Kicauan burung menyapa rungunya, membuat dua kelopak mata tunggal itu terbuka perlahan. Ringisan secara spontan keluar dari belah bibirnya yang pucat, kedua manik kembar itu bergulir menatap kedua tangannya yang masih terikat di sisi ranjang.
Helaan napas lelah pun mengisi atmosfer di ruangan yang minim cahaya itu. Hanya ada dirinya, tidak ada siapapun termasuk bundanya.
Semalam bundanya kembali lagi berubh menjadi seorang yang seperti tidak dikenal olehnya. Kasar, egois, dan penuh amarah. Ersya benci dan takut dengan bundanya yang seperti itu.
Tiba-tiba suara berisik dari luar mengalihkan fokusnya. Suara barang-barang pecah saling beradu, seperti vas bunga yang pecah di atas lantai. Juga suara teriakan kemarahan, saling mencaci, dan umpatan kasar terdengar olehnya.
Satu tanyanya adalah, ada apa? Dan kenapa? Jelas sangat familiar baginya suara-suara yang tadi. Itu suara bundanya, mamanya, dan kedua kakaknya.
Memang suaranya terdengar samar dan tidak terlalu jelas apa kalimat yang banyak keluar. Tapi Ersya hafal betul setiap nada suara dari anggota keluarganya.
Terakhir yang didengarnya adalah suara tangis dari bundanya. Dahi Ersya semakin penuh oleh kerutan, pertanda jika ia tengah bingung dan penasaran.
BRAK
Ersya mengerjapkan matanya saat Feris masuk ke dalam dengan langkah tergesa. Ersya pun semakin dibuat bingung saat bundanya juga ikut masuk dengan aura yang dikelilingi amarah.
"Mama?"
Feris tak mengindahkan Ersya ia memilih untuk melepaskan simpul tali mati di pergelangan tangan Ersya.
"APA YANG KAMU LAKUKAN! NANTI SYA PERGI!" Teriak Gladis yang menggema dalam kamar.
"Jangan gila Feris! Nanti Sya pergi," ucap Gladis parau sembari berusaha menghentikan kegiatan Feris.
"Kamu yang gila! Kamu yang nggak waras, Gladis!" sentak Feris marah.
"Kamu tahu? Rasa sayang kamu ke Sya itu terlalu obsesi, kamu mau Sya terus di sisi kamu, sementara kamu tahu ada keluarganya di luar sana! Kamu mau Sya terus di sisi kamu, tapi kamu menyiksanya, Gladis! Aku bener-bener nyesel ngikutin kemauan kamu, aku kira kamu beneran udah sembuh, tapi kamu malah makin parah!" jelas Feris menahan tangisnya. Ia benar-benar hancur menyaksikan bagaimana Gladis yang jelas lebih parah kondisinya dibanding bertahun-tahun yang lalu.
"Ta-tapi...hiks..Sya anakku.."
"Kamu masih bisa menganggap Sya anakmu, tapi tolong biarkan dia yang memilih. Kamu menyiksanya Gladis, kamu merebut dunianya!"
Ersya diam, bibirnya terkantup. Beberapa kalimat yang tadi hendak ia tanyakan tertahan di tenggorokan. Pertama adalah ia senang, akhirnya ada yang mau menghentikam bundanya di dalam rumah ini. Kedua adalah ia benci saat menyaksikan kondisi bundanya yang seperti ini. Entah kenapa hatinya sakit seperti tertusuk ribuan jarum pentul tumpul, sangat menyiksa menatap wajah seorang yang telah merawatnya itu begitu kacau.
"Biarkan aku menyiksanya, asal itu bisa membuat Ersya tetap denganku!" kilat amarah semakin membara dari kedua mata Gladis. Alam sadarnya seakan telah terenggut dikuasai amarah.
"Kamu nggak waras, Gla!"
"Aku? Kamu tahu sejak suami dan anakku meninggal, aku memang udah nggak waras. Kalian aja yang percaya kalau aku udah sembuh karena ada Sya," ucap Gladis yang berhasil membuat Ersya terkejut.
"Aku percaya, Feris. Ersya itu anakku, anakku yang udah meninggal dan terlahir kembali lewat perempuan yang berbeda, dia anakku!"
Feris berdecih, merasa sangat tidak percaya dengan omong kosong Gladis. Apa tadi? Terlahir kembali? Apa yang dimaksud Ersya adalah sebuah renkarnasi?
KAMU SEDANG MEMBACA
E R S Y A✅ (SEGERA TERBIT)
Fiksi RemajaBebas. Satu kata yang selalu didambakan Ersya dari dulu. Tinggal satu atap dengan empat perempuan yang ia sayangi tidaklah membuatnya merasakan apa itu kebebasan. Tidak boleh itu, dilarang ini, jangan begitu. Semua sudah ada aturan dan hukumannya, s...