ch.25

7.6K 873 62
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan comment. Trims!♥

Aku saranin mulmednya diidupin hehe♥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku saranin mulmednya diidupin hehe♥































Mark menghampiri Papanya yang sedang duduk merenung di ruang tengah.

"Mau aku buatin kopi, Pa?" teguran itu membuat Donghae menoleh.

"Oh, enggak usah. Makasih," jawabnya datar, lalu kembali melamun.

Mark duduk di sebelah Papanya. Mereka berdua larut dalam diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya suara detik jarum jam yang terdengar mencekam di ruangan ini.

Jaehyun dan Jaemin masih menemani Jeno di kamarnya. Sedangkan, Haechan dan Renjun sudah pulang sejak sore tadi. Mungkin, inilah saat yang tepat bagi Mark untuk bicara empat mata dengan Papa dan mengungkapkan semua yang dipendamnya semenjak Mama meninggal. Tentang kesepiannya dan Jeno, tentang kebutuhan mereka akan kasih sayang dari seorang Ayah.

Namun, saat dia hendak mengungkapkan itu semua, suara Donghae sudah lebih dulu menginterupsi.

"Papa minta maaf."

Mark terkejut mendengar pernyataan barusan.

"Maafkan Papa yang selama ini telah menelantarkan kalian," lanjutnya.

Mark menarik napas panjang. "Aku sama Jeno ngerti perasaan Papa yang kehilangan Mama. Tapi, yang kehilangan Mama bukan cuma Papa, aku sama Jeno juga merasa kehilangan." Dia berusaha agar nada suaranya tidak meninggi. "Yang ngebuat aku sama Jeno makin sedih, kami juga harus kehilangan Papa yang dulu begitu hangat dan sangat kami cintai," lanjutnya.

"Papa emang jahat. Papa kira, sibuk mengurusi pekerjaan bisa membuat Papa lupa akan kesedihan karena kehilangan Mama. Tapi ternyata . . ." Donghae tidak melanjutkan kalimatnya. Tampak air mata menggenang di pelupuk matanya. "Empat tahun. Empat tahun Papa menelantarkan kalian. Ya Tuhan . . . , maafkan aku tidak bisa menjadi seorang ayah yang baik," ujarnya. "Papa baru sadar hal itu saat mendengar Jeno kecelakaan. Rasanya panik dan sedih luar biasa kalau harus kehilangan Jeno setelah Mama pergi. Papa rela kalau kalian marah karena ketidakpedulian Papa selama ini. Papa rela kalau kalian enggak maafin Papa. Karena itu memang pantas . . ."

Mark dapat melihat jelas guratan penyesalan dari wajah pria berumur hampir lima puluh tahun itu. Pandangan matanya yang kosong, menyiratkan betapa beliau sangat menyesal telah menelantarkan putra-putranya selama ini.

Mark memeluk papanya. "Papa enggak sepenuhnya salah. Maafkan aku dan Jeno juga yang terlalu banyak menuntut kasih sayang di tengah kesibukan dan kesedihan yang Papa alami. Maafkan kami . . ."

Donghae mengelus rambut putranya. Sudah berapa lama dia meninggalkan mereka? Putra-putra yang sangat dia banggakan. Kini, mereka telah dewasa. Menjadi remaja tangguh yang siap menghadapi kerasnya hidup.

Jadian(?) |NOMIN|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang