Part 12

407 18 5
                                    

Pov Rani

Malam pun berganti pagi, sayup-sayup terdengar kumandang adzan. Aku yang terlelap dari tidurku kini mulai terjaga, kubuka mata lalu turun dari ranjang dan bergegas mengambil wudu. Kemudian melaksanakan kawajibanku sebagai seorang muslim.
Selesai sholat seperti biasa kupanjatkan doa untuk Ayah yang sudah tenang disisi Allah, dan tidak lupa doa terbaik untuk Ibuku. Agar Allah senantiasa memberikan kesehatan, serta umur yang panjang pada Ibu.

Doa yang tidak pernah putus juga, semoga aku bisa di pertemukan dengan jodohku.

Belahan hatiku, yang nantinya bisa mencintai diriku apa adanya dan menerima segala kekurangan yang aku punya.

Selesai merapikan peralatan salat, aku pun beranjak ke arah dapur. Menyapu dan mengepel lantai, agar Ibu tidak terlalu capek jika aku tinggal bekerja nanti.

***

Di tempat lain, Juan juga sedang melaksanakan salat subuh di dalam kamar mewahnya. Ia begitu sangat khusuk, saat melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Selesai melaksanakan sholat Juan membaca surah yasin untuk kedua orang tuanya, yang sudah lama tiada. Ia tidak akan pernah lupa selalu mengirimkan doa untuk almarhum orang tuanya.

Saat Juan menghadap sang pemilik hidup, ia akan menanggalkan semua yang dimilikinya. Kekayaan, nama besar dan segala sifat arogansinya semua lenyap saat ia bersujud menghadap sang pemilik hidup.

Pagi ini Juan berdoa semoga di pertemukan dengan seseorang yang tulus mencintainya, dan menerima semua sifat jelek, dingin yang selama ini melekat dalam dirinya.

Di waktu subuh itu ada dua insan muslim yang memanjatkan doa yang sama, tanpa mereka tahu jika keduanya telah menjalin benang merah tanpa keduanya ketahui.

***
Rumah Rani

Aku sudah bersiap sedari tadi tinggal sarapan lalu berangkat bekerja, setelah memastikan penampilanku sudah rapi dan tidak ada barang yang tertinggal.

Aku pun bergegas keluar kamar lalu menghapiri Ibu yang berada di dapur,  terlihat beliau tengah membuatkan nasi goreng kesukaanku.

"Selamat pagi, Ibuku Sayang," sapaku seraya mencium pipi yang menjadi rutinitas setiap pagi jika aku tengah menyapa Ibu.

"Selamat pagi juga, Sayang. Kamu sudah siap, berangkat kerja?" jawab Ibu, dengan nada lembut.

"Iya, Bu," jawabku seraya duduk di kursi di meja makan.

"Memangnya kamu sudah beneran sehat, Nak?" tanya Ibu masih dengan rasa khawatirnya.

"Sudah sehatan kok, Bu" jawabku menenangkan beliau.

"Ya sudah, kalau begitu kita sarapan dulu, Sayang," ajak Ibu seraya mengambilkan nasi goreng ke dalam piring, lalu menaruh di depan mejaku.

"Iya, Bu. Tapi Ibu juga harus ikut sarapan," ajakku seraya merangkul beliau dan mendudukan Ibu tepat di sampingku.

Selesai sarapan aku pun berpamitan dengan Ibu. "Bu, Rani sudah selesai sarapan. Rani berangkat dulu, ya," pamit Rani, seraya mencium takzim tangan Ibu.

"Hati-hati di jalan, ya, Sayang. Jangan lupa sweater kamu, Nak," nasehat beliau penuh sayang.

"Sudah Rani taruh dalam tas, Bu," jawabku menenangkan.

Setelah naik angkutan umum, dalam perjalanan ke restoran tempatku bekerja. Dalam hati ini aku merasa sangat khawatir, sekaligus takut. Karena kecerobohanku selama tiga hari ini saat sakit, aku tidak izin dahulu ke manager.

Hatiku terus was-was, takut akan di marahi oleh manager dan lebih takut lagi jika nanti aku di pecat. Tidak hentinya kurapalkan doa, semoga manager tidak marah padaku dan semua yang kulakukan berjalan lancar.

MAFIA FALL IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang