EPILOG

370 24 8
                                    


Jujur, sebenarnya aku masih bingung dengan ending cerita ini. Masih bimbang:( maafkan author yang lama sekali updatenya.

Enjoy!

🎵 : One Direction - Little Things

_________________________________________

Kalau dipikir-pikir secara dalam, kadang takdir itu sangat tidak terduga, bukan?

Rencana yang sudah dibuat 1 tahun yang lalu atau 10 tahun yang lalu pun, jika Tuhan tidak berkehendak maka itu semua tidak akan pernah terjadi.

Aku sendiri pun tidak menyangka akan menemukan jalan takdir ku sendiri seperti ini. Ini tidak masuk akal bagiku. Tapi aku bahagia.

Aku bersyukur, sangat bersyukur. Orang lain mendapatkan takdirnya tidak seperti yang diinginkannya. Namun, bagaimana lagi mau dibuat? Toh, itu emang sudah direncanakan Tuhan, bukan?

Mungkin menurut kita itu bukanlah yang terbaik, tapi bisa saja hal 'itu' membuat diri kita menjadi lebih baik lagi untuk kedepannya.

Sejak kehilangan orang yang kusayang, aku mulai menutup pendengaranku. Aku tidak mendengar perkataan siapa-siapa lagi. Termasuk diriku sendiri.

Terkunci terus diruangan hampa dan gelap seperti tiada akhirnya. Namun, dia.

Dia membuka pintu ruangan itu dengan sepercik cahaya yang dibawanya. Dia juga tersakiti, namun kenapa kami sangat berbeda?

Bahkan hal kecil saja yang dilakukannya terhadapku, sudah membuat dunia ku kembali berwarna-warni.

Aku tidak menyangka 'hal kecil' itu sangat berharga bagiku. Rasanya seperti Euphoria.

Raut wajahnya ketika kesal, suara indahnya ketika dia bernyanyi, dahinya berkeringat akibat terlalu serius memasak. Semua hal kecil yang terjadi padanya memiliki dampak yang sangat besar padaku. Karena itu dirimu.

Dia adalah hadiah yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun. Dia membuka jalan kepadaku, menjulur tangan dan pergi bersama walaupun tidak tau apa yang akan terjadi di sepanjang jalan itu.

Tidak hanya sampai disitu kebahagiaan yang diberikannya padaku. Ketika mendengar ucapan manis itu dari bibir indahnya, aku rasa hatiku ingin meledak.

"Kamu akan menjadi ayah."


Senang, gembira, bahkan juga ada rasa takut dalam diriku.

Apakah aku bisa melakukan yang terbaik?

Namun dia menggengam tanganku dan membisik kan sesuatu ke dalam telinga ku.

"Don't be scared, you are gonna be a perfect father. I guarantee that."

Really, i don't deserve her.







"Daddy, what are you doing?"

Evans menurunkan pandangannya kebawah dan melihat perempuan kecilnya sudah memeluk kakinya dengan wajah bosan.

Dia hanya bisa tertawa dan menarik perempuan itu ke dalam pangkuannya. Memeluknya dengan sangat kuat sampai yang dipeluk pun memukul punggung ayahnya akibat sesak napas.

"Ah, maafkan ayah. Apakah kamu bosan?"

Kepala anak itu pun hanya mengangguk dengan kecil membuat Evans gemas sendiri. Ditambah lagi dengan bibirnya sedikit maju kedepan, membuat Evans ingin memeluknya sekali lagi.

"Ayah pun sibuk kali ngetik di komputer! Sampai nggak tau kalau Annie dari tadi duduk disini."

Annie memajukan bibirnya kembali, wajahnya sudah merah.

Evans hanya tertawa dengan lepas. Entah kenapa raut wajah anaknya sangat mirip dengan wanita yang dicintainya.

"Ih, kok malah ketawa sih?"

"Iya, iyaa ayah minta maaf ya."

Tiba- tiba suara jeritan menggelar dari bawah tangga. Siapa lagi kalau nggak istri tercintahnya itu.

"ANNIE! KEBAWAH CEPAT!"

Mendengar suara seperti itu pun, raut wajah Annie langsung berubah ketakutan. Ayahnya pun langsung menyadari perubahan wajah anaknya dan langsung menggendong Annie untuk turun kebawah.

"What's matter, baby?"

Evans terkejut langsung ketika melihat lantai bawah rumahnya. Mulai dari mainan hingga makanan pun semua berserakan di lantai.

"Hah...mommy udah bilang berapa kali kan? Habis main itu taruh kembali ke kotak. Habis makan itu taruh sampah ke tempatnya. Cuci tangannya. Kenapa sih nggak mau dengar mommy?!"

Annie hanya menunduk dan bersembunyi di balik punggung ayahnya.

Cukup hening di rumah itu sampai tangisan Annie pecah. Evans pun langsung memeluk putrinya dengan sayang.

"Udahlah, nanti kupanggilkan Rose untuk mencarikan asisten rumah. Biar nggak sibuk lagi kamu."

Keisya hanya memijit dahinya. "Masalahnya bukan itu. Biar dia terbiasa rapi. Aku hanya memberitahunya."

Evans menurunkan Annie dan menatap matanya seperti mata dia sendiri.

"Dengar, Annie. Janji sama daddy and mommy kalau Annie nggak berbuat gini lagi?"

Annie terus menundukkan kepalanya tidak berani menatap mata ayahnya. Evans menarik dagu Annie dan menatap kembali.

"Janji sama ayah ya?"

Evans menjulurkan jari kelingkingnya. Perlahan-lahan Annie membalas kembalinya.

"That's my girl!"

Evans mencium pipi Annie dengan sayang. Keisya hanya memutar bola matanya.

"Oops, ada yang cemburu sepertinya. Iyakan, Annie?"

Annie hanya tertawa melihat wajah ibunya. Dia merasa ibunya sama aja seperti dia.

"Sama ayah baik, kenapa sama ibu bandel?"

"Ya, iyalah orang anak daddy. Iyakan sayang?"

Annie hanya mengangguk dengan semangat.

Keisya membelalakan matanya mendengar cakap
Yang barusan keluar dari mulut Evans.

"Heh! Chris Evans yang pemalas, kok gitu ngomongnya."

"Orang sifatnya sama kek aku. Matanya juga. Lah miripnya dimana coba sama kamu?"

Terjadi lah pukulan kecil dari istrinya, Evans hanya memasang muka palsunya pura-pura kesakitan meminta perlindungan dari punggung kecil anaknya.

"Awww, hiks daddy di pukul sama mommy galak."

Annie melebarkan tangannya dengan lebar layaknya seperti ingin melindungi ayahnya walaupun punggungnya hanya sebesar paha Evans.

"Idih sok lindungin ayahmu, badan aja masih kecil."

"Idih, kampret."

"Eh! siapa yang ngajarin ngomong kek gitu?"

"Ayah."

"EVANS!"

Pelakunya hanya menelan ludahnya dengan kasar.

"Ih, mana ada kamu ini ngarang aja."

"Kata ayah kalau ada orang cakapnya bikin annie sedih, bilangin kampret aja."

"EVANS SINI KAMU!"

Hah.. i love them.



                              - The End -

Skyfall✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang