Matahari mulai redup, senja memamerkan pesonanya pada bumi. sedangkan Caca masih berdiam diri ditepi danau meski hari semakin petang. Gadis itu berjalan pelan mendekat pada air danau. Dia menatap kosong sang jingga."Apa tidak ada tempat lain?" seru seorang pria mengarah pada Caca. Gadis itu menoleh kebelakang. Disana sudah ada seorang pria muda menatapnya sebal.
"Aku tidak tertarik untuk terlibat masalah menjadi saksi bunuh diri!"
Caca tersenyum, kini dia mengerti apa maksud pria itu.
"Tolong cari tempat lain, tempat dimana tidak ada orang yang akan melihat" lanjut si pria lalu duduk di tanah berumputan tempat dia berpijak.
Caca tidak menjawab, Dia berbalik mendekati pria itu, lalu duduk disamping si pria.
"Tidak jadi?" tanya si pria menatap Caca bingung.
"....."
"Jangan mengira aku berniat menyelamatkanmu."
Caca tertawa.
"Aku tidak akan melarang" sambung pria itu menoleh kearah lain.
Caca menghela nafas. "Jangan salah paham, Aku tidak tertarik bunuh diri!"
Si pria muda itu kembali menatap Caca. "Lantas?"
"Hanya iseng menemani matahari redup saja!"
Kini si pria yang tertawa.
"Kamu sedang apa disini?" tanya Caca heran.
"Aku? Ah... aku juga sedang iseng ingin mengusir senja sore ini."
Mereka berdua tersenyum.
"Siapa namamu?" pemuda itu penasaran.
"Caca"
"Imut"
"Hmm?"
"Namamu imut!"
"Haha."
"Wiliam, Panggil saja will!"
"Siapa? Kamu?" Caca memastikan.
"Ya, itu namaku."
"Wiliam? Nama yang bagus" Caca mengangguk, Dia mulai sedikit paham mengapa wajah pria itu terkesan seperti bule.
Mengerti maksud anggukan Caca, Tanpa diminta Wiliam langsung menjelaskan tentang dia yang keturunan campuran Belanda dan Indonesia. Pantas saja bola matanya sedikit biru, Hidung mancung dan kulit putih, tentunya dia tampan.
Kini mereka berdua saling diam. Caca dan wiliam tampak serius memandangi sang langit. Dua insan itu nyaman duduk bersampingan meski belum saling mengenal. Tanpa bertanya pun sepertinya mereka sudah saling paham mengapa sore ini mereka berahir disini, tentunya karna dua manusia itu sedang mengalami hari yang buruk.
"Aku tau kamu masih SMA!" tanya Wiliam memecahkan keheningan.
Caca terkejut, "Tau dari mana?"
"Haha, tentu saja karna kamu memakai seragam SMA."
Caca melihat pakaian yang dia kenakan. Sial, mengapa dia bisa lupa saat ini sedang mengenakan seragam sekolah.
"Konyol, sepertinya hari ini hari terakhirku mengenakannya" ucap Caca pelan.
"Why?"
"Mulai besok aku memutuskan untuk malas sekolah."
"Oh yeah, Andai Aku bisa mengatakan hal seperti itu dengan mudah" Wiliam tersenyum pahit.
"Dikeluarkan secara tidak adil dari sekolah!" Caca getir "aku muak mengingatnya."
"Apa rencanamu?" Tanya Wiliam tertarik.
"Umm.. Menghabiskan lebih banyak waktu bersama ibu dan adikku."
"Wow rencana yang mulia" Wiliam tertawa kecil.
"Kamu sendiri?" tanya Caca balik.
"Meski dikampus banyak masalah tapi aku berencana untuk melewatinya saja. Jujur Aku tidak suka kesana tapi karna aku suka belajar maka aku memutuskan untuk bertahan."
Caca muram, andai dia juga bisa bertahan, mungkin ia juga akan memilih untuk tetap belajar disekolah itu, meski harus dihujat banyak orang. Sayangnya dia dibuang membuat rencana bertahan tidak disediakan untuknya.
"Aku pikir kita seumuran, ternyata abang sudah kuliah" kata Caca tertawa kecil. "Sudah umur berapa?" Sambungnya.
Wiliam berpikir sejenak. "Haha.. aku memang terlihat muda meski umur terbilang tua. tapi maaf, Aku lebih suka jika kamu tau namaku saja, Soal umur tidak penting. Jadi jangan panggil dengan sebutan abang, panggil saja Will!"
"Kenapa?"
"Hanya ingin saja!"
"Ok wil" Caca tersenyum ramah.
Wiliam membalasnya dengan kedipan mata.
"Dan sepertinya aku sudah harus pulang" Seru Caca berdiri dari duduknya, dia menepuk-nepuk pelan Rok yang ia kenakan untuk menghilangkan sisa tanah atau rumput yang menempel.
"Aku berubah pikiran, menemani matahari redup bukan-lah gayaku" sambung Caca menatap langit sekilas.
Wiliam juga ikut berdiri "Mengusir senja juga bukan ahliku, lagian tanpa diusir pun senja akan tetap pergi!"
Mereka saling tatap, lalu tertawa geli.
"Jika jodoh, kita akan bertemu lagi" Kata wiliam senang.
"Lantas, apa saat ini kamu berniat menculikku?"
Wiliam mencerna kata-kata Caca, lalu tertawa keras.
Caca terseyum lebar, "Jika iya, Aku janji akan diam saja saat diculik olehmu"
Wiliam makin tertawa. Caca juga.
"Bukan sekarang, tapi kelak aku memang akan menculikmu" Wiliam mengusap kepala Caca yang ditutupi jilbab putih.
"Padahal aku maunya sekarang"
"Sabar dong, Setelah masalahku selesai aku akan mencarimu."
Setelah mengucapkan hal itu, mereka berpisah, pergi meningalkan tempat itu melalui arah yang berbeda.
Dua manusia yang saat itu sedang rapuh, mampu mengisi kembali semangat hidup hanya dengan obrolan ringan dengan orang asing yang bernasib hampir sama.
Dan sore itu, mereka berharap semoga dipertemukan lagi.
Bersambung.
Assalamualaikum sahabat. Maaf yah part ini isinya dikit, soalnya Bunda ratu yang tlah melahirkan manusia manis ini (menunjuk diri sendiri) sedang hobi marah-marah kalo lihat anak gadisnya rebahan terus. Demi terhindar dari omelan dan agar tak dibanding-bandingkan dengan anak tetangga, wkwk. maka aku putuskan untuk menulis sedikit saja. Hal seperti ini gak penting buat di umumin sih, cuman diri ini lagi mau ngungkapin perasaan Dan disini adalah sarana empuk untuk sebuah pengungkapan. Haha Makasih buat yang udah baca sampai akhir, Btw aku sayang kalian.
Jangan nakal yah disana, wkwk.
Dan jangan lupa vote loh 😅
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKAH SANA! (TAMAT)
RomanceCaca : Dasar pria gila! Sam : Pria gila ini suami mu! Caca : Brengsek! Sam : Si brengsek ini mencintaimu.