapa? kenapa dengan anak itu?" Tanya Erdik dengan sorot meminta penjelasan, entahlah semenjak ia membentak Delima 2 hari lalu rasanya ia akan kehilangan anak itu. Tentu ia takut, karena walaupun ia bersikap tempramental pada gadis itu, masih ada rasa sayang seorang ayah pada anak di dalam dirinya.
"Delima, penyakitnya sudah stadium 5 om, kalau tidak segera melakukan transplantasi ginjal, nyawa Delima taruhannya!" ucap Zino sendu.
"Ini cuman akal akalan kamu saja kan?" Ucap seorang wanita berlipstik merah menor dan bedak tebal dari arah pintu, sepertinya wanita itu baru saja pulang shooping karena nampak di kedua tangannya tengah menenteng beberapa paper bag bermerk terkenal.
"Di bayar berapa kamu sama anak itu buat datang menyampaikan hoax di rumah ini? apa kamu salah satu lelaki yang sudah menidurinya dan datang kesini sebagai imbalannya?" Ucap Tamara lembut dengan nada menusuk.
"Maksud tante?" Tanya Zino mengamati wanita yang nampaknya awet muda di hadapannya "Kayaknya kita lernah ketemu deh tante, tapi di mana yah?" Tanya Zino memicingkan matanya
"Ahhh, di bar kalau tante lupa. Tante yang menggoda saya dan meminta saya bermain dengan tante, tapi sayang selera saya bukan tante tante bermulut pedas" ucap Zino mulai mengingat kejadian beberapa minggu lalu saat ia bertemu dengan Tamara di Bar terkenal di pusat jakarta, kalau Zino boleh jujur, ia memang menyukai Bar hanya untuk minum dan melepas penat, bukan melepas nafsu setan.
"Hati hati kamu kalau ngomong! kamu belum tau sedang berhadapan dengan siapa?" Ucap Erdik tak terima akan perlakuan Zino yang semena mena menodai nama istrinya.
"Om belum tau aja wanita ini om. Saya punya bukti kalau om mau itu!" Ucap Zino mebgeluarkan ponselnya. Zino memang tau kalau hubungan Delima dan mama tirinya tidak baik baik saja, maka dari itu secara kebetulan, Zino mendapat kesempatan untuk menjatuhkan wanita di hadapannya ini se jatuh jatuhnya.
"Pergi kamu dari sini! Satpam!! Usir anak ini dari rumah saya!" Teriak Tamara memanghil Satpam. Sungguh ia sangat muak melihat lelaki yang memang pernah ia goda ini.
"Nggak usah di panggilin satpam, saya juga mau cabut dari tempat keramat ini. Wajar jika Delima memang benci sama tante, sifatnya sebangsa ular" ucap Zino santai "Dan om Erdik, sekali kali dengerin saya lah om, jangan ikuti hasutan IBLIS kalau om nggak mau sesat dan menyesal" Ucap Zino mengangat kaki dari hadapan manusia yang di penuhi nafsu duniawi itu.
Gimana dengan part yang ini?
Bantu Vote dan komen karena itu sangat membantu buat author.
Selalu jaga kesehatan and #Stayathome
Salam
Verlitaelgaparanna_
KAMU SEDANG MEMBACA
Delima
RandomTak berhak kah aku bahagia? hingga tangis selalu hadir tanpa jeda.