Saat ini Amilo mirip sekali dengan gembel di pinggir jalan. Memohon dengan posisi yang amat sangat tidak elit. Duduk di lantai sambil terus mengucapkan sata maaf.
Semenjak kejadian pagi tadi yang membuat Ersya sukses mendiami Amilo berhasil menyita perhatian kelas. Sampai jam istirahat sekarang, tidak ada yang keluar kelas dan lebih memilih menyaksikan drama yang dilakoni dua sahabat karib itu.
Sementara yang dimohoni hanya menulikan pendengarnya. Sesekali Ersya melirik sahabat miris. Ersya sedang tidak berbaik hati. Ia merasa ingin bersikap kejam untuk sehari. Entahlah, Ersya mendapat dari mana sikap buruk itu. Mungkin mood-nya memang tidak baik sejak bangun tidur.
"Sya? Lo nggak kasian gitu sama gue? Gue udah mirip banget yang di pinggir jalan!"
"Nggak ada nyuruh, 'kan? Lo inisiatif sendiri, 'kan?" Ersya melirik Amilo sebentar.
"Sya! Lo pekaan dikit kek, gue ini lagi mohon-mohon sampai udah kayak gembel luntang-lantung, dan lo bilang ke gitu?!"
"Ya, gue nggak butuh lo kayak gitu." Entah mengapa Ersya seperti tersulut emosi saat Amilo berucap dengan nada tinggi yang terdengar sungguh-sungguh.
"Gue capek Sya! Gue salah ngomong dikit aja, lo ngambek. Gue tahu lo sensitif sama kata-kata yang gue ucap. Tapi nggak gini juga, 'kan? Gue cuma bercanda."
Ersya menatap Amilo datar,"Dan gue juga nggak suka bercandaan lo itu!"
Amilo bangkit, ia melengoskan pandangannya sebentar,"Lo bener-bener nggak asik! Masih aja kayak dulu, baperan! Udah tahu gue suka bercanda, ngapain lo bawa kata-kata gue ke hati?! Lagi cuma kata 'baby' sama 'imut' aja dipermasalahin!"
BRAK
"Lo nggak tahu tertekannya gue diperlakukan kayak bayi! Lo nggak pernah jadi gue yang dikelilingi perempuan possesif dalam hidup gue!" Napas Ersya memburu, ia tidak menyangka masalahnya akan sampai seperti ini. Niatnya hanya akan mendiami Amilo sementara, tapi Amilo seakan benar-benar memuncakan emosinya.
"Karena keluarga lo itu sayang sama lo! Emang lo pernah jadi , gue?!"
Ersya terdiam, ia lebih memilih untuk menatap lantai kelas.
Sementara semua penghuni kelas memfokuskan pandangnya ke arah dua pesahabat itu. Bahkan Geral memilih untuk bungkam, ia juga tidak pernah menyangka Amilo akan tertarik oleh emosi.
"Lo nggak pernah ada di posisi gue! Jadi kalau lo ngeluh, lo nggak pantes jadi yang paling tertekan dan seakan-akan menderita!"
Ersya menatap Amilo tepat di manik madu sahabatnya itu. Kedua madu itu memerah, bahkan terdapat genangan air yang menumpuk di pelupuk matanya.
Ersya kembalu menunduk,"Maaf.." lirih Ersya.
"Gue capek! Sekarang terserah lo aja. Gue capek minta maaf sama lo yang jelas-jelas buat gue muak! Kalau lo mau, lo boleh pecat gue sebagai sahabat lo. Gue...ikhlas. Mungkin emang gue bukan sahabat yang baik buat lo, bukan sahabat yang bisa ngertiin lo, dan bukan sahabat yang pantas buat lo."
Setelah mengatakan itu, Amilo berlalu meninggalkan posisinya tadi. Menyisahkan kedua netra Ersya yang terbelalak terkejut. Begitu pun pasang mata lainnya.
Dengan tergesa Ersya menyusul Amilo, ia harus minta maaf. Ia tidak mau kehilangan sahabatnya itu, tidak.
"Amil!"
Amilo tidak mengindahkan panggilan itu, ia terus berusaha melangkah di sela-sela banyaknya murid yang berlalu lalang menuju tempat beristirahat masing-masing.
"Amil!"
"AMILO!"
"Amil! Akhs.."
Ersya menghentikan langkahnya saat tangan kanannya terasa nyeri tiada tara. Barusan tangan kanannya yang menggunakan arm sling itu bersenggolan dengan banyaknya tubuh orang lain yang berlalu lalang.
Ersya menyentuh tangan kanannya ngambang. Sakit sekali rasanya.
"Amil..." lirih Ersya di sela ringisannya.
"ERYSA?!"
Bahu kanan Ersya dibalik paksa, dan pelakunya adalah Amel.
"Kamu ngapain di sini, hmm? Kakak cari di kelas nggak ada tahunya di sini!"
"Minggir kak! Sya kau kejar Amil," ucap Ersya tertahan saat Amel terus menarik bahunya.
"Kamu mau kemana? Makan siang dulu, ayo!"
"Sya nggak laper." Ersya terus menatap punggung Amilo yang semakin tertelan oleh banyaknya tubuh murid lainnya.
"Kamu harus makan! Dan kamu juga nggak berhak memberi penolakan barang sekata pun!" potong Amel saat Ersya telah bersiap untuk kembali bersuara.
"Kak, Sya mohon...Sya mau kejar Amil. Nanti habis itu Sya janji akan nurut."
"Nggak. Sekarang! Kamu harus makan sekarang! Ayo!" Amel menarik paksa Ersya, membuat dirinya dan sang adik menjadi tontonan murid lain.
Amel tidak akan peduli akan semua pasang mata mereka, Amel hanya peduli pada adiknya yang sekarang harus makan siang tepat waktu.
Tiba-tiba Ersya menyentak tangan Amel yang melingkar di bahunya. Membuat pasang mata milik Amel berkilat marah.
"Apa--"
"Cukup kak! Sya muak, Sya mu bebas kayak remaja lainnya. Jangan anggap Sya lagi kayak bayi, umur Sya udah 16 tahun. Jadi, tolong...tolong perlakuin Sya layaknya remaja lainnya, tolong perlakuian Sya sewajarnya sebagai adik. Sya minta tolong kak..." Kedua mata Ersya memerah, bahkan mungkin liquid beninh yang memupuk di netraya bersiap untuk terjun merebas.
"Kamu mau bebas?" Amel tersenyum sinis menatap Ersya,"Jangan harap!"
"Kalau Kak Amel nggak bisa kasih Sya sedikit bebas, Sya akan cari kebebasan Sya sendiri. Sya akan cari dunia yang sebenarnya milik Sya. Dan kakak? Kakak atau bunda, mama, dan kak Manda, nggak ada yang berhak larang Sya! SYA MAU BEBAS!" Ersya berteriak penuh amarah.
PLAK
Amel melayangkan tamparan pada pipi kiri Ersya, membuat wajah adiknya itu tertoleh ke samping kanan. Tak peduli banyak pasang mata yang memandang, Amel memilih untuk menarik tangan kanan Ersya secara kasar tanpa belas kasihan pun.
Dan mungkin Amel lupa, jika tangan kanan Ersya masih pada proses penyembuhan. Membuat Ersya hanya bisa menggigit bibir dalamnya, menahan sakit tangan kanannya yang nyeri tiada tara.
"Sampai kapan pun tidak akan ada yang mengizinkan kamu untuk mengecap kata bebas! Tidak akan, tidak akan ada yang membiarkan kamu!" Amel terus melangkah penuh emosu sambil sesekali melirik dingin Ersya.
Sementata itu Ersya hanya menunduk, jujur ia pun sekarang merasa takut. Tapi satu, ia tidak main-main dengan niatnya yang akan nekat berusaha meraih hak bebas untuknya sendiri. Dan jangan lupakan juga pikirannya terpecah pada kondisi Amilo sekarang. Ia tidak menyangka Amilo akan semarah ini. Dan ia tahu, ini salah dirinya yang terlalu egois dan terlalu terbawa perasaan.
Aku up manteman, maaf bikin kalian nunggu selama ini:(
Semuanya aku ucapin makasih banyak-banyak sama kalian, gak tau mau ngomong apa lagi. Tapi kalian selalu bikin semangat aku menggelora huwa.....😄
Itu hyung gais:) gimana gans, gak? Nemu itu nama aslinya aja aku gak tau hehe
Apa aku aja yang susah bedain wajah cast hyunh, amilo, geral, sama Ersya. Semuanya kayak sama gitu😭
Pay-pay😉🖐
KAMU SEDANG MEMBACA
E R S Y A✅ (SEGERA TERBIT)
Teen FictionBebas. Satu kata yang selalu didambakan Ersya dari dulu. Tinggal satu atap dengan empat perempuan yang ia sayangi tidaklah membuatnya merasakan apa itu kebebasan. Tidak boleh itu, dilarang ini, jangan begitu. Semua sudah ada aturan dan hukumannya, s...