Happy reading all
Typo harap maklum.
Warning. Ada adegan ngilu dan sejenisnya, bagi yang tidak terbiasa dengan kekerasan, harap jangan membacanya. Tapi kalau penasaran, uhhh terserah lahhh :v.
.
.
.
.
.
.
.
Author POVTok tok tok
"Iyan buka pintunya." Teriak mamahnya Iyan.
"Iyan, buka pintunya. Kita bicara di luar." Kata mamahnya Iyan yang masih mengetuk pintu kamar Iyan.
"Kalau cuma mau bahas soal Iyan yang mau berhenti terapi. Mending nggak usah mahh." Teriak Iyan dari dalam.
"Iyan..."
Belum selesai mamahnya Iyan bicara sudah di sela oleh Iyan. " Apa yang buat mamah pengen Iyan lanjutin terapi nya?" Sela Iyan.
"Mamah mohon, Iyan jangan berhenti terapi yaa." Mohon mamahnya Iyan.
"Apa kalau Iyan bilang, Iyan mohon Iyan mau berhenti terapi. Apa mamah bakal setuju, kaya pertama kali Iyan setuju sama usulan mamah yang nyuruh Iyan terapi." Kata Iyan ke mamah nya.
"Sayang, Iyan boleh minta apapun tapi mamah mohon jangan berhenti terapi." Bujuk mamahnya Iyan.
"Kalau gua nggak berhenti terapi, gua minta apapun ke mamah percuma, karena pada akhirnya gua bakal lupa sama yang gua pinta." Batin Iyan.
"Ayo sayang kita bicara di luar." Pinta mamahnya Iyan lagi.
Ceklek
Iyan ngebuka pintu kamar nya.
"Ayo sayang." Ajak mamahnya.
Iyan mengangkat tangannya dan ternyata Iyan menggenggam pisau.
"Mamah setuju Iyan berhenti terapi. Atau mamah liat kematian Iyan sekarang." Kata Iyan dengan pandangan kosong menatap wajah mamahnya dengan pisau di tangannya yang siap dia hunuskan ke perutnya.
"Astaga sayang. Mamah mohon buang pisau itu. Buang pisau nya. Mamah mohon hikss..." Tangis mamahnya Iyan yang syok melihat Iyan memegang pisau di tangannya.
"Iyan cuma minta satu, mamah setuju dengan keputusan Iyan untuk berhenti terapi. Kalau mamah nggak setuju, LEBIH BAIK IYAN MATI." Iyan berteriak di akhir katanya.
"Nggak sayang nggak. Kamu tetap harus terapi, demi kesehatan dan kebaikan kamu." Kata mamahnya sambil menangis.
Iyan membuka bajunya.
"Ini yang mamah sebut demi kesehatan dan kebaikan Iyan." Iyan melihatkan bekas sayatan di beberapa bagian tubuhnya.
"Yang mamah fikir dengan menjalani terapi, Iyan bisa kembali seperti semula dengan menghilangkan sebagian ingatan Iyan. Nggak mahh, Iyan makin tertekan, Iyan makin depresi, Iyan makin, Iyan, Iyan makin kehilangan akal sehat Iyan. Iyan gila mahhhhh. Iyan gilaaa." Teriak Iyan.
"Nggak sayang, kamu nggak gila." Kata mamahnya Iyan.
"Tapi sikap mamah ke Iyan menunjukkan kalau Iyan gila, dan perlu di obati. Dengan terapi itu." Kata Iyan masih dengan pandangan kosong.
Srettt
Darah segar mengalir dari pergelangan tangan Iyan.
"Aakhhh... Sayang jangan." Teriak mamahnya Iyan.
Srettt
"Ini yang Iyan lakuin, setiap malam di saat Iyan merasa Iyan tak harus menjalankan terapi." Kata Iyan setelah menyayat lengannya lagi.
"Stop sayang, jangan lakuin itu lagi." Kata mamah Iyan memohon.
"Oke akan Iyan lakukan. Tapi apakah mamah akan membiarkan Iyan untuk berhenti terapi?" Kata Iyan sambil menyeringai.
"Mamah mohon, minta apapun asal jangan minta berhenti terapi." Kata mamahnya Iyan masih dengan pendiriannya.
Sreett
"Stop sayang, STOPPP." Teriak mamahnya Iyan. Mamahnya Iyan menghampiri Iyan.
"Berhenti. Atau mamah akan liat hal yang nggak ingin mamah liat." Ancam Iyan dengan mendekatkan pisau ke lehernya.
"Kelemahan mamah adalah, dirinya atau mamahnya sendiri." Batin Iyan.
"Mamah ingin lihat sebuah penderitaan?" Tanya Iyan sambil menyeringai.
"Hikss..." Tangis mamahnya Iyan sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali.
"Ingin melihat sebuah penyiksaan?" Tanya Iyan maju selangkah mendekati wanita tersayang nya.
"Nggak sayang, stop." Teriak mamahnya masih dengan tangis di bibirnya.
"Ingin melihat kebahagiaan yang sebenarnya?" Tanya Iyan tetap maju menghampiri mamahnya.
"Stop Iyan. MAMAH BILANG STOP." Teriak mamahnya Iyan.
Sreett sreett. Darah segar mengalir dari lengannya untuk kesekian kalinya. "Ini mahh, ini kebahagiaan yang Iyan rasakan, setelah kebahagiaan Iyan mamah renggut secara perlahan. Ini yang Iyan maksud sebuah penyiksaan, rasa sakit nyaaa. Dan ini yang Iyan sebut sebuah penderitaan. Penderitaan yang mamah ciptakan, dari keegoisan mamah dan kebodohan Iyan. Ini yang di sebut sebuah kepuasan." Seringai Iyan di akhir kalimatnya.
"Iyan sayang mamah, makanya Iyan turutin semua keinginan mamah. Untuk apa mah? UNTUK MAMAH BAHAGIA." Kata Iyan kepada mamahnya.
"Hikss..." Tangis mamahnya.
"Iyan relain semuanya, kebahagiaan Iyan, keinginan Iyan, cintanya Iyan, Iyan relain semuanya. Hanya untuk mamah." Kata Iyan lagi.
"Ini sisi lain yang mamah nggak tau dari Iyan." Kata Iyan.
"Juan lepas bangsat, lu jangan nyentuh Iyan sedikitpun. Klo lu sentuh....."
"Uhhh..." Iyan meremas kepalanya ketika mengingat sesuatu.
"Iyan." Panggil seseorang
"Ja-jangan.. jangan mendekat.. ku-kumohon.. ja-jangan mendekat."
"Iyan, ini ka Rasya."
"Astaga, uhhh..." Iyan semakin meremas kepalanya yang terasa sakit.
"Iyan, sayang kenapa?" Tanya mamahnya Iyan.
"Akhh, sakittt..." Pekik Iyan kesakitan.
"Sayang..." Mamahnya Iyan menghampiri Iyan.
"Ka Rasya, uhhh..." Tubuh Iyan merosot, mamahnya memegangi pundak Iyan.
"Sayang. Iyan bangun Iyannn." Teriak mamahnya sambil mengguncang tubuh Iyan berharap Iyan bangun.
Mamahnya Iyan langsung mengambil handphonenya dan langsung menghubungi dokter David.
"Halo dok, Iyan pingsan." Kata mamahnya Iyan setelah telpon tersambung.
"Kenapa bisa pingsan Bu?" Tanya dokter David.
"Iyan kambuh lagi." Kata mamahnya Iyan.
"Yasudah saya kirimkan ambulance sekarang." Kata dokter David.
"Baik dok." Mamahnya Iyan menutup telepon nya. Dan beberapa menit kemudian ambulance nya sudah sampai di rumah nya.
Petugas rumah sakit langsung membawa tubuh Iyan masuk kedalam ambulance dan bergegas ke rumah sakit.
.
.
.
.
.
.
.
TBC.Huhu maafkan author yang bikin Iyan jadi kaya gini.
Abisnya author kesel bgt sama mamahnya Iyan.
Sedikit bocoran, di chapter selanjutnya Iyan akan berhenti terapi, dan mulai berusaha untuk mengingat kejadian yang lalu.
Tapi malah ada seseorang yang tidak sengaja melupakan masa lalunya.
Siapakah dia?
Tunggu di chapter selanjutnya yaaaaaa.
See you~
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate Line (RASYA & IYAN)
RomanceIyan ga nyangka bakal berurusan sama ketua OSIS nya, dan dia ga nyangka klo ketua OSIS nya ga sebaik yg dia kira, hidup Iyan mulai di ganggu sama ketua OSIS nya. Dan yg labuh parah lagi, katua OSIS nya ngejadiin Iyan pacar.