Cukup lama Narend terdiam, memproses apa dibicarakan dia dengan Teo dan Raja. Dia diam dan berfikir.
Narend bergerak gelisah dalam duduknya. Dia terus melihat bolak balik antara jam dinding dan handphone nya. Baru saja dia mengirimkan pesan pada Ole. Meminta Ole menemaninya makan malam. Setidaknya dia mencoba membatalkan apapun yang terjadi malam ini.
Olenya Narend
Yah gabisa a, udah janjian sama Hanan.
Aa mau ikut?Narend menahan kesalnya tentu saja melihat balasan dari Ole. Tapi tentu saja dia tidak bisa menahan harga dirinya sekarang, dia setuju untuk bergabung. Iya dia akan menjadi pengganggu, pengacau, apapun itu namanya.
Olenya Narend
Nanti ketemu disana aja ya A, jam 8an.
Aku jalan bareng Hanan dari kantor.Dan ketika waktunya Narend akan berangkat tiba tiba saja papinya menelpon dan memintanya melakukan sesuatu yang tidak bisa ditunda. Dengan nafas kasar Narend kembali ke tempat duduknya dan menyalakan komputer yang sudah sejak tadi dimatikan.
Olenya Narend
Aa nanti langsung masuk aja. Aku ga bakal pegang hp terus soalnya.Ah sial!!!
Bahkan Narend tidak bisa bertindak apa apa.***
Dengan langkah tergesa Narend memasuki cafe yang diberi tahukan oleh Ole tadi.
Sial
Dari sekian banyak kemungkinan kejadian kenapa yang sekarang ada di hadapannya adalah yang terjadi. Dia tidak tau bagaimana rasanya takut kehilangan dan sakit hati tapi sepertinya sekarang dia tau bagaimana rasanya.
Matanya melihat ke arah depan dimana Hanan sedang membuka kotak di hadapan Ole. Ole yang tersenyum lebar ke arah Hanan. Melihat Ole tersenyum seperti itu pada orang lain saja membuat hatinya sakit.
Seketika dia merasa terkhianati ketika melihat ada Raja, Sabila, Teo dan Caca yang ikut menyaksikan semuanya. Bukankah mereka sadar akan perasaan Narend pada Ole, tapi mengapa bahkan mereka tampak bahagia saat ada pria lain yang membuat Ole tersenyum.
Narend mendecih. Tentu saja mereka bahagia. Karena yang terpenting adalah kebahagiaan Ole. Dia hanya bisa tersenyum getir. Benar. Yang terpenting Ole bahagia.
Akhirnya Narend melangkah ke arah Ole dan yang lainnya. Ole menengok menyadari kedatangan Narend. Dia tersenyum lebar, sambil menunjukkan kotak yang berisi cincin itu.
"A... liat... bagus banget ya" Ucap Ole riang.
"Gercep amat lo Nan" Kata Narend berbasa basi.
"Hehe... iya pak, takut keburu direbut orang soalnya" Balas Hanan.
"Bisa aja si mulutnya" Bukan Narend, tapi Ole dan dia, Narend, hanya bisa menanggapi seadanya. Rasanya dia ingin membanting kotak yang dipegang Ole dan menggantinya dengan cincin yang ada di sakunya saat ini. Tapi tentu saja dia tidak bisa. Dia tidak akan merusak kebahagiaan Ole.
Dia merasa kalah, dia merasa tertohok dengan ucapan Hanan barusan. Dia...
Hanya bisa diam meratapi bahwa dia sudah kehilangan
Kehilangan seseorang yang begitu berarti dalam hidupnya, kehilangan sosok yang paling dia inginkan untuk menemaninya menghabiskan sisa hidupnya.
Ole sudah jadi milik orang lain, hah! Jika bisa dia rasanya ingin berteriak dan pergi saja dari sini. Tapi bagai mempermaikan hatinya. Tangan kanan Narend digenggam oleh satu tangan Ole yang bebas. Narend hanya bisa mengeratkan genggeman tangan yang nantinya harus dia lepaskan.
"Eh ayo ke atas, udah sampe" Ucap Caca memecah keheningan. Dan selanjutnya yang terjadi begitu cepat, Narend ikut ditarik oleh Ole mengikuti yang lain menuju lantai 2.
Apa yang terjadi sebenarnya.
Narend hanya mengikuti alurnya saja.