Saat ini Kiandra tengah berharap dengan cemas. Entah sudah berapa kali ia menatap pintu kaca di sampingnya. Di sana, adiknya tengah diperiksa, ia takut terjadi apa-apa dengan adik satu-satunya itu. Kiandra berdoa semoga adiknya baik-baik saja.
Beberapa menit kemudian pintu kaca itu terbuka. Seorang dokter dan satu perawat keluar dari dalam ruangan.
"Dok, gimana keadaan adik saya?" Kiandra menatap dokter dengan cemas.
"Tenang, Pak. Adik Bapak sudah baik-baik saja, dia tadi mengalami dehidrasi cukup parah. Dan sepertinya dia tertekan, apa ada masalah yang menimpanya?" jelas dokter yang membuat Kiandra merasa sedikit lega.
"Ya, kemarin ada sedikit masalah yang mungkin membuat adik saya tertekan," jawab Kiandra yang diangguki dokter.
"Saran saya sebaiknya selesaikan masalahnya dengan baik. Agar pasien tidak merasa tertekan akan keadaan yang ada."
"Iya, Dok. Apa saya boleh masuk?"
Dokter itu mengangguk,"Pasien sudah boleh dijengguk, akan tetapi jangan sampai mengganggu istirahatnya. Karena pasien butuh iatirahat total untuk memulihkan keadaannya."
"Baik, Dok."
"Kalau gitu saya permisi," pamit dokter itu yang diangguki Kiandra.
Kiandra menghembuskan napasnya dengan lega. Ia sangat bersyukur Ersya dalam keadaan baik-baik saja.
"Bang Kian!" seru Amilo dari ujung koridor, lantas berlari menuju Kiandra bersama dengan Geral di belakangnya.
"Keadaan Sya gimana, Bang?" tanya Amilo saat sudah di samping Kiandra.
"Sya udah lebih baik dari sebelumnya," jawab Kiandra yang berhasil membuat Amilo melega.
"Syukur deh, aku nggak tau lagi kalau semuanya belum terungkap," ucap Amilo yang diangguki Kiandra.
"Terus tante Gladis gimana, bang?" tanya Geral penasaran.
"Udah ditangani," jawab Kiandra malas, entah kenapa ia sangat sensitif mendengar nama wanita itu.
"Semuanya pasti baik-baik aja, bang," ucap Amilo sembari menepuk bahu Kiandra beberapa kali.
E R S Y A
Hari sudah sore, tapi Ersya belum juga membuka matanya. Di samping ranjang pembaringan Ersya, Kiandra setia menggenggam tangan pemuda itu. Amilo dan Geral pamit pulang karena besok juga harus sekolah.
Kiandra sama sekali tak berniat untuk meninggalkan adiknya. Bahkan ia belum mandi lagi selain tadi pagi. Terlalu takut untuk meninggalkan Ersya barang satu langkah sedikitpun.
Ditatapnya Ersya yang tampak sangat nyaman dengan tidurnya. Wajahnya damai meski masih terlihat sedikit pucat. Perlahan Kiandra menyadari kelopak mata Ersya yang berkedip kecil untuk beberapa kali. Dengan segera Kiandra hendak memencet tombol di samping ranjang, tapi terhenti kala satu tangan seseorang menghentikannya.
"Sya?" Kiandra menatap Ersya yang juga menatap dirinya.
"H-hyung..." lirih Ersya dengan suara lemah.
"Iya? Hyung di sini."
"B-bunda?"
Kiandra terdiam sebentar,"Bunda baik-baik saja."
Ersya mengangguk kecil, lantas menatap kembali Kiandra,"Sya nggak nyangka hyung bawa Sya dari sana." Ya, memang Ersya sudah mengingat semuanya. Ia juga sempat masih sedikit sadar saat mendengar teriakan Kiandra menyebut namanya.
"Ikatan batin?" Kiandra terkekeh, Ersya pun ikut terkekeh karenanya.
"Mulai sekarang kita akan buat cerita baru, tentang hyung...dan kamu, kita."
Ersya mengangguk,"Kita."
Tiba-tiba pintu ruang rawat Ersya terbuka. Kedu mata Kiandra melebar kala mendapati Feris dan dua gadis iti datang kemari. Sontak hal itu membuat Kiandra bangkit dari duduknya,"Mau apa kalian?!"
Feris yang tau Kiandra tak menyukai kedatangannya pun hanya bisa bersabar. Ia, Amel, dan Manda satang kemari berniat hanya untuk melihat keadaan Ersya.
"Kamu sudah baikan, Sya?" Feris melangkah mendekati ranjang di mana Ersya terbaring di atasnya.
"Mama?"
Feris mengusap surai milik Ersya,"Maafin mama, sayang. Mama salah karena nggak pernah tau tentang keadaan bunda yang sebenarnya."
"Kak Amel juga Sya, kakak kira bunda beneran udah sembuh," ucap Amel yanh berdiri di samping Feris.
"Kak Manda minta maaf, ya, Sya, kakak suka kasar sama kamu," ucap Manda dengan tulus.
"Dan maaf untuk semuanya, Sya. Kita menyembunyikan identitas kau yang sebenarnya, siapa kamu, dan keluarga kamu."
Ersya mengangguk, ia sudah ikhlas untuk semuanya. Ia yakin ini adalah rencana Tuhan yang terbaik untuknya."Kalian nggak salah, kok. Sya justru mau berterima kasih, karena udah rawat Sya sampai sekarang." Ersua tersenyum menatap tiga wanita berbeda usia di depannya.
"Kamu sepertinya perlu mandi, kiandra," ucap Feris setelah menyadari penampilan Kiandra yang kusut dan begitu kacau.
"Hmm." balas Kiandra dengan malas. Memang pada dasarnya ia sudah tidak nyaman dengan keadaan belum tersiram air, gerah dan terasa lengket badannya.
"Hyung mandi sana!" seru Ersya yang ternyata baru menyadari kacauanya penampilan Kiandra.
"Iya nanti."
"Om bisa pulang dulu, biar kita yang jagain Sya di sini," ucap Amel.
"Nggak minat, nanti adik saya diculik lagi," cibir Kiandra.
"Hyung!"
"Apa, sih, Sya?"
"Nggak boleh gitu, lagian bener kok kata kak Amel. Hyung pulang sana, mandi, makan, sama istirahat. Nanti kalau udah bener baru balik ke sini lagi."
"Lah ini hyung juga udah bener, Sya."
"Udahlah, kamu itu nggak malu apa? Dari pagi belum mandi," cibir Manda membalas Kiandra.
"Iya-iya, tapi Amil nanti ke sini."
"Amil besok mau sekolah, hyung."
"Cuma sebentar kok, sampai hyung kembali ke sini. Hyung nggak mau nanggung resiko dan kecolongan lagi. Hyung akan pulang setelah Amil dateng."
"Terserah deh."
Kiandra menatap ketiga wanita itu dengan malas, walaupun mereka telah berpartisipasi membantunya, tetap saja ia merasa sangat kesal. Mereka memang membantunya, tapi jangan lupakan juga mereka membantu wanita gila itu untuk menyembunyikan Ersya.
"Em...bunda mana, Ma?" tanya Ersya menatap Feris yang tengah mengusap rambutnya.
Feris terdiam, gerakan tangannya yang tadi mengusap pun terhenti. Apa yang harus dikatakannya untuk pertanyaan Ersya.
"Ada," jawab Amel setelah melihat keterdiaman Feris.
"Kok nggak ikut?"
"Bunda lagi istirahat," ucap Manda spontan, berharap Ersya tidak bertanya lagi.
"Tapi bunda nggak apa-apa, 'kan?"
Ketiganya diam, mereka sama-sama bergelut dengan pikiran masing-masing. Memikirkan jawabam apa yang hatus mereka berikan untuk menjawab rasa penasaran Ersya.
"Bunda akan baik-baik aja, kok," ucap Feris setelah diam begitu lama.
"Akan?" dahi Ersya mengernyit bingung.
"Nanti kita temui bunda sama-sama, ya?"
Ersya hanya mengangguk, ia bingung harus merespon bagaimana. Melihat binar kesedihan di mata mama dan kedua kakaknya, membuat Ersya cukup paham jika ada hal yang tidak baik. Mereka seperti menahan kesedihan yang mendalam.
Oke, siap-siap menuju ending😭
Satu lagi, dan.....done:)
Aku lagi garap endingnya jdi mohon bersabar guys😂 aku usahain ini yang terbaik dari yg baik, semoga jg sesuai dg yg kalian mau:)
Sampai jumpa lagi...
Sorry for typo..
KAMU SEDANG MEMBACA
E R S Y A✅ (SEGERA TERBIT)
Ficção AdolescenteBebas. Satu kata yang selalu didambakan Ersya dari dulu. Tinggal satu atap dengan empat perempuan yang ia sayangi tidaklah membuatnya merasakan apa itu kebebasan. Tidak boleh itu, dilarang ini, jangan begitu. Semua sudah ada aturan dan hukumannya, s...