3

21.7K 1K 22
                                    

"Abang lama!" Dea merengut sebal pada sang kakak. Brian hanya menatap sekilas.

Ntuh anak kenapa sih? PMS kali? Perjaka Menjadi Sengsara.

"Kesambet apa jadi pendiem gitu?"

Brian menghela napas berat. "Tadi ketemu Jin."

"Serius? Serem mukanya?" tanya si gadis polos.

"Cantik."

"Jin cantik? Impossible."

"Tapi masih cantik kamu."

"Tipi misih cintik kimi."

"Serius, dih!" Brian kesal sendiri dibuatnya.

"Yakali aku dibandingin sama jin!"

•••

Cuaca panas terik. Dea lupa membawa bekal sekaligus uang saku. Haus, lapar menjadi satu. Cukup. Akan ia akhiri penderitaan ini.

Penuh tekat kuat gadis itu melangkahkan kaki menuju gedung SMA sang abang. Peluh membasahi tubuh dan pakaiannya.

Dea celingukan saat tiba di kelas Brian. Sosok yang dicari tak juga menunjukkan batang hidungnya. Sia-sia ia datang ke sini. Buang-buang tenaga. Semakin bertambah penderitaan.

"Woi!"

"Allahummabariklana!" latah Dea saat seseorang mengagetkannya.

"Lagi laper nih pasti." Brian tertawa usai menjahili sang adik.

Baru saja gadis itu hendak protes, tetapi bunyi perutnya lebih dahulu menjawab.

"Minta duit, mau jajan," ucap Dea to the poin.

"Baru aja habis." Sontak wajah gadis itu berubah redup. "Tapi kalau bekal masih ada." Cahaya di wajah Dea kembali lagi.

"Apapun terserah, yang penting dapat dimakan."

"Rakus. Nanti jadi gend00t baru tau rasa."

"Mulut siapa yang berani ngatain aku gendut?" Gadis itu jengkel.

"Abang lah." Jawaban itu dihadiahi sebuah pukulan penuh cinta oleh Dea. Cap lima jari tercetak jelas di pipi Brian.

Yang dipukul terus mengusap dada bersabar. "Untung cinta."

Para lelaki yang melewati kedua kakak-adik itu tersenyum sendiri, mereka memasang tampang mesum. Brian tidak peka dan Dea polos tidak menyadari tatapan mesum tersebut tertuju pada si gadis.

Yoga dan Fiza baru dari kantin, mereka ingin kembali ke kelas. Langkah keduanya terhenti, si fuckboy sejati menatap Dea dengan berbinar.

"Nikmat dunia," bisiknya.

Fiza mendengar itu, ia memukul kepala Yoga keras, bermaksud mengembalikan pikiran si lelaki ke jalan yang lurus.

"Yan, anu adek lu keliatan."

Brian tersadar akan ucapan Fiza. Baju Dea basah akibat keringat, otomatis pakaian dalamnya tercetak jelas di sana. Salahkan sekolah ini yang memberikan dasar baju menerawang!

Lelaki itu langsung melepas almamater dan memakaikan ke Dea. Si gadis menyorot horor.

"Napa, Bang?"

"Bajumu basah jadi nerawang."

Wajah Dea memerah, pantas saja dari tadi banyak kakak kelas yang melihatnya dengan sorot mesum.

"Lain kali hati-hati," nasehat Fiza. "Banyak cowok jadi sange liat lu. Termasuk yang ini." Ia menujuk tepat ke wajah Yoga.

"Enggak, ya! Gua cowok baik, buktinya tadi si Jony ga berdiri."

"Apa karna punyaku kurang menggoda?" Dea bertanya polos membuat Yoga gugup.

"Mmm ... bukan gitu. Gua gak suka ngeleceh temen cewe ato gebetan ato doi dalam arti sange. Kaya gak menghormati." Baru kali ini kedua lelaki disana mendengar Yoga berkata bijak. "Beda kalo artis bokep."

Brak.

Ketiga makhluk di sana serentak tepok jidat. Yang namanya fuckboy tetap akan menjadi fuckboy.

"Dari ketiga golongan cewek disana, aku termasuk golongan mana?"

"Sejak dulu sampe sekarang lu tetep masuk kategori gebetan," ucap Yoga berbangga diri, tidak sadar Brian tengah menyiapkan kepalan tangan untuk dirinya.

"Dea milik gua, selamanya jadi milik gua." Satu pukulan mendarat mulus di pipi Yoga. Untung lelaki itu kuat jadi tidak terjerumus ke lantai.

"Sadar dong goblok! Lu berdua itu adek-kakak!"

Diabaikan.

Brian lebih dulu membawa Dea masuk ke kelas meninggalkan kedua makluk astral itu di depan sana.

Lelaki itu mengeluarkan bekal dan menyuruh sang adik duduk di depannya.

"Buka mulutnya, aaaa~" Ia menyodorkan sesendok nasi ke mulut Dea.

"Aku kan bisa makan sendiri, Bang."

"Gamau, nih?"

"Iya iya." Dea mengalah, biar bagaimanapun cacing alaska di perutnya sudah berteriak sedari tadi.

Jam istirahat kali ini dihabiskan dengan acara suap-suapan adek-kakak bagaikan sepasang kekasih. Tapi kalau dilihat lebih fokus, mereka malah seperti bapak dengan anak.

•••

"Jadi lo yang namanya Kazugano Cladea." Pernyataan bukan pertanyaan.

"Kenapa, ya?"

"Gue peringatin lo gausah deket-deket sama Bang Brian lagi!" Dea menatap horor gadis di depannya ini.

"Naksir kamu sama Bang Bian?"

"Kemarin harusnya gue dapet kontak WA dia, tapi karna mau jemput lo dia ninggalin gue!"

"Ooo..." Gadis itu mengangguk paham. "Jadi kamu jin yang ditemuin abang kemarin?"

Plak.

Sebuah tamparan mendarat di pipi Dea. Panas. Sekelas langsung heboh. Para lelaki bersorak tidak karuan.

"Tenang... tenang... semua bisa kita selesaikan secara barbar. Ayo makan dulu nanti gelud bersama." Ketua kelas mencoba menengahi pertengkaran itu namun malah di tendang oleh gadis tadi.

"Lo gausah caper lagi dengan make baju nerawang gitu biar dipinjemin almamater sama Bang Brian. Lo gak pantes."

Dea terdiam, ia menangis berharap sang kakak akan datang untuk menolong.

"Vanya, bentar lagi bel." Teman gadis tadi mengingatkan, keduanya kemudian ke luar meninggalkan kelas itu.

Siscon SomplakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang