Juan Pov
Sudah cukup lama aku duduk di dalam ruangan kantor, hanya untuk menenangkan dan mengendalikan diri dari kemarahanku saat ini.
Waktu pun cepat dengan berlalu, ketika kulihat jam di pergelangan tanganku sudah menunjukkan jam makan siang. Aku hampir melewatkannya.
Bukannya sedang lapar? Tidak, aku sama sekali tidak lapar, yang saat ini ada dalam benakku tentang gadisku. Apakah dia melewatkan makan siangnya, atau tidak. Menginggat kejadian penamparan tadi, aku takut dia sedih dan tidak mau makan.
Sedari tadi aku juga belum melihat keadaannya, apakah dia tengah menangis atau tidak. Untuk memastikan keadaannya aku harus melihatnya sendiri.
Setelah merepikan jas, aku bergegas keluar dari ruangan kantor lalu menuju lift. Kutekan tombol nomer untuk turun ke bawah, lalu menuju ruangan khusus. Yang biasa aku gunakan untuk memantau aktifitas pegawaiku, dan dari sini juga aku bisa leluasa melihat gadisku.
Kuedarkan pandangan mencari sosoknya, apakah dia termasuk pegawaiku yang tengah sibuk melayani para pengunjung restoran. Akhirnya aku menemukannya, dan kulihat wajahnya yang biasa tersenyum kini hanya terlihat murung.
Meskipun dia bekerja dengan cekatan seperti biasa, saat melayani pengunjung restoran. Wajahnya cantiknya tidak lagi berbinar, senyuman seolah hilang dari bibirnya yang membuatku menyukai senyumannya.
Karena sudah tidak tahan melihat dia murung, akhirnya kuputuskan untuk duduk di dalam restoranku sendiri. Seperti selayaknya seorang pengunjung restoran lainnya, untuk itu aku harus banyak interaksi dengannya.
"Nona, bisa aku pesan sesuatu," ucapku sedikit keras, hingga dia menoleh ke rahku.
"Ohh ... iya boleh, Tuan. Anda mau pesan apa? Biar saya catat duluhu," jawab gadisku dengan nada sopan, tapi tetap saja wajah murungnya, tidak kunjung hilang.
"Aku pesan kopi hitam. Hmm ... kalau boleh komu bisa merekomendasikan makanan dan minuman, yang kamu suka dalam restoran ini. Semuanya, jangan sungkan bahkan makanan mahal di sini jangan lupa sebutkan," pesanku padanya, dan sengaja aku meminta bantuan dia untuk memesan makanan.
"Ehh ... kok saya, Tuan?"
"Bukankah, yang makan adalah Anda sendiri. Lalu kenapa saya yang harus memesan makanan kesukaan Anda, dengan selera saya," tanya gadisku dengan polosnya.
"Sudah lakukan saja, cepat. Karena saat ini aku tengah lapar sekali," ucapku sedikit merajuk, seraya memegangi perut seolah benar merasa lapar.
"Tapi yang saya suka makanan di sini banyak, dan hampir semua mahal,'' jawab gadisku dengan sedikit menunduk, mungkin malu karena takut akan harga makananya.
"Aku tidak peduli, akan harganya. Pesankan saja makanan yang kamu suka, aku yang membayar jadi kamu tidak perlu khawatir."
"Satu lagi buatkan sendiri kopi hitamku, jangan orang lain mau pun chat restoran ini.
"Tapi, Tuan. Nanti saya di marahi manager, jika saya berani masuk ke area pentri," tanpa sadar gadisku berbicara seraya mengembungkan pipinya, dia merajuk tidak mau karena takut dimarahi manager lagi.
"Untuk itu, biar aku bicara dengan manager kamu. Sekarang pergilah ke belakang, pesan makanan dan minuman kesukaan kamu serta buatkan kopi hitam untukku," pintaku pada gadisku untuk pergi, ke belakang.
"Tapi---"
Belum sempat gadisku membalas, aku memotong perkataannya. Aku yakin gadisku belum menyadari kalau aku sedari tadi meminta di pesankan makanan kesukaannya.
"Buatkan saja kopi hitamku, dan pesan semua makanan serta minuman yang kamu suka,'' ucapku dengan nada pelan, dan penuh kesabaran menghadapi sifat polosnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIA FALL IN LOVE
ActionKetika seorang Mafia yang tidak punya hati, kehidupannya selalu di penuhi dengan darah, menghabiskan malam panas dengan wanita dan juga minuman. Tiba-tiba berubah. Kehidupannya yang selalu datar, dan tidak pernah merasakan namanya jatuh cinta. Pria...