"Kau siapa, amnjic?!" Widya teriak heboh saat seorang lelaki menyeramkan keluar dari toilet rumahnya.
Tak beralis dengan bibir hitam. Gadis tadi sampai tutup mata dan melempar benda apapun yang dapat ia jangkau. Kain lap, handuk, sendal, sepeda, motor, linggis.
Yoga berlari terbirit-birit ke kamar tempat ia menginap. Ngeri. Lupa membawa make-up ikut serta ke toilet ternyata berakibat fatal.
Rumah yang tadinya ramai tambah gaduh karena teriakan Widya. Apalagi Calorine si aktris tak sampai heboh sendiri mengira ada penyusup membobol masuk pagi-pagi buta.
"Alisnya gak ada, Ma!" teriak Widya histeris.
"Telpon polisi! Panggil FBI!"
"Seperangkat alat ngepetku jangan sampai dicuri!"
Brian dan Fiza tepok jidat melihat keriuhan keluarga satu ini. Benar-benar unik. Tidak hanya sama-sama nyebelin, tapi juga sama-sama berlebihan menanggapi sesuatu.
"De, kita gak liat apa-apa."
"Aku gak liat kok."
Dea melanjutkan menyisir rambut dan Kiki memasang sepatu, menghiraukan kekacauan yang terjadi. Bodoamat, gak liat.
•••
Tiga hari ini Vanya selalu menempeli Brian di sekolah. Kemana-mana gandengan seakan tak ingin lelaki itu pergi. Romantis enggak kek tawanan iya.
Kalau papasan dengan Dea, mulai belagu. Please ... mendadak gadis itu phobia keuwuan.
Brian tak keberatan dengan tingkah laku Vanya, kan pacar sendiri. Cuma, teman-temannya saja yang menjauh karena lelaki itu jadi manusia bucin dadakan.
Sesekali Brian akan menanggapi komentar netijen dan membela diri. "Bucin itu manusiawi."
"Bucin setiap hari itu manusia babi."
Brian tak memperdulikan, biarkan saja mereka berkata apa. Jangan tanya bagaimana hubungannya dengan Dea. Kaku. Kek rambut Limbat.
Siang itu, sebelum ujian dimulai, tiba-tiba ponsel si lelaki berbunyi. Terpaksa ia izin keluar.
"Aku di rumahmu sekarang, kenapa tidak ada orang?"
"Astagfirullah ... kau tau alamatku? Bukankah aku pernah bilang, jangan datang ke rumah."
"Kamu terlalu lama berpikir."
Brian berdecak kesal, tangannya saja sudah mengepal kuat. "Kami pulang besok, mama masih pergi."
"Mama ... Meylieza?"
"Iya," jawab lelaki itu, keraguan terdengar jelas pada ucapannya.
"Besok ujian terakhir, saat pembagian rapor, aku butuh jawabanmu."
Panggilan terputus. Napas si lelaki memburu. Bukan, bukan asma, melainkan corona.
Brian tidak menyangka pria tadi akan begitu kekeh. Sampai bisa menemukan rumahnya. Kalau Brian memberitahu hal ini ke Lisa, mereka pasti akan pindah lagi.
•••
"Gue pulang dulu ya, sayang." Vanya melambaikan tangan dan meninggalkan rumah Alfi.
Brian ikut melambai. "Hati-hati di jalan, sayang."
Semua orang yang melihat adegan itu bergidik jijik. Apalagi Yoga, ia geli sampe ke ubun-ubun.
"Najis, bucin."
"Syirik aja, jomblo."
Yoga terkekeh meremehkan. "Gak cuma gue, Fiza juga jomblo."
"Kata siapa?"
Mendadak sunyi, semua atensi terarah pada Fiza. Atmosfer terasa mencekam bagi lelaki itu, yang lain menatap seolah hendak menerkamnya.
"Lu udah punya pacar?" tanya Alfi duluan.
"Siapa? Cakep gak?"
"Pastinya bukan Dea, kan!"
Fiza menghela napas panjang sepanjang Sungai Amazon. "Bentar lagi dia pulang."
Semua bertatapan, menebak-nebak. Apa jangan-jangan Widya? Mustahil. Yang ada setiap hari Fiza digampar selalu oleh ntuh cewek.
"Assalamu'alaikum."
Widya mendorong pagar agar terbuka dan melewatinya diikuti Kiki di belakang. Saat Dea hendak masuk ...
"Tolong..." lirihnya, sontak dua yang lain menoleh.
Pagar terbuka begitu kecil membuat dada Dea terjepit tak bisa lewat.
"Astagfirullah."
Widya langsung mendorong pagar sampai ke titik penghabisan. Untung nyangkutnya di pagar, coba kalo di jalan tikus.
Allahualam.
Kiki cengo melihat para lelaki di rumah itu menatap si gadis agak horor.
"Kenapa, sih?"
Alfi beralih ke Fiza. "Pacar lu Kiki, kan?"
Lelaki itu mengangguk. Brian dan yang lain langsung memeluk Kiki dramatis.
"Akhirnya lu berhasil bikin Fiza luluh," ujar Yoga terharu sembari mengusap-usap kepala si gadis.
"Lu udah berjuang keras, Ki."
"Gua salut sama lu."
Apa-apaan ini? Dipeluk tiga lelaki tampan (meski satunya palsu) tidak baik untuk jantung.
Kiki meleleh sudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siscon Somplak
HumorKalian pasti pernah berada di fase sedang menyukai seseorang tetapi jelas orang itu enggak bisa dimiliki. sama kayak Brian sekarang, selain dihalangi tembok yang tinggi, Brian sebenarnya sudah berkali-kali ditolak. Namun tidak apa, tentu Brian tida...