Assalamualaikum...
Happy reading and sorry for typo
E R S Y A
Dengan niat yang sudah dimantapkan, Ersya berusaha keras untuk terus menutup mulutnya serapat mungkin. Tidak ada keinginan sedikit untuk membuka mulutnya. Membiarkan tangan sang bunda yang masih berada dinudara dengan sendok berisi makanan.
Biarlah ia merasa kelaparan, asalkan haknya bisa didapati kembali. Ersya sama sekali tak berniat memandang wajah kuyu bundanya. Erdya akan merasa sakit dan bersalah jika menatap wajah yang terlihat lelah itu. Ia merasa berdosa karena telah menentang bundanya.
Tapi hati kecilnya berontak, hatinya srakan mengatakan ia harus tegas pada hidupnya sendiri. Kalau ia Ersya hanya diam, pasrah dengan keputusan itu, maka ia jyga akan terua pada porosnya. Tak akan berpindah barang sejengkal pun.
Jiwa Ersya bebas, maka meski raganya tertahan, jiwanya oasti akan berontak. Sama seperti keadaanya yang sekarang, raganya memang terdiam di atas ranjang, tapi pikirannya berkelanaencari celah berbagai rencana dan resiko.
Ersya tidak mau homeschooling, sama sekali tidak pernah terpikir olehnya. Kedua sahabatnya, bahkan menjadi samsak keluarganya, menjauhkan dari dirinya,kembali seperti masa kecilnya yang tidak memiliki seorang teman pun.
"Ersya, kamu nggak kasihan lihat bunda? Kamu tega lihat bunda yang seperti ini, hmm?" Feris mendekat ke ranjang yang ditempati Ersya, setelah sebelumnya tadi ia mengintip di balik pintu kamar.
Ersya hanya melirik mamanya sekilas, Ersya sudah menguatkan niat di hatinya agar tidak goyah dengan alasan apapun.
"Ersya?"
Ersya memejamkan kedua matanya, menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang.
"Ersya?"
Dihelanya napas, Ersya membuka matanya tapi enggan menatap bundanya. Ia lebih memilih menatap selimut yang membungkus setengah dari tubuhnya.
"Cukup! Mama nggak habis pikir sama kamu, Sya. Dengan kamu yang seperti ini, sangat membuat mama semakin yakin kalau dua teman kamu itu yang mempengaruhi kamu!"
"Jangan bawa mereka!" Akhirnya Ersya memilih mengangkat pandanganya, tidak untuk menatap bundanya, ia menatap mamanya.
"Oh, mulai berani ya kamu! Mama bisa saja bersikap kasar sama kamu sekarang juga! Kalau mama tidak ingat sama kondisi bunda kamu," ucap Feris yang tak main-main.
"Kamu jangan egois, Sya! Bunda kamu sakit gara-gara kamu!"
"Sya nggak egois, Sya cuma mau kayak remaja lainnya, Ma. Kenapa rasanya sulit untuk Sya? Kenapa, Ma? Dan sekarang mama malah suruh Sya buat homeschooling? Sekolah umum aja gerak Sya terbatas, apalagi homeschooling? Mama mau Sya hidup nggak bernyawa?!"
PLAK
Wajah Ersya tertoreh ke samping setelah tamparan keras dari mamanya mendarat. Ersya merasa panas dengan pipi kirinya, juga sudut bibirnya yang sedikit sobek menambah rasa nyeri di wajahnya.
TAK
Sendok yang sedari tadi di pegang Gladis terjatuh di mangkuk bubur. Pandangnya menajam, menatap intens pada Ersya yang masih pada posisi wajah menyamping.
"Seharusnya kamu berterima kasih pada bundamu, kalau bukan karena dia yang--"
"Feris!"
Ucapan Feris terptong karena sentakan Gladis yang memanggil namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
E R S Y A✅ (SEGERA TERBIT)
Fiksi RemajaBebas. Satu kata yang selalu didambakan Ersya dari dulu. Tinggal satu atap dengan empat perempuan yang ia sayangi tidaklah membuatnya merasakan apa itu kebebasan. Tidak boleh itu, dilarang ini, jangan begitu. Semua sudah ada aturan dan hukumannya, s...