Assalamualaikum
Happy reading and sorry for typo
E R S Y A
Kedua mata itu mengerjap pelan, menyesuaikan dengan cahaya yang masuk melewati sela-sela korden. Ia menggeliat karena merasa tubuhnya terhimpit entah oleh apa. Ia merasa ada banyak beban di dada dan perutnya.
Setelah Ersya berhasil mengumpulkan nyawanya, ia mengedarkan pandangnya. Menatap seisi kamar dengan ending menatap tubuhnya sendiri.
Ersya menyingkirkan dengan hati-hati lengan bundanya yang memeluknya erat. Berlanjut lengan mamanya yang melilit perutnya dengan kencang. Ini meluk atau berniat membunuh, sih?!
Saat hendak bangkit, Ersya dibuat kesal. Karena lengan bundanya kembali menarik tubuhnya dalam dekap.
Ersya mendorong bundanya pelan sambil berucap,"Bunda...Sya mau bangun!"
Dan tiga kata dibumbuhi tanda seru itu berhasil membuat Gladis mendapat kesadaranya kembali. Ia menatap Ersya yang juga menatapnya.
"Kamu masih sakit, udah tiduran lagi aja!"
"Tapi bunda--"
"Ersya, dahi kamu masih panas nih! Udah tiduran lagi aja," ucap Feris yang entah sejak kapan sudah bangun.
"Tapi ma, Sya itu--"
"Ih kamu bawel banget! Udah tidur." Gladis menidurkan Ersya kembali yang posisinya sudah setengah duduk dan hendak bangkit.
"Bunda Sya mau pipis! Udah nggak tahan ini!" seru Ersya kesal.
Gladis membuang napasnya,"Pakai diaper, ya? Bunda semalam udah beli di toko online."
"Nggak mau ah! Udah gede masak pakai diaper?!" tolak Ersya mentah-mentah.
"Udah, nggap apa-apa. Nanti mama bantu pakaikan!"
"NGGAK MAU!"
"Ersya?!"
"Bunda Sya nggak mau pakai diaper. Lagian nih ya, tuh toilet ada di depan mata! Ngapain segala pakai diaper!" Ersya menunjuk pintu singel bercat putih di sudut kamarnya.
"Ya udah, ayo!"
"Sya bisa sendiri bunda..."
"Sya dengerin bunda! Kamu mau ke kamar mandi di antar bunda, atau nggak sama sekali?!"
Ersya membuang napasnya kasar, ancaman lagi ancaman lagi. Apes bener nasibnya.
"Iya."
"Iya apa, sayang?" tanya Gladis menangkup rahang Ersya.
"Iya diantar," ucap Ersya malas.
Gladis tersenyum senang,"Good! Smart baby..."
Feris turun dari ranjang, membiarkan Gladis menuntun Ersya menuju ke kamar mandi. Lantas berlanjut ia memilih untuk membereskan tempat tidur.
Sementara itu, Ersya yang sudah di kamar mandi bingung mau melakukan apa. Ia memang sedang kebelet, tapi jika bundanya memantaunya jelas saja ia tidak nyaman.
"Bunda tunggu di luar aja!"
"Nggak, bunda tungguin. Cepet!" Gladis bersedekap dada sambil berseder di dinding kamar mandi.
"Bunda Sya bisa sendiri kok," ucap Ersya berusaha meyakinkan bundanya.
"Bunda bilang nggak ya nggak! Nanti kalau bunda tinggalin kamu di sini sendiri, terus nanti kamu jatuh, kepleset, gimana?!"
Ersya berusaha untuk bersabar,"Bunda...nanti kalau Sya jatuh ataupun kepleset, nanti Sya teriak yang kenceng biar bunda denger!"
"Nggak. Lebih baik mencegah dari pada menolong!"
"Bunda..." Ersya memasang muka memelasnya, mencibikan bibirnya, melebarkan kedua matanya, dan mengedipkanya beberapa kali.
Fix. Hal tersebut adalah kelemahan Gladis. Ia tidak bisa melihat wajah Ersya yang seprti itu. Rasanya Gladis ingin sekali memasukan anaknya itu ke dalam laci, menyembunyikannya dari publik yang mungkin akan gregetan juga.
"Ya udah iya, tapi Sya beneran bisa, 'kan?"
Ersya mengangguk antusias,"Sya udah sunat, itu pun kalau bunda lupa."
"Hmm."
Gladis mendekati Ersya, lantas mengusap surai pemuda itu diakhiri dengan kecupan yang mendarat di hidung bangir Ersya.
"Hati-hati!" tegas Gladis yang diangguki Ersya.
Ersya baru bisa bernapas lega saat raga bundanya itu sudah hilang di balik pintu kamar mandi.
"Padahal cuma mau ke kamar mandi, tapi perjuangannya sungguh berat," monolog Ersya sambil menggelengkan kepalanya pelan.
Selesai dengan urusannya, Ersya keluar dari kamar mandi. Tapi sebelum itu ia sempatkan untuk mencuci mukanya yang ganteng tiada tara.
"Sayang, kamu mau mandi sekarang atau nanti?" tanya Gladis setelah melihat Ersya keluar dari kamar mandi.
Memang sedari tadi, Gladis menunggu Ersya sambil duduk di tepi ranjang. Sementara Feris sudah pergi untuk membuat sarapan.
"Nanti aja bunda."Jawab Ersya lantas duduk di sampimg bundanya. Atau lebih tepatnya berbaring dengan kaki menggantung di tepi ranjang.
"Masih pusing sayang, hmm?" tanya Gladis sambil mengecek suhu tubuh Ersya dengan menempelkan punggung tangannya di dahi Ersya.
"Udah mending bunda."
"Tiga hari ke depan jangan sekolah dulu, ya?"
Ersya mengangkat kepalanya,"Tiga hari? Lama banget bunda!"
"Nggak apa-apa,lagian bunda udah izin ke wali kelas kamu kok."
Ersya hanya mengangguk, lantas ia baru tersadar. Jika dirinya bukan berada du kamarnya sendiri, melainkan kamar bundanya.
"Bunda?"
"Hmm."
"Sya dari semalam di kamar bunda?"
"Iya,kenapa?" tanya Gladis seraya mengusap surai Ersya dengan sayang.
Ersya tiba-tiba bangkit,"Sya mau ke kamar sendiri."
"Eh!" Cegah Gladis saat Ersga hendak melangkah.
"Kamu di kamar bunda dulu, sampai kamu sehat!"
"Nggak ah bun, kamar bunda nggak asik."
"Jangan membantah!" Gladis menatap tajam Ersya.
"Sekarang kamu istirahat, jangan banyak gerak, kalau butuh sesuatu bilang sama bunda. Oke?"
Ersya hanya menurut saat bundanya membaringkan tubuhnya kembali di atas ranjang. Padahal jika ditanya, Ersya sama sekali tidak mengantuk. Hanya kepalanya masih terasa pening.
"Tapi ada syaratnya!"
Gladis menghela napas,"Apa?"
Ersya tersenyum penuh makna,"Balikin ponsel sama motor Sya!"
Terimakasih sudah berpartisipasi dalam cerita ini:)
KAMU SEDANG MEMBACA
E R S Y A✅ (SEGERA TERBIT)
Novela JuvenilBebas. Satu kata yang selalu didambakan Ersya dari dulu. Tinggal satu atap dengan empat perempuan yang ia sayangi tidaklah membuatnya merasakan apa itu kebebasan. Tidak boleh itu, dilarang ini, jangan begitu. Semua sudah ada aturan dan hukumannya, s...