SANGKAR EMAS

9.1K 607 20
                                    

Happy reading and sorry for typo:)

Ersya membasuh wajahnya dengan air yang mengalir di wastafel. Pipi sebelah kirinya terasa panas karena bekas tamparan dari sang kakak, bahkan terlihat memerah. Setelah mengeringkan wajahnya,  Ersya menghela napas lantas keluar dari toilet.

Bel masuk sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Saat di tengah koridor netranya menangkap seorang gadis yang tengh kesusahan membawa tumpukan buku yang bercecer di lantai koridor.

Dengan inisiatif dan sisi baiknya, Ersya mendekati gadis itu. Ikut membantu memungut buku-buku yang masih tercecer.

"Makasih ya. " Gadis itu sibuk membenarkan letak tumpukan buku agar tidak terjatuh lagi.

Ersya menatap gadis itu dari samping, "Sama-sama, gue Ersya. " Ersya menyondorkan tangannya.

"Eh, gue Ana. Analetha Ayunda," kata Ana tanpa membalas sondoran tangan Ersya.

"Maaf ya," kata Ana penuh sesal karena tidak bisa membalas jabatan tangan Ersya.

"Sans,oh iya sini gue bantu." Ersya mengambil alih separuh buku yang berada di tangan Ana.

"Beneran?" tanya Ana merasa tak enak hati.

"Iya, ini buku kelas berapa?"

"Itu punya kelas 12 IPS 2."

Deg

"12 I-IPS 2?" tanya Ersya memastikan yang diangguki Ana.

"Kenapa?"

"Nggak papa kok,ayo!"

Akhirnya Ersya melangkah beriringan dengan Ana menuju kelas 12 IPS 2. Sebenarnya dalam hati,Ersya membantin. Berdoa agar kakaknya sedang di toilet atau mungkin membolos.

Sesampainya di depan pintu kelas 12 IPS 2, Ana mengetuk pintu dengan tangannya yang terbebas karena satu tangannya lagi sibuk menampung buku. Terdengar suara guru yang menyuruh masuk.

Saat pintunya terbuka,Ana masuk sambil mengucap salam diikuti Ersya di belakangnya. Ersya menatap meja guru,tak sekali pun ia menatap seisi kelas. Ia harap kakaknya tidak ada di salah satu meja yang ada di kelas itu.

"Ini bukunya, Bu." Dengan sopan Ana meletakan tumpukan buku itu do atas meja guru sebelum setelahnya Bu Mitha mengangguk.

Ersya melakukan hal yang sama, meletakan tumpukan buku itu dia tas meja guru.

"Oh ada Ersya juga," kata Bu Mitha sambil tersenyum manis.

Tak heran jika Bu Mitha tersenyum manis seperti sekarang kepada Ersya. Pasalnya Ersya memang mempunyai sederet fans yang telah jatuh hati kepadanya,termasuk guru-guru.

Erya hanya membalas senyum manis Bu Mitha dengan senyum kecilnya.

"Ya sudah,Ana kamu boleh kembali ke kelas. Dan Ersya, kamu bantu Ibu membagi buku-buku ini ,ya?"

Ana mengangguk,lantas berpamitan dengan sopan kepada Bu Mitha. Meninggalkan Ersya yang tengah gelisah,harusnya ia tahu Bu Mitha akn mencegahnya krluar lebih cepat.

"Ayo Ersya bantu Ibu membaginya," kata Bu Mitha yang diangguki Ersya.

Ya,mau tidak mau Ersya harus menurut. Ia masih punya etika untuk melawan guru. Sebenarnya Ersya tahu jika Bu Mitha menyuruhnya membantu membagi buku hanya sebagai alibi agar dirinya lebih lama di kelas ini.

Ersya berkeliling dari satu meja ke meja lain. Karena setiap meja terdapat nama si penghuninya, jadi Ersya tidak begitu bingung. Tinggal melihat nama dibuku dan menyamakannya dengan nama yang tertera di atas meja masing-masing.

Tiba saatnya ia menemukan buku milik 'Amelia Granetha',membuatnya gelisah. Pipi kiri masih panas dan mungkin sedikit memerah.

Ersya mendatangi meja yang diisi oleh Amel yang tengah menatapnya begitu intens. Bahkan Ersya mengalihkan pandangnya, mungkim dirinya masih trauma. Sampai di samping meja Amel, Ersya meletakan buku milik kakaknya itu di atas meja. Lantas saat dirinya hendak membagi buku lainnya, langkahnya terhenti saat kemeja seragamnya di tarik dari belakang.

Ersya menoleh ke belakang," Kenapa, Kak?"

Amel bangkit dari duduknya, berdiri di depan Ersya yang tengah menatapnya bingung. Tidak,lebih tepatnya Amel yang memposisikan Ersya agar berhadapan dengannya.

Disentuhnya pipi kiri Ersya yang sedikit memerah karena tamparannya mungkin, lantas Amel menangkup wajah Ersya. Memiringkan kepalanya tepat di telinga Ersya.

"I'm sorry.." bisik Amel tepat di samping telinga Erya, setelah Amel mengecup pipi kiri Ersya.

Setelah itu Amel memperbaiki kemeja seragam bagian belakang  Ersya yang keluar akibat tarikannya tadi. Memasukan kembali kain seragam itu ke dalam celana.

Aksi Amel tak luput dari pandangan seluruh kelas,termasuk Bu Mitha. Meskipun mereka tahu sikap Amel terkadang kasar terhadap Ersya,tak ada satu pun yang berani menegur. Bahkan seluruh warga sekolah tahu sikap Amel terhadap Ersya yang kerap kali ditunjukan di depan umum.

"Sini bukunya,kamu kembali ke kelas,oke?" Amel mengambil alih tumpukan buku yang tinggal sedikit dari Ersya.

Ersya sendiri hanya bisa mengangguk,lantas berpamitan kepada Bu Mitha, setelah keluar dari kelas 12 IPS 2.

Ersya mengusap wajahnya kasar,kenapa setiap kali keluarganya bertindak, ia tak bisa berbuat apa-apa. Mungkin karena terbiasa menghadapi sikap keluarganya, membuatnya pasrah dan memilih untuk mengalah dengan menurut.

Tapi terkadang batinnya tersiksa,ingin rasanya merasakan apa itu kebebasan. Seperti remaja laki-laki seusianya, bisa berbuat apa yang ia inginkan. Hidupnya bagai di sangkar emas.

Maaf ya Pater? Belum bisa up dulu:(

Kalian juga bisa follow akun wp aku dan kalo mau follow instagram aku juga hehe😂

Vote dan koment untuk memberi asupan energi bagi saya:)

Terima kasih dan salam kenal

E R S Y A✅ (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang