7. Meminta Izin

254 73 68
                                    

Note: Maafkan jika ada typo yang berterbangan. Maklum manusia banyak kekurangannya.

SELAMAT MEMBACA

🌻

"Kenapa lo pas marah malah gemesin bukan nyeremin? Aneh nggak, sih?"

-Dewa Junior Fajry-

•••

Sedari tadi Juna sudah meneriaki nama Dewa dan menggedor-gedor pintu toilet dengan keras. Itupun sama sekali tidak ada hasilnya karena di dalam, Dewa sengaja diam membisu.

"Woi, setan! Lo nggak apa-apa kan?"

Demi apapun, saat ini Dewa ingin melenyapkan Juna ke Sungai Amazon. Rasanya mempunyai sahabat gila seperti Juna hanya membuat hidupnya semakin gila.

"Dewa! Lo betah banget, sih, di dalam?"

Hanya satu yang ada dalam pikiran Dewa. Keluar dari toilet dan menghajar Juna yang tidak bisa diam. Orangnya cowok tapi cerewetnya kayak cewek. Enggak sekalian digabung, biar jadi cewok.

Di luar toilet, Dewi menunggu Dewa, Juna, dan Fajar seperti apa yang diperintahkan Fajar tadi. Mencoba masa bodoh dengan pandangan orang-orang karena Dewi menunggu di depan toilet cowok.

Bukan hanya itu, godaan ia dapatkan dari cowok-cowok spesies seperti Juna, tetapi ia juga mendapatkan sapaan ramah dari seangkatan dan adik kelasnya. Dan jangan lupakan cibiran dari mulut-mulut yang tidak tahu apa yang sebenarnya.

"Itu Dewi ngapain di depan toilet cowok? Keknya dia mau mesum deh."

"Serius? Tapi kayaknya enggak mungkin, Dewi nggak kayak gitu."

"Terus, ngapain dia di depan toilet cowok? Mau ngamen?"

Mengkritik boleh, tapi kalau kritikannya sama sekali bukan apa yang Dewi lakukan, apa mungkin dirinya tidak marah? Tersinggung?

"Untung bunuh orang itu dosa, kalau enggak, udah gue bunuh kalian. Sekalian gue jadiin makanan anjing tetangga," gumam Dewi kesal bukan main.

Orang lain hanya bisa mengkritik tanpa tahu apa yang semestinya. Mereka sangka ucapannya sudah benar tapi apa menurut orang yang yang ia kritik sama dengan pendapat mereka? Belum tentu, karena mereka hanya bisa mengkritik dengan apa yang mereka lihat, bukan mengkritik dari keseluruhan yang ada.

Hati-hatilah dalam berbicara, karena mulutmu adalah harimaumu. Jangan sekali-kali ucapan yang kalian lontarkan membuat hati orang lain tersakiti, apalagi kalian bilangnya hanya bercanda.

***

Perasaan Dewa mulai lega disaat perutnya tidak meminta lagi untuk membuang hajat.

Sudah dua puluh kali dirinya berdiri lalu duduk lagi dan seterusnya. Dan akhirnya itu semua tidak berlangsung lama karena perutnya kembali seperti semula.

Tangan Dewa mengarah ke kenop pintu toilet, dan membukanya. Ia terkejut bukan main, kenapa harus Juna yang ia lihat pertama kali? Tampang yang sok ganteng itu mampu membuat dirinya ingin membuang hajat lagi.

"Lo nggak pa-pa, Wa?"

"Masih sakit nggak?"

"Perut lo gimana? Apa perlu kita ke rumah sakit?"

Benar-benar rasanya ingin kembali membuang hajat mendengar kalimat sok perhatian dari Juna. Kalau itu Dewi, dirinya masih fine-fine aja. Lah ini Juna bro, dia cowok loh, bisa dibilang apa nanti. Bukan hanya ucapan yang sok perhatian itu, Juna juga memegang perutnya seakan ia adalah istrinya yang sedang hamil muda.

Dewa Dewi [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang