9

11.3K 741 67
                                    

Allahuakbar allahuakbar ....

"Alhamdulillah..." Brian kembali berseri usai meminum sirupnya.

Di hadapannya telah terhidang sambal ikan lele dan tumis kangkung. Dadar gulung cokelat dan beberapa kue sisa jualan tadi sore juga ada di sana.

"Dadar gulung ini meragukan, takutnya gak manis," ujar Lisa tak percaya diri.

"Manis kok."

Wanita itu mencicipi hasil masakannya dan benar kata Brian, memang manis.

"Sepi buka puasa cuma bertiga," keluh lelaki itu dan langsung diangguki sang ayah.

"Dea kapan pulangnya? Kasihan Brian galau terus." Andi meraih dadar gulung cokelat di piring sambil membatin, ini dadar gulungnya gosong?

"Bapak dengan anak sama aja. Dea gak akan aku izinin pulang selagi ada kalian berdua di rumah."

Suram. Kedua lelaki itu seakan kehilangan gairah.

"Kenapa sih dulu papa nikah sama mama yang gak berperasaan ini?" bisik Brian pada sang papa.

"Takdir mungkin."

"Papa kan ganteng, harusnya cari mama yang lebih cantik lah, jan yang badannya lebar gitu."

"Mama kamu cantik kok."

"Cantik apanya, lebar gitu," keluh Brian.

Andi tersenyum. Seakan memahami, Brian tidak lagi membuka suara.

"Tau gak, Pa. Tadi Ian rajin banget gak kek biasanya. Ini semua dia yang masak, terus nyuci piring juga. Sampai baju aja dia cuciin."

"Tumben rajin kamu, Yan."

Entahlah Brian tidak tau itu pujian atau sindiran.

"Enak gak masakan Ian?"

Lisa melipat kedua tangan di depan dada seolah berpikir keras. Begitu pula yang dilakukan Andi.

"Enak." Senyum terukir di wajah Brian mendengar komentar dari sang ayah.

"Kalau dimakan pas laper," timbrung Lisa.

Kedua orang tuanya tertawa.

"Gak bisa apa dikit aja muji anak sendiri."

"Tentu gak bisa. Kamu gak patut dapat pujian."

Brian urut-urut dada, mengusapnya bersabar. Untung emak, untung sayang.

•••

Tarawih malam itu Brian mengambil tempat paling belakang sebelah kiri mentok ke dinding. Kenapa tidak di depan? Lelaki itu tidak mau menjadi imam dadakan.

Tetapi seketika Brian menyesal kenapa tidak ia saja yang menjadi imam. Ingin mengumpat rasanya saat imam di depan membaca surah surah panjang yang durasi per-surah-nya bisa sampai 10 menit.

Pegel gak tuh? Tenggorokan serasa gatel untuk mengumpat. Tetapi tahan. Dosa entar.

Bisa gak ya pas baca surah ganti imam aja? Biar lebih cepat selesai.

Jemaah lain saja sudah menguap, bahkan terkantuk-kantuk. Tetapi, imam di depan tidak juga peka. Dasar cowok, gak pernah peka!

Hari ini Brian belum mendapat satu pun chat dari Dea. Jangankan itu, chat yang kemarin saja belum diread.

Dipenantian panjang, rakaat terakhir datang juga.

Tinggal dua kali sujud. Salam. Doa. Langung cusss ... pulang.

Setidaknya itu rencana awal, namun tiba-tiba hal tak terduga terjadi.

Ketika sujud pertama.

Broooot....

Angin lembut nan syahdu keluar dari liang kecil nan keriput. Suaranya terdengar amat merdu, sampai ke titik akhir bagaikan telah terkincit.

Siapa lagi sang pelaku angin ribut jika bukan orang yang berada di depan Brian.

Jangan ketawa! Jangan, jangan, jangan!

Gelak tawa anak perempuan di belakang sana terdengar. Tampaknya mentertawakan suara kentut tadi.

Ya mo gimana lagi, suaranya segede toa, terdengar hingga ke seluruh penjuru masjid.

Bau harum seperti bangkai siput hinggap di indera penciuman Brian. Nih orang makan kain pel atau mengkonsumsi bangkai?

Allahuakbar.

Brian terkejut saat duduk di antara dua sujud, lelaki di hadapannya telah menghilang.

Punya ilmu teleportasi atau gimana? Brian curiga jangan-jangan orang tadi keturunan clan uchiha yang menguasai jurus kamui.

Mana tau ye kan.

Yang paling menjengkelkan, kenapa orang tadi tidak pergi bersama kentut-kentutnya? Main nyelonong aja meninggalkan bau yang membuat Brian hampir muntah.

Gimana gak muntah, kentutnya di depan kepala gitu.

Sabar... sabar... bulan puasa harus jadi anak baik.

Siscon SomplakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang