4

18.7K 975 64
                                    


Mine💛

• Aku ada pelajaran tambahan, duluan aja

Entar abang jemput pulangnya •

• Gausah, aku sama temen

Brian mengernyit. Ada apa dengan gadis satu ini. Teman apa yang Dea maksud? Erich? Segitu suka kah ia dengan lelaki itu sehingga meninggalkan abangnya?

Hati-hati di jalan •

•Ya

"Yan, nebeng dong, motor gua mogok."

"Ogah," tolak Brian mentah-mentah. Najis satu motor dengan Yoga.

"Pelit amat, lagian entar lu pulang sendirian."

"Ga ada otak ya kau liat-liat chat orang."

"Ga a6 lu, kontak cuma Dea doang."

"Emangnya elu kontak beribu cewek bening semua," cibir Brian.

Yoga tersinggung? Tentu tidak karena memang itu kenyataannya.

Lagipula Yoga tipe orang yang tidak pendendam. Padahal baru tadi dipukul Brian tapi sekarang nempel lagi.

"Lu itu cowok, ganteng, manfaatkanlah kegantengan lu dengan baik, budidayakan, lestarikan."

"Setidaknya gua ganteng berakhlaq, gak kek lu, udah buriq, akhlak pun gak ada."

"Ada!"

"Hilih."

"Segini."

"Sama aja boong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Sama aja boong."

"Setidaknya ada walau seuprit."

"Lagian lu ganteng gak natural," beber Brian, ia menyipitkan mata menatap Yoga dengan senyum lebar.

"Lagian lu ganteng gak natural," beber Brian, ia menyipitkan mata menatap Yoga dengan senyum lebar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maksudnya?"

"Gua tau, lu asli buriq kan? Kagum gua sama skill make up lu."

Terdiam.

"DARIMANA LU TAU?!"

"Ngehehehe..." Brian tertawa ala korosensei.

Yoga bergidik ngeri. Sahabat satu ini memang maha mengetahui aib dari teman-temannya.

•••

Brian heran, pagi ini tidak ditemukannya Dea di kamar mandi. Ada yang aneh. Gak bisa dong ngajak mandi bareng!

"Dea mana, Ma?"

"Udah pergi dari tadi. Katanya kamu lama, dia piket."

"Dea piket besok."

Buru-buru Brian berganti pakaian dan kebut ke sekolah, tolong garis bawahi. Tak mandi.

Sampai di sekolah ia langsung menuju kelas IX D. Tidak ada Dea di sana. Hanya Erich dan beberapa murid kelas itu yang terlihat.

"Dea mana?" tanyanya dingin kepada Erich.

"Gak tau, Bang."

"Gausah bohong lu, lu yang jemput dia tadi pagi kan?"

"Iya," jujur Erich. "Tapi sekarang gak tau dia kemana."

"Cih."

Brian keluar dengan tampang sangar, hendak menerkam siapa saja yang mengganggunya.

"Bang Bian," panggil seorang gadis. Lelaki itu menoleh slow motion.

Vanya mendekat, ia tersenyum manis kepada si lelaki. Brian keki melihatnya.

"Cuma Dea yang boleh manggil gua Bang Bian," kodenya garis keras.

"Kenapa? Gue kan juga pingin manggil gitu."

"Itu satu-satunya panggilan kesayangan Dea buat gua."

"Kalo gitu Bang Ian aja, kaya temen-temen abang."

"Maaf, tapi kita gaada hubungan apa-apa, jadi gausah sok akrab."

•••

Sampai pulang sekolah Brian masih belum bertemu dengan adiknya. Padahal saat bel berbunyi ia langsung menuju kelas Dea, tetapi gadis itu tidak ada.

Lagi-lagi ia pulang sendiri, lagi-lagi Yoga minta tebengan, dan lagi-lagi Brian tidak sudi.

Sampai di rumah ia disambut heboh oleh sang ibu.

"Ian! Tau gak tau gak tau gak?" Lisa jingkrak-jingkrak saking hebohnya.

"Inget umur, Ma."

"Tadi waktu mama beli sayur sama Mpok Sukiyem, kan ada ibu-ibu yang lain tuh, mereka pada bilang gini 'tumben alarm tadi pagi gak bunyi?' Mama heran dong, ternyata alarm yang mereka maksud itu adek kamu. Ibu-ibu itu pada nanyain, biasanya setiap pagi Dea selalu teriak-teriak, tadi gak ada jadi mereka penasaran."

Brian tersenyum kaku mendengar celotehan sang ibu. Padahal batin tengah kesal malah dihadapi sama yang beginian. Untung orang tua, untung sayang.

"Oh, iya. Dea mana?"

Lisa bingung, "Bukannya dia pulang sama kamu?"

"Gak ada, tadi dicari ke kelasnya juga gak ada."

Khawatir pasti. Dering telepon rumah menginterupsi. Brian memakai kembali sepatunya hendak mencari Dea, namun Lisa lebih dulu mencegah.

"Ian, tunggu! Dea ada di rumah nenek."

"Itu telpon dari Dea?"

Lisa mengangguk. Brian merampas telepon itu.

"Kamu ngapain di rumah nenek?"

"Ngehindarin abang," jawab si gadis blak-blakan.

"Salah abang apa?"

"Abang mesum, nyebelin."

Panggilan diputus. Brian tidak habis pikir dengan tingkah Dea. Sejak kemarin ia begitu aneh. Pasti ada sesuatu yang terjadi. Ia sangat mengetahui watak sang adik.

Brian sadar, rasa sayangnya kepada Dea sangat berlebihan. Tidak seperti sayang sang kakak kepada si adik. Tetapi lebih dari itu. Ia mencintai dan ingin memiliki Dea.

Brian tau rasa itu tidak sepantasnya ada.

Ditengah kegontaian, ia memasuki kamar dan melihat sebuah berkas dan beberapa foto berserakan di atas tempat tidur.

"Surat apaan, nih?"

Lelaki itu membacanya dengan seksama.

"Wait ... WHAT?!!"

Siscon SomplakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang