18. Chesi

3.4K 374 15
                                    

Vote dulu!

***

Kini Zaire berada di hutan itu lagi yang kemarin dirinya pergi camping bersama sekolahnya. Zaire terdiam, dia sangat bingung karna yang dia ingat terakhir kalianya dia berada di rumah dengan Bundanya. Tapi mengapa dia sekarang berada di hutan ini lagi? Apakah ini mimpi? atau ini penglihatan untuknya? Zaire tak tau pasti tentang hal itu.

Zaire pun terus mencari jalan keluar untuk pergi dari hutan itu, tapi sama saja tidak ada jalan keluar di sini. Namun entah mengapa di dalam lubuk hatinya, Zaire percaya pasti ada jalan keluar dari hutan ini.

Saat Zaire mencari jalan keluar, langkahnya kakinya tiba-tiba berhenti mendengar suara jeritan seseorang minta tolong yang suaranya tak asing di telinga Zaire. Zaire yang mendengar suara itu langsung mencari dimana sumbernya.
 


Setelah beberapa lama Zaire mecari-cari asal suara tersebut, Zaire pun terhenti di depan pohon besar itu, pohon dimana perempuan noni belanda itu bunuh diri disini. Bulu kuduk Zaire pun langsung berdiri seketika, ini sangat sangat merinding saat melihat pohon itu di malam hari seperti ini. Zaire yang merasakan hawa disana sangat aneh, dia pun mulai menutup kedua matanya perlahan.

Setelah lama berdiri di pohon itu dengan mata yang tertutup, Zaire pun membuka matanya, dan saat kedua mata terbuka, Zaire melihat yang tadinya hutan sangat lebat sekarang terlihat sebuah hutan yang penuh dengan 'mereka'.
 
"Apa bener ini alam mereka atau lebih tepatnya dimensi mereka??" gumam Zaire dengan tubuh yang gemetar.
 
Ya, memang ini alam mereka. Saat Zaire melangkahkan kakinya, Zaire mendengar suara itu kembali, dan dia pun mulai mendekat. Tak lama setelah Zaire cari asal suara itu, Zaire melihat pintu warna merah di depannya yang terdengar suara itu dari dalam pintu itu. Saat Zaire buka pintu itu, Zaire terkejut melihat Chesi yang ada di sana dengan tubuh yang penuh rantai pengikat, dan tak hanya itu Zaire melihat juga Noni Belanda itu sedang menertawakan Chesi. Zaire pun mendekati Chesi perlahan dan mulai memanggilnya.

"Chesi!" panggil Zaire, namun tidak dijawab Chesi.
 
Zaire terus memanggil Chesi berulang kali namun saja Chesi tidak menengok ke arah Zaire. Ya, sekarang Zaire tau. Jika ini hanya penglihatan saja. Tak lama hantu belanda itu pun membawa sebuah pecut, dan pecut itu pun memecut tubuh Chesi yang membuat Zaire terkejut apa yang dialami oleh Chesi.
 
"CHESI!" teriak Zaire yang terbangun dari tidurnya dengan nafas yang tidak teratur.
 
"Zai, kamu kenapa?" panik Arisa yang berlari kemudian memeluk Zaire cepat saat mendengar triakan itu dari ruang sebelah.
 
"Bunda Zaire takut," ucap Zaire yang mengeratkan pelukannya.
 
"Sejak kapan kamu takut gini?" tanya Arisa kepada Zaire. Namun Zaire tidak menjawab pertanyaan Arisa, malah dia hanya terdiam dengan tubuh yang masih gemetar. "Yaudah sekarang mandi, sekarang sekolahkan? Hari senin ini gak bolehh telat,"sambung Arisa yang melepaskan pelukannya begitu juga dengan Zaire. Zaire mengangguk sebagai jawaban dia pun mulai berjalan menuju kamar mandi kamarnya itu.

Beberapa menit kemudian, Zaire keluar dari kamar mandi dan mulai berdandan di depan cermin riasnya, dengan keadaan cemas dengan penglihataannya tadi pagi.
 
"Hai!" sapa Zaire yang melihat Niken di pantulan kaca.
 
"Kamu baik?" tanya Niken yang melihat wajah Zaire yang begitu cemas.
 
"Aku takut kalau Chesi benar-benar di bawa oleh Noni itu," ucap Zaire yang menatap Niken seolah olah berranya apa yang harus dia lakukan sekarang.
 
"Tenang, Re, sekarang kamu makan dulu. Bunda pasti nungguin kamu di bawah."
 
Zaire mulai ke luar dari kamarnya menuju ke bawah dengan membawa  tasnya, dan menuju meja makan dimana sudah ada Arisa disana yang sudah menunggunya sesuai ucapan Niken.
 
"Ini makan dulu," ucap Arisa yang memberikan sepiring nasi dan juga lauk pauk kepada Zaire.
 
"Makasih Bun" senyum Zaire yang memakan lahap makanan dihadapannya itu.
 
Setelah sarapan. Zaire pun membuka handphonenya untuk melihat pesan-pesan yang menumpuk sampai tadi malam. Namun, belum sampai Zaire buka semua, Arisa langsung menyakan sesuatu pada Zaire yang membuat Zaire mematikan ponselnya.

"Kamu mau pakek mobil sendiri, Apa Bunda antar?" tanya Arisa kepada Zaire yang sekarang sudah duduk di sofa ruang tamu.
 
"Kata ayah, Zaire gak boleh bawa mobil sendiri, Zaire kan belum umur 17 tahun," ucap Zaire dengan santai.
 
"Ya udahh. Yuk kita berangkat," ucap Arisa yang langsung ke garasi disusul oleh Zaire dari belakang.
 
"Bi Dian, Zaire sama bunda berangkat!" teriak Zaire lantang.
 
"Siap Non!"
 
Setelah mereka duduk di mobil, Arisa pun mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tak hanya itu Arisa pun juga tidak lupa memakai kaca mata hitam seperti biasanya agar wajahnya tidak terlihat sesuai dengan keinginan Zaire.

Sepuluh menit kemudian. Tepat pukul 06.45, mereka pun sampai di depan gerbang sekolah Zaire. Zaire pun turun dari mobil dan belum sempat bersalaman oleh Arisa, Zaire pun di hampiri oleh Vanes dan Gisel. Mereka berdua menghampiri Zaire dengan wajahh yang sangat panik.
 
"Zaire!" panggil Vanes yang menghampiri Zaire.
 
"Iya kenapa?" tanya Zaire yang kebingungan begitu pun Arisa yang turun dari mobil menghampiri mereka bertiga di luar.
 
"Kenapa lo gak angkat telepon gue" tanya vanes geram.
 
"Maaf handphone aku matiin. Memangnya ada apa?" tanya Zaire bersalah.
 
"Itu chesi pingsan gak bangun-bangun dari tadi, gue kawatir," ucap Vanes yang memperlihatkan wajah cemasnya begitu juga dengan Gisel.
 
"Beneran? Ya udah ayuk kesana!" ucap Zaire yang menggendong tasnya.
 
"Bunda boleh ikut?" tanya Arisa kepada mereka bertiga.
 
"Gak papa tante, ayo!" ucap Vanes yang kemudian lari disusul Zaire, Gisel dan juga Arisa dari belakang.
 
Saat mereka sampai di depan kelas Zaire, banyak siswa yang sudah mengrubungi Chesi. Semua siswa-siswi bertanya mengapa tidak di baringkan di Uks? Ya, itu karna kunci UKS di bawa oleh Bu Lusi, dan kebetulan Bu Lusi pun belum datang.
 
"Permisi" ucap Zaire kepada seluruh siswa yang mengrubungi tubuh Chesi.
 
Saat Zaire dan lainnya mulai mendekat di tubuh Chesi. Arisa yang melihat tubuh Chesi pun perlahan mundur dari rombongan itu. Zaire pun bingung dengan sifat Arisa yang mundur tiba-tiba saat melihat tubuh Chesi itu. Tapi Zaire mengacuhkan hal itu, dia pun mulai fokus kepada Chesi.

Arisa Pov

Aku pun berlari menuju depan kelas Zaire. Dan saat seluruh siswa mengrubungi tubuh Chesi, aku pun mulai curiga dengan kejadian yang menimpaku beberapa puluh tahun yang lalu.
 
"Permisi" ucap Zaire yang memasuki rombongan yang mengrubungi tubuh Chesi dan juga di ikuti oleh aku, Gisel dan Vanes.
 
Saat aku melihat tubuh Chesi, tubuhnya sangat pucat seperti mayat. Aku pun terkejut dengan kejadian itu yang sama seperti kejadian yang menimpa diriku beberapa tahun yang lalu. Ku langkahkan kaki ku kebelakang dan mundur dari gerombolan orang orang itu, saat mundur ku lihat semua guru baru datang  panik melihat keadaan Chesi.

  "Ini kejadian seperti tahun lalu," ucap salah satu siswa yang terdengar oleh telingaku.
 
Saat langkah kaki masih berjalan di belakang,tak sengaja aku menabrak Ana, gadis smp yang berada di belakangku, dan menatab ku dengan tatapan tajam. "Arisa kamu mau biarin kejadian seperti ini terus terulang di sekolah ini?" tanya Ana kepadaku.
 
"Tidak akan ku biarkan Arumi mengambil Chesi, akan ku telfon fany setelah ini," sahutku dengan wajah tanpa ragu ragu.
 
"Aku akan bantu kamu," ucap Ana tersenyum, aku pun mengagguk sebagai jawaban, setelah itu lari aku pun mulai berlari menuju tubuh chesi yang akan di angkat oleh guru menuju UKS.

Arisa Pov End.

INDIGO GIRL [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang