Alea bersama kedua orang tua dan abangnya sedang duduk sambil menyantap hidangan makan malam masing-masing. Obrolan hangat terjadi antara ayah dan anak yang sesekali mendapat teguran dari sang nyonya rumah karena ayah dan anak itu makan sambil berbicara. Setelah makan malam, Letisya dan Alea membersihkan meja makan. Lalu mereka semua berkumpul di ruang keluarga bersama cemilan malam yang sudah tersedia di meja.
"Emang, Papa mau bicara apa? Kayaknya serius banget deh," tanya Alea pada sang papa yang sempat mengatakan jika ingin membicarakan hal serius.
Adi meletakkan cangkir teh yang telah dia minum sedikit. "Sayang, apa kamu masih ingat, dulu pernah menolong seseorang di taman yang pingsan sembilan tahun yang lalu?" tanya Adi memandang Alea.
Alea mengerutkan keningnya dan berusaha mengingat kejadian sembilan tahun yang lalu. "Hm, seingat Alea pernah deh, Pa, tapi bukan pingsan," terang Alea ragu. "Kenapa emangnya, Pa?" tanya Alea penasaran.
"Tante yang kamu tolong itu sudah lama meninggal, Sayang," ucap Adi sedih.
Alea yang mendengar perkataan Adi, terkejut. "Innalillahi wainna ilahi rajiun, masa sih, Pa?"
Adi mengangguk.
"Namanya tante Denia. Tadi, suaminya ke sini, kebetulan suaminya kolega bisnis Papa."
Letisya menyahut perkataan sang suami membuat Alea menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Terlihat bingung.
"Hubungannya sama Alea apa, Pa, Ma?" tanya Alea.
Adi menjelaskan perihal kedatangan William ke rumah yang berniat meminta izin melamar Alea untuk putranya.
"Maksud Papa?" tanya Alea masih bingung.
"Itu artinya lo mau dijodohkan sama anaknya almarhumah tante Denia itu, Dek." Dean menyahut perkataan Adi yang melihat Alea dalam mode lemotnya.
Alea tersentak. Kedua matanya membulat sempurna. "Benaran, Pa, Ma?" tanya Alea pada kedua orang tuanya, memastikan.
Letisya dan Adi saling berpandangan sebentar sebelum akhirnya mengangguk.
Alea menggelengkan kepalanya. Syok. "Enggak! Alea enggak mau dijodohin! Emang zaman Siti Nurbaya, pakai jodoh-jodohan segala," tolak Alea.
Alea tidak terima jika dirinya harus dijodohkan. Apalagi dengan orang asing yang bahkan tidak dikenalnya. Dan beberapa ketakutan juga keraguan yang berterbangan di kepala Alea.
Adi meraih tangan Alea yang duduk tak jauh dari tempatnya."Papa boleh tahu alasan kamu menolak, Alea?" pinta Adi lembut. Dia tidak ingin anaknya merasa kalau ia memaksa Alea menikah.
Alea menghela napas. "Alea takut, Pa. Alea masih terlalu muda untuk menikah. Alea masih pengin kejar cita-cita Alea, Pa," jelas Alea.
Dean yang duduk bersebelahan dengan Alea mengusap punggung kecil adiknya. "Dek, kalau tante Denia minta kamu jadi menantunya, itu artinya kamu meninggalkan kesan di hati tante Denia. Selain itu, dia juga percaya kalau kamu pasti bisa membahagiakan anaknya," ucap Dean memberi pengertian.
Alea menatap abangnya lekat, sinar keraguan memancar jelas dari bola matanya. Dean memberikan senyuman lembut untuk adik kecilnya.
"Semua orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya," sahut Letisya.
Letisya berpindah duduk di sebelah Alea. "Mama dan Papa tidak ingin memaksa kamu. Semua keputusan kami serahkan kepada kamu, Sayang." Dia mengusap kepala Alea sambil tersenyum.
Alea menatap kedua orang tua dan abangnya bergantian.
Alea menghela napas dalam-dalam. "Alea boleh mencoba untuk kenal dengan anak tante Denia dulu, Pa, Ma?" tanya Alea pada orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEANDRA
Teen FictionAlea Sabrina Putri-gadis polos yang manja, tidak sengaja bertemu dengan Andra Putra Pratama-lelaki dingin berkepribadian hangat. Pertemuan pertama yang tidak menyenangkan, membuat Alea kesal setengah mati pada Andra. Namun, siapa sangka pertemuan pe...