2

26.2K 1.2K 201
                                    

"Eh, ada rumah makan baru buka loh, menu utamanya Babi Panggang."

"Astagfirullah ... harom." Brian menjawab dengan nada menasehati.

"Ada hamburger babi juga, ke sana kuy?"

"Sore wa haram desu."

Si setan Yoga masih melanjutkan godaannya. "Enggak makan, pelayan di sana cantik-cantik, seksi bohay pula."

"Trobos lah anying."

"Ian taunya babi aja yang haram," timbrung Fiza.

"Ada yang lain juga!"

"Apaan coba?"

"Anjing. Kan haram."

Fiza tepuk jidat. "Pemahaman lu cuma sebatas itu doang."

Yoga turut keki menatap sang sahabat. Tunggu. Sejak kapan mereka bersahabat? Ia takkan sudi!

"Entar pulang sekolah langsung gas keun, cari vitamin mata."

"Dea pulangnya gimana?" Yoga mengingatkan.

"Iya juga, bentar gua telpon."

Brian langsung menelpon sang adik. Biar kata lingkungan sekolah mereka satu tempat cuma beda gedung doang, tapi antara gedung SMA sama SMP jaraknya cukup untuk membuat kedua kaki meletoy.

"Kalo gak penting aku tutup!" ucap Dea di seberang sana, sudah tau tabiat sang kakak yang sering membahas hal tidak berbobot.

"Walaikumsalam."

Hening.

"Assalamu'alaikum, Abang," ulang gadis itu ala-ala intro Ria Ricis.

"Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."

"Jadi ada apa?"

"Emm ... pulang nanti kamu jalan kaki aja, ya?"

"Demi kutil landak polkadot! Abang mau aku mati?"

Syok pasti. Secara rumah sama sekolah jaraknya beuh ... bagaikan perjalanan dari Masjidil haram ke Masjidil aqsa.

"Abang mau pergi sama temen. Penting. Kamu cari tebengan kek, eh tapi jangan ke cowok, ya!"

"Bodoamat, aku pulang bareng Erich."

"Jangan sama cowok!" Brian memperingati, namun sambungan ponsel lebih dulu diputus.

Dea mendengus kesal. Abangnya itu memang tydack berakhlaq.

"Napa, De?" tegur Erich, teman curhat sekaligus sopir sukarela yang mengantar Dea pulang saat Brian tidak ada.

"Bang Bian nanti mau pergi, aku gak ada yang jemput." Gadis itu memelas. Erich sudah paham kemana arus pembicaraan ini akan mengalir.

"Gue anterin pulang."

"Yeay!"

•••

"Huaah..."

"Huaaaahhh..."

"Huaaahhh..."

Ketiga human tak berakhlak itu terkagum-kagum dengan pegawai wanita di restoran ini. Begitu mempesona. Apalagi gumpalan daging yang begitu besar bergelayut manja di dada mereka seiring kaki melangkah.

Sudah hampir dua jam mereka di sana, tidak ada tanda-tanda ketiganya akan beranjak. Yoga si fuckboy sejati kini telah mendapat seluruh kontak pegawai yang bening-bening, buriq mah di skip ae. Buriq tapi ber-TT, sikat!

Siscon SomplakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang