04-Soulmate

1.5K 146 5
                                    

"Ini buku dairy siapa?!"

Dunk, teman satu bangku Nanon yang tengah asyik membaca bukunya di samping Nanon terlonjak kaget dengan teriakan Maprang di depan kelas sebelum akhirnya kembali fokus dengan buku fiksinya. Sedangkan omega manis disebelah Dunk hanya menatap teman satu bangkunya malas.

Maprang mengangkat tinggi-tinggi bukunya, "Ini buku siapa? Gue kemarin nemu ini kegeletak di belakang kelas! Gak ada namanya!" Seru Maprang sekali lagi membuat Chimon akhirnya maju menghampiri Maprang yang tengah berdiri di depan kelas.

Chimon, Maprang, dan regu piketnya itu sebenarnya telah mengetahui pemilik dari buku harian tersebut, namun mereka hanya berlagak tidak mengetahui hal tersebut, untuk mengerjai Nanon sedikit.

"Logonya kaya gue kenal..." Gumam Chimon agak keras seraya memeriksa buku tersebut sehingga membuat Nanon ikut penasaran. Tak hanya Nanon, satu kelas 7B itu juga ikut penasaran, ruanganpun menjadi hening.

Kemudian omega tengil itu melirik Nanon, "Triple N itu logo punya lo, kan?"

Glup

Nanon menelan salivanya berat, ia mengangguk kaku, sementara Chimon berjalan kearahnya membawa buku yang dua hari ini dicarinya.

"Eung...bukunya gak dibuka-buka, kan?" Tanya Nanon kikuk. Chimon melirik teman-teman satu regu piketnya lalu terkikik, "Tanya sama Ohm coba," ujar Chimon, Nanon melirik Ohm bingung.

Sementara yang ditatap hanya menyeringai tipis pada Nanon, lalu kembali asyik mengerjakan tugas dari guru yang tidak bisa hadir. Nanon menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, melempar kasar buku hariannya itu.

Chimon menepuk bahu temannya sedikit keras, "Gak usah malu...dia single, kok! Kalian bisa diem-diem," bisik Chimon sesaat sebelum terkena tendangan di pantatnya, tentu saja oleh Nanon, siapa lagi?

❤❤❤

"Hari ini kita penilaian harian, biar saya aturkan tempatnya,"

Semua siswa kelas 7B itu menegang, bu Mook adalah guru omega yang cenderung galak. Seperti kata orang 'omega itu tak pernah salah, guru matematika pasti galak' pikirkan jika seorang omega menjadi guru matematika.

"Tontawan, Naravit, Wachirawit, bangun, pindah duduk ke barisan paling kanan. Maprang, Tanapon, Meira, Natcha, Asnee..."

Nanon menghela napasnya kasar, bukannya khawatir tak bisa menyontek, Nanon tidak pernah menyontek saat ujian maupun penilaian, tetapi ia khawatir jika...

"Dari barisannya Korapat kedepan, pindah duduk sama barisannya Pawat"

"Cie..."

Bu Mook mengerutkan keningnya bingung, "Kenapa ini? Kok cia-cie?" Tanya bu Mook penasaran pada siswanya.

"Pawat sama Korapat, bu!" Celetuk Perth yang duduk di pojok paling belakang.

Bu Mook menatap Nanon yang masih berdiri di sebelah meja Ohm, meja yang tersisa karena teman barisannya telah duduk di kursi yang lain, "Kenapa kalian? Gak pacaran, kan?"

"On the way, bu!" Celetuk Chimon yang langsung dipelototi Nanon.

Bu Mook melirik tajam Nanon dan Ohm, "Kalian gak pendekatan, kan?" Tuding bu Mook. Sementara Ohm tersenyum manis, "Enggak kok bu, kita enggak pacaran, tapi nanti kalo udah lulus, orang tua saya sama saya mau langsung ngasih mahar ke Korapat,"

"Cie!" Lagi, sorakan dari teman satu kelas Nanon itu kini membuat wajah omega itu memerah padam. Belum lagi ujaran Ohm yang sangat blak-blakan.

Guru matematika itu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Yaudah, asalkan jangan pacaran sekarang, kalian tau, kan? Dilarang pacaran!"

"Iya bu!" sahut seluruh siswa kelas 7B, bu Mook mengangguk puas, ia melirik Nanon dengan satu alis yang diangkat, membuat Nanon sedikit bergidik, "Tunggu apa lagi? Duduk! Biar bisa cepet selesai" titah bu Mook cuek.

Disaat Nanon hendak protes, namun bu Mool segera menyela, "Gak ada protes, itu bangku yang sisa cuma di sebelah Pawat, kalo gak mau duduk sama dia, berarti nilai mu satu tahun ini saya kosongin," dengan ancaman begitu, mau tak mau Nanon harus duduk dengan Ohm, orang yang disukainya diam-diam. Atau mungkin Nanon belum mengakuinya.

🔥🔥🔥

Jam pelajaran matematika selalu menegangkan, namun keberuntungan bagi kelas 7B yang mendapatkan pelajaran olahraga setelah pelajaran matematika yang mana ada pak Singto sebagai pengajar.

Pak Singto adalah pribadi yang santai namun tegas, paras yang rupawan menambah kesan menarik untuk seluruh siswa omega dan beta perempuan.

Meskipun di dalam pelajaran terbilang santai, namun pak Singto adalah orang yang tepat waktu. Di awal pembelajaran beberapa bulan yang lalu, pak Singto selalu membuat kesepakatan yang harus dipatuhi, salah satunya adalah waktu berganti pakaian. Waktu yang disepakati adalah sepuluh menit. Makadari itu, Nanon dan seluruh temannya telah berbaris rapi menggunakan seragam olahraga khusus Kauriyakul di tengah lapangan bersama pak Singto.

"Kaya yang kalian lihat dari kelas lain, hari ini kita bakalan main Rounders, saya juga sudah minta kalian buat baca materinya, kan?" Semua siswa mengangguk menjawab pak Singto, "Iya pak!"

Pak Singto mengangguk, "Baik, kalo gitu..." pak Singto menelisik siswa kelas 7B, "Ohm! Silahkan jelaskan apa itu Rounders!" Titah pak Singto.

Ohm mengangguk mantap, "Rounders adalah salah satu jenis permainan olahraga memukul bola yang dimainkan oleh dua tim. Bola yang digunakan salah satunya adalah bola kasti," jelas Ohm lantang. Pak Singto mengangguk puas, "Ada yang mau nambahin?"

"Saya, pak!" Nanon menangkat tangan kanannya tinggi-tinggi, "Selain itu, Rounders adalah kegiatan memukul bola kecil, keras, dan berselubung kulit dengan tongkat kayu, plastik, atau logam yang ujungnya bulat," jelas Nanon menambahi.

Pak Singto menatap siswanya, "Ada tambahan lagi?" Semua terdiam, namun ada beberapa siswa yang menjawab 'tidak' sehingga pak Singto yang bergantian untuk menjelaskan memberi pemahaman agar siswanya mengerti "...Jadi sampe situ paham?"

"Paham, pak!"

"Oke! Kalo udah paham, sekarang kita main! Alpha, beta, sama omega di kelas kalian jumlahnya sama, kan?" Beberapa siswa mengangguk menjawab pak Singto.

"Sekarang bapak mau...semuanya kumpul ke gender masing-masing, abis itu kalian berhitung satu dan dua dalam satu regu. Misalkan nih, coba kalian berkelompok dulu" seketika semua siswa berkelompok sesuai gendernya menuruti arahan yang paling tua, "Nah, misalkan nih Ohm, kamu..."

"Alpha, pak,"

Singto menangguk "Oke, Ohm alpha, satu, terus Joong, alpha, dua, terus lanjut Asnee, Alpha, balik lagi ke satu, gitu seterusnya sampe habis, kalo udah paham, setiap kelompok, coba berhitung,"

Pak Singto mengamati semua siswanya yang sedang berhitung hingga selesai, kemudian ia memastikan semua siswanya mengingat nomor yang mereka sebutkan, "Kalo udah, yang tadi dapet nomor satu, kumpul di kanan saya, yang nomor dua kumpul di kiri saya,"

Semua siswa kemudian akhirnya berkumpul sesuai nomor yang mereka sebutkan tadi, mereka mendapatkan empat beta, empat alpha, dan tiga omega.

"Ciee Nanon!"

Astaga! Nanon rasanya ingin melebur saja atau menjadi asisten bu Mook yang galak itu. Asalkan tidak berada di dalam satu kelompok dengan Ohm Pawat. Itu menyusahkan. Menyusahkan jantung maksud Nanon.

"Aciee, deket terus sama Pawat, jodoh tuh!" Seru Perth tanpa malu.

Seperti bu Mook, pak Singto juga terheran dengan adegan ini. Ada apa sebenarnya dengan anak muridnya?

Pak Singto berusaha menahan tawanya setelah tahu apa yang terjadi, "Yaudah, sekarang kita mulai aja, ya! Takut waktunya habis, ada ada aja kalian ini," Gurau pak Singto lalu melirik Ohm dan Nanon yang berada pada posisinya, "Jadi satu tim itu harus kerjasama, dulu saya sama pak Krist juga gitu! Kita selalu kerjasama dalam satu tim sampe akhirnya hidup bersama!"

"Pak Singto!"







Bersambung

Fall In Denial (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang