14. Belum Berakhir

3.5K 360 28
                                    

Vote! Vote!

***

Zaire melangkahkan kakinya keluar dari bumi perkemahan itu, saat melangkah entah mengapa hawa di luar sangat sejuk tidak seperti di dalam tadi.

Zaire merasa hutan ini memiliki benteng sendiri yang membuat hawa di dalam berbeda dengan di luar.

"Ayo Zai ke bus," ajak Vanes. Setelah itu Zaire pun mulai berjalan menuju bus.

Sesampai di dalam bus Zaire kembali duduk bersama Nando seperti awal mulai kemarin dia berangkat di hutan ini.

"Zai, lo laper?" tanya Nando kepada Zaire.

"Lumayan."

"Mau?" tanya Nando menawarkan pop mie yang ada di dalam tasnya itu.

"Air panasnya?"

"Zan lo tadi pagi jadi kan ngisi air panas di tremos lo?" tanya Nando kepada Zazan yang ada di belakang.

"Iya kenapa?" jawab Zazan.

"Masih banyak kan?"

"Masih, kan gue bawa tremos yang besar"

"Minta dong, gue mau buat Pop Mie, laper gue."

"Ya sini," ucap Zazan.

Nando pun mulai berdiri, dan berjalan menuju Zazan mengambil tremos berisi air panas itu. Setelah Nando mendapatkan tremos tersebut dia pun mulai kembali menuju tempat duduknya, dan mulai menyiapkan Pop Mie yang akan mereka makan.

Sementara bus mulai melaju meninggalkan hutan itu. Zaire terdiam, dia hanya berfikir tentang firasatnya sekarang masih saja buruk tentang Chesi.

"Nih makan," ucap Nando memberikan pop mie tersebut yang sudah jadi itu kepada Zaire.

"Makasih," ucap Zaire yang menerima mie itu dan mulai memakannya.

"Wah wah, gue juga laper nih," ucap Vanes yang mencium bau mie milik Zaire dan Nando.

"Yes, gue juga belum makan," angguk Gisel.

"Masih punya mie gak lo, Nan?" tanya Brahma kepada Nando.

"Tinggal lima."

"Mau gue," ucap Brahma.

"Nih ambil aja di dalem tas gue," ucap Nando melempar tas satunya berisi makanan kepada Brahma.

"Asik, makan-makan."

"Gue juga mau," ucap Vanes.

"Van gue bawa juga nih" ucap Gisel yang memberikan pop mie miliknya kepada Vanes.

"Aaa makasih, Zan minta airnya dong," ucap Vanes yang kemudian berjalan menuju Nando dimana Nando yang menyimpan tremos tersebut.

Seluruh dalam bus mulai ribu akibat bau mie milik Zaire dan Nando, mereka pun mulai berbagi mie satu sama lain dan air hangat yang mereka bawa. Zaire tersenyum menatap siswa-siswi teman kelasnya itu dimana kekompakan selalu tetap terjaga.

Ting!

Zaire membuka ponselnya, dua puluh pesan lebih masuk dari ibunya sejak kemarin malam, Zaire menggelang pelan menatap pesan dari Arisa yang sangat khawatir pada dirinya.

"Udah ada sinyal, Zai?" tanya Nando yang diangguki oleh Zaire.

"Udah baru aja," jawab Zaire yang kembali menatap ponselnya.

Arisa
Pulang jam berapa zai?

Zaire
Jam sembilan sampe bund mungkin, maaf bales lama, baru ada sinyal

Arisa
Oke, mama bakal jemput nanti jam 9

Read

Zaire mematin ponselnya, kemudian melanjutkan makannya. Sendari tadi tatapan Zaire terus mengarah pada jalanan luar dari jendela bus hingga mie yang dia makan habis tak ada yang tersisa.

Zaire yang merasa perutnya sudah kenyang dia pun mulai menutup kedua matanya dan terlelap dalam tidurnya. Sedangkan Nando yang memperhatikan Zaire sendari tadi dia hanya bisa menggeleng tersenyum saat Zaire sekarang tertidur, sifat Zaire mirip seperti anak kecil saja.

"Kaya anak kecil," gumam Nando menggeleng pelan.

Dua jam kemudian, bus sudah terparkir di halaman sekolah, Zaire pun mulai terbangun dari tidurnya dimana dia tertidur di pundak Nando sendari tadi.

"Udah tidurnya?" dingin Nando yang membuat Zaire menjauhi Nando.

"Maaf, aku gak sadar," ucap Zaire menggigit bibir bawahnya.

"Udah santai aja. Yuk turun udah sampe," ucap Nando yang berdiri dari bangkunya diikuti oleh Zaire.

Semuanya pun mulai keluar dari bus tersebut menuju halaman sekolah untuk berkumpul melakukan absen. Nando pun melakukan absen pada anggotanya. Setelah semuanya sudah ada dia pun mulai melapor kepada salah satu panitia.

"Pulang boleh kan?" tanya Vanes.

"Boleh, kan udah selesai," jawab Gisel.

"Bang Nan, ayo pulang," teriak Vanes kepada Nando yang sedang berjalan menuju dirinya.

"Zai lo pulang sekarang?" tanya Gisel kepada Zaire.

"Iya, bunda kayaknya udah jemput deh," jawab Zaire.

"Yaudah yok kedepan," ajak Gisel yang diangguki Zaire, "O iya. Ayo Ches
mungkin mama lo juga udah jemput," sambung Gisel yang mengandeng tangan Chesi.

Sesampai di depan gerbang sekolah, Zaire tersenyum menatap Arisa yang berdiri di depan mobilnya sambil menggunakan kaca mata hitam. Zaire pun mulai berlari menuju Arisa setelah berpamitan dengan Gisel dan Chesi yang berada di depan gerbang menunggu jemputan.

"Ini kepala diperban kenapa?" tanya Arisa menatap kepala Zaire yang masih diperban akibat kejadian jerit malam saat itu.

"Kejedot pohon, Bund," bohong Zaire yang membuat Arisa menggelenh pelan.

"Itu temen kamu, Zai?" tanya Arisa yang diangguki oleh Zaire. "Suruh aja bareng kita," ucap Arisa.

"Gisel, Chesi ayo bareng aku aja," ucap Zaire yang membuat Gisel dan Chesi berjalan menuju Zaire.

"Apa zai?"

"Dijemput jam berapa kalian?" tanya Arisa.

"Tadi bilangnya jam sepuluh," jawab Gisel.

"Masih satu jam, bareng tante aja gimana?" tawar Arisa.

"Boleh tante?" tanya Gisel.

"Boleh dong, tapi rumahnya dimana?"

"Deket kok tan,"

"Kalau yang satunya?" tanya Arisa menunjuk Chesi.

"Turunin aja di rumahku, Tan, soalnya rumahku sama Chesi cuman komplek sebelah, nanti biar aku antar sendiri" ucap Chesi.

"Ohh gitu. Yaudah masuk, Tante antar," ucap Arisa yang kemudian diangguki oleh semuanya.

Saat masuk Arisa terdiam menatap kaca di hadapannya, dia menatap Chesi melalui kaca itu. entah mengapa tangannya gemetar menatab Chesi yang sekarang sudah sangat pucat.

"Bund, berangkat ayo" ucap Zaire yang diangguki Arisa.

Arisa pun mulai melajukan mobilnya meninggalkan sekolah Zaire. Zaire menatap Arisa datar, ibunya tidak pernah setegang ini di dalam mobil, bahkan bisa dibilang jika Arisa di dalam mobil dia akan terus bernyanyi atau menanyakan sesuatu hal pada orang yang ada di dalam mobil.

"Bunda gak papa?" tanya Zaire menatab Arisa menyelidik.

"Ehh gak papa Zai," senyum Arisa kikuk. "Ohh ya, gimana camping kalian? Seru kah?" tanya Arisa yang membuat Zaire mengangguk saja.

"Tante kalau boleh nanya umur tante berapa yah?" tanya Gisel Kepada Arisa.

"Udah tua, Sel," jawab Zaire tertawa.

"Tapi keliatan muda," ucap Gisel.

"Kamu pikir bunda aku muda? Gini gini umurnya udah 45 tahun" tawa Zaire.

"Masak sih?" tak percaya Gisel.

"Gini-gini tante udah punya anak dua" ucap Arisa.

"Ahh beneran tan? Jadi Zaire punya saudara lagi?" tanya Gisel.

"Iya dia punya kakak," ucap Arisa.

"Laki laki tan?"

"Iya."

"Sekarang dimana?"

"Sekolah luar negeri di sana."


"Kelas berapa tan?"

"Masih kelas 12."

"Wih baru tau gue, Zai kalo lo punya kakak," ucap Gisel.

"Zaire aja kadang lupa," sahut Arisa yang diangguki Zaire.

"Lah kenapa busa lupa?"

"Jadi kakak aku itu dari kecil udah sama tante aku di luar negri, ya ketemu cuman dua tahun sekali, wajar dong kalau lupa," tawa Zaire.

"Tapi kalau ketemu suka berantem mulu juga," jawab Arisa.

"Dari kelas berapa, Zai kakak lo ikut tante lo?" tanya Gisel.

"Sejak SD kelas 2," jawab Zaire.

"Wajar dong Zaire kadang lupa toh juga anaknya pelupa," jawab Arisa.

Semuanya tertawa kecuali Chesi mendengar ucapan Arisa. Sedangkan Arisa yang sendari tadi mengawasi Chesi dengan kaca hadapannya hanya bisa menghembuskan nafas prihatin dengan keadaan Chesi sekarang.

Setengah jam kemudian setelah Arisa dan Zaire mengantar Gisel dan Chesi di rumahnya. Akhirnya Zaire pun sampai di rumahnya. Arisa memarkirkan mobilnya di garasi rumahnya. Setelah mobil terparkir Zaire mulai keluar dari mobil dan berjalan masuk menuju kamarnya dengan membawa dua tas di tangannya.

"Non biar bi Dian bawa tasnya," ucap Bi Dian Saat Zaire menaiki tangga kamarnya.

"Makasih bi, biar Zaire aja," senyum Zaire yang kemudian berlari menuju kamarnya.

Ceklek!

Sesampai di kamar. Zaire menutup pintu kamarnya dan mulai berlari menuju kasurnya dan berbaring di kasurya itu. Saat berbaring, Zaire tersenyum menatap langit-langit kamarnya yang di penuhi bintang-bintang hiasan di atas, Zaire sangat rindu dengan kamarnya itu.

"Seneng banget yah udah pulang?" tanya sedeorang di ambang pintu.

Zaire menatap perempuan paruh baya yang berada di ambang pintu kamarnya, tersenyum menatab Zaire yang yang sedang terbaring di kasurnya.

"Kapan bunda buka pintu?" tanya Zaire bingung pasalnya dia tak mendengar jika suara pintu kamarnya dibuka.

"Baru aja."

"Kenapa, Bund?"

"Nih Bi Dian buatin kamu bubur, dimakan! Jangan dibuang, mubazir!" tajam Arisa melatakkan semangkuk bubur di meja samping kasur Zaire.

"Siapa juga yang mau buang," ucap Zaire datar.

"Trus minggu lalu siapa yang buang mie goreng di sampah belakang?" tajam Arisa.

"Mienya lembek, bund, yaudah Zaire buang," ucap Zaire.

"Alesan! cepet makan jangan sampe asam lambung kamu kumat lagi, kasian perutnya!" tajam Arisa yang kemudian keluar dari kamar Zaire.

Zaire menghembuskan nafas berat, dia pun mulai mengambil mangkuk berisi bubur itu, berjalan menuju balkon kamarnya, dan duduk disalah satu bangku di balkon, lalu memakan buburnya itu.

"Chesi," gumam Zaire mengingat wajah terakhir Chesi yang sangat pucat tadi.

"Chesi kenapa?" tanya Niken yang tiba-tiba berdiri di samping bangku Zaire.

"Aku gak tau," geleng Zaire yang memakan kembali buburnya itu.

"Kepala kamu kenapa?" tanya Niken menatab kepapa Zaire yang masih diperban itu.

"Kejedot pohon," bohong Zaire.

"Bohong" Ucap Niken menatap tajam Zaire.

Zaire menelan ludah menatap wajah Niken sekarang, entah mengapa bulu kuduknya merinding saat melihat Niken menatap tajam dirinya itu.

"Itu emm, kemarin itu penghuni hutan itu ngajak tempur aku," ucap Zaire gugup.

"Ngejedokin kamu ke pohon?" tanya Niken yang dianggukin Zaire.

"Kok Niken tau sih?"

"Aku bisa melihat kejadian itu di wajah kamu," ucap Niken membuat Zaire menatap malas Niken, dia sudah menduga itu.

Namun tak lama tatapan Zaire kini beralih pada luar balkon menatap Bi Dian yang keluar dari rumahnya. Melihat Bi Dian tangan Zaire bergetar begitu melihat mobil dari jarak jauh jalanan depan rumahnya melaju dengan kencang.

Zaire meletakkan mangkuknya di meja hadapannya dan mulai berlari keluar kamarnya untuk menghampiri Bi Dian yang ingin keluar dari halaman rumah.

"Zaire mau kemana?" tanya Arisa melihat Zaire yang berlari keluar dengan cepat.

Zaire tak menjawab ucapan Arisa, dia pun mulai keluar, dan berlari menghampiri Bi Dian. Zaire melihat Mobil tadi yang tak jauh dari Bi Dian yang hendak menyebrang jalan menuju rumah Bu Lastri, dengan sigap Zaire pun menarik tangan Bi Dian kembali hingga terjatuh di trotoar jalan bersama Zaire. Saat mereka jatuh tepat saat itu juga mobil tadi pun melintas dengan kecepatan tinggi yang membuat Bi Dian terdiam Syok saja hal yang akan menimpanya tadi.

"ZAIRE!" Panik Arisa melihat Zaire yang terjatuh di trotoar bersama bi Dian.

Zaire terdiam mendengar teriakan Arisa. Tubuh Zaire kaku dia pun mulai menutup kedua matanya hingga tak sadar diri dengan keadaannya sekarang.

***

Jangan lupa follow akun wattpad
And
Instagram @arellzhr_

INDIGO GIRL [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang