Sore itu Brian datang ke rumah neneknya, kenapa lagi kalau bukan menemui Dea. Sehari tanpa gadis itu sungguh menyiksa.
Kemana orang rumah ini? Sedari tadi ia mengetuk namun tidak ada yang menjawab.
Ingin dobrak takut digebukin warga.
"De, bentar lagi bulan puasa. Dosa kamu banyak sama abang, gamau gitu minta maap untuk yang terakhir kali?" Brian berteriak dramatis di depan rumah sang nenek.
Lebih dari setengah jam. Masih tidak ada yang menjawab. Ia tetap tidak putus asa dan terus mengetuk.
Seseorang lewat, sepertinya tetangga sebelah.
"Nyari siapa, dek?" tanya orang tadi.
Brian menjawab ramah, "Nyari nenek saya, dari tadi saya ketuk pintu gak ada yang bukain."
"Ooo... orangnya pergi udah dari tadi siang, dek."
Shit.
•••
"Terimakasih banyak, terimakasih banyak." Dea membungkukkan tubuh beberapa kali pada seseorang di depannya.
"Saran saya, temuin abangmu, kasihan dia dari tadi berdiri di depan rumah nyariin kamu."
Gadis itu diam, ia kembali memasuki rumah.
"Ian udah pergi?" tanya neneknya itu. Hana khawatir, tidak biasa cucu satu ini kabur dari rumah hanya karena bertengkar dengan Brian.
"Udah. Nenek mau brownies? Biar aku masakin."
"Jangan sampai gosong."
Dea tersenyum kemudian beranjak ke dapur. Setidaknya kesibukan kecil ini mampu mengalihkan pikiran gadis itu dari Brian.
Kenapa abang somplak nan mesumnya itu memiliki banyak penggemar? Tampan saja tidak, otak juga tidak punya. Ups, Brian punya otak, tapi tak dipakai.
Kenapa tidak ada yang tau kalau ia dan Brian bersaudara? Apa karena wajah mereka tidak mirip? Dea mirip dengan ibunya, sedangkan Brian mirip siapa?
Lagipula kalau ada yang mendekati Brian, Dea sah-sah aja asal jangan sampai mengganggunya. Gadis itu sangat keberatan jika orang lain mengira ia dan Brian berpacaran.
Siapa juga yang mau jadi pacar abang mesum itu!
Dari kecil Dea dididik dengan lembut dan penuh kedisiplinan. Dea penurut. Tidak pernah sekalipun ia membuat Lisa melontarkan kata-kata kasar.
Kemarin, untuk pertama kali tanpa tau apa salah dirinya, ia ditampar oleh orang lain, kenal saja tidak.
Jika bersama Brian akan terus membuatnya ditampar, lebih baik menjauh saja.
"Udah selesai, De?"
"Astagfirullah."
Gadis itu tersentak dari lamunan, baru teringat browniesnya belum diangkat dari panggangan.
"Huft ... hampir gosong."
"Lain kali kalau kerja jangan sambil melamun," nasehat Hana, Dea menunduk menyesal.
"Maaf..."
Hana tersenyum, mengajak cucunya duduk di teras. Ditemani Brownies dan secangkir cokelat panas melengkapi sore yang damai itu.
"Kenapa sih, Nek, semua cowok itu sama aja," curhat Dea.
"Jangan salah. Gak semua cowok gak punya akhlak. Ada juga yang gak punya otak." Hana menyesap cokelat panasnya sebentar. "Kayak abangmu."
Gadis itu mengangguk setuju dengan ucapan sang nenek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siscon Somplak
ComédieKalian pasti pernah berada di fase sedang menyukai seseorang tetapi jelas orang itu enggak bisa dimiliki. sama kayak Brian sekarang, selain dihalangi tembok yang tinggi, Brian sebenarnya sudah berkali-kali ditolak. Namun tidak apa, tentu Brian tida...