16.Jangan Pergi

4.3K 444 1
                                    


"Dengan mudahnya lelucon itu di sihir menjadi cinta dan dengan mudahnya pula cinta itu dikutuk dengan selipan kebencian."

_______________

"Monster, kau benar-benar monster"

Deg.

"Apa maksudmu?" Sam melepaskan genggaman tangannya pada tangan Caca.

"Mengapa kau membunuhnya? Kenapa harus dia yang kau bunuh?" mata Caca makin memerah, dia sudah tidak sanggup lagi menahan air mata. Dan Sam tampak terkejut, apa maksud dari perkataan Caca? dia benar-benar tidak mengerti.

"Aku akan menerimanya jika kamu bukan pembunuhnya, tapi kamu jelas membunuhnya!"

"Saat ini, melihatmu saja sudah sangat membuatku muak!"

"Kau sangat memuakan!" sambung Caca dengan airmata yang mengalir tanpa henti.

Sam menghembuskan nafas kasar, dia mengacak-ngacak rambutnya asal, "Aku pembunuh? aku tidak pernah membunuh siapapun" tegas Sam lantang.

Caca mengeleng "Bohong! Aku menyesal karna sudah berusaha memahamimu."

Sam mundur tiga langkah, dia tampak terkejut menerima perkataan istrinya tersebut, mengapa Caca seperti ini? Bukankah tadi pagi mereka baik-baik saja, bahkan malam ini harusnya mereka berkencan bukan malah bertengkar.

"Apa aku melakukan kesalahan?" tanya Sam ragu-ragu.

"....."

"Jika iya tolong maafkan aku!"

"Ini bukan kesalahan yang mudah dimaafkan" jawab Caca menatap tajam.

"Apa salahku?"

"Kamu bahkan tidak tau salahnya dimana, lantas mengapa minta maaf?"

"Cah, ada apa denganmu? Apa terjadi sesuatu tanpa sepengetahuanku?"

"....."

"Sepertinya kamu sedang sakit. masuklah, kita bahas hal ini dirumah, aku akan menunggumu di dalam. tolong jangan pergi dulu!"

"Tolong jangan pergi, tolong!"

Nafas Caca sesak, dia tidak percaya Sam akan berkata seperti itu, sejak tadi dia sudah mempersiapkan diri untuk menerima amukan dari Sam. Nyatanya Sam tidak marah, malah membujuk Caca lembut. Harusnya Caca luluh, sangat jarang Sam mau mengalah tapi mengapa dia malah makin muak melihat pria itu? mengapa kematian seseorang dari lima tahun lalu memdadak membuat amarah Caca meledak? Apakah karna pria yang tewas tersebutt adalah cinta masa lalunya? wajarkah jika Caca marah dan muak saat mengetahui bahwa sebenarnya suaminya adalah seorang yang telah membunuh pria yang dulu ia sayangi? membunuh pria yang saat itu tempatnya menggantung banyak harapan.

Gadis itu tidak mampu menerima kenyatan pahit seperti ini. Dia ingin cepat-cepat pergi menjauh dari Sam, namun disisi lain Sam adalah suaminya, tidak sepantasnya dia meninggalkan Sam tanpa penjelasan, akan sangat tidak adil bagi Sam

"Aku akan menyusul!" ujar Caca menunduk lesu.

Sam tersenyum lega, "Monster ini akan menjelaskan semua yang ingin kamu tanyakan, dengan syarat kamu jangan pergi!"

"...."

"Baiklah, Aku masuk lebih dulu" Sam berjalan kearah rumah. Sedangkan Caca masih mematung dengan mata yang menatap Sam dengan perasaan yang berantakan. Bohong jika dia mengatakan dia tidak mencintai pria itu, Caca selalu mencoba memaklumi segala kelakuan Sam yang diluar batas, dia mengangap Sam sebagai manusia biasa yang punya hak untuk salah. tidak disangka kali ini Caca enggan memaklumi.

Sungguh ironis tali takdir yang mengikat mereka berdua, dengan mudahnya lelucon antara mereka di sihir menjadi cinta dan dengan mudahnya juga cinta itu dikutuk dengan menyelipkan kebencian. Dan juga mengapa semuanya harus datang mendadak? tanpa persiapan apapun membuat hubungan mereka semakin rumit.

******

"Kak Caca tidak ada dimana pun, Sepertinya dia benar-benar pergi" ujar Doni menunduk.

Sam meraih vas bunga kecil yang ada dimeja, dengan cepat dia melemparkan benda itu ke arah Doni. Alhasil tindakan Sam tersebut membuat kepala Doni mengeluarkan darah, tetapi Doni hanya menunduk pasrah, tidak berani menatap Sam yang sedang mengamuk.

Kali ini Sam mendorong lemari kaca yang tidak jauh dari dirinya. Lemari itu jatuh, kepingan kaca berserakan.

"AKU SUDAH BILANG JANGAN PERGI TAPI MENGAPA DIA TETAP PERGI?"

"KALIAN TIDAK BERGUNA, MENAHAN SEORANG WANITA SAJA TIDAK BECUS, HARUSNYA KU BUNUH KALIAN DARI DULU'

"SIALAN!"

"SIALAN!"

Murka

Wajah Sam benar-benar menakutkan, Aura membunuhnya terlihat jelas, dia tidak berhenti menghancurkan setiap benda yang ada disekitarnya.

Kakek Jack mendesah berat, dia hanya bisa menonton kemarahan Sam, jika pun dia berusaha menenangkan sudah pasti tidak akan berhasil. Fifian dan Ray berada di hadapan kakek Jack, mereka tampak sedang menjaga pria tua itu jika suatu waktu ada benda yang terlempar kearah tuannya. Kakek Jack begitu nekad berada disekitar Sam, harusnya dia berada dikamar saja bukan malah membahayakan diri sendiri dengan berada di kandang singa yang sedang mengamuk.

Sam menjatuhkan tubuhnya ke sofa, dia memijat pelan keningnya dan beberapa menit kemudian pria itu mengacak-acak rambutnya.

Frustasi, Sam benar-benar frustasi.

"Caca sudah pasti pergi kerumah orang tuanya, malam ini aku akan kesana!"

"Katakan pendapatmu tentang hal ini, jika pendapatmu bagus maka kau kumaafkan" tegas Sam pada Doni yang hanya berdiri diam mematung dengan darah yang bercucuran dikepala.

Doni sedikit gemetar, bagaimana jika dia salah berpendapat, apakah Sam akan membunuhnya? Mudah saja bagi Sam membunuh dirinya, tidak akan ada yang mampu menolongnya.

"Katakan, apa pendapatmu?" tanya Sam dingin.

Doni memberanikan diri membuka suara, meski kepergian Caca bukan karna kesalahannya tetap saja Sam akan melampiaskan amarah pada dirinya.

"Menurut Saya lebih baik tuan jangan menemui kak Caca dulu, sebab pikiran kak Caca masih kacau, biarkan dia menenangkan diri. jika sudah tenang baru tuan menemuinya dan menjelaskan segalanya. Karna wanita yang sedang marah tidak akan mau mengerti meski dijelaskan dengan baik!" jelas Doni ragu-ragu.

Sam menatapnya makin tajam dan dingin. Doni menahan nafas ketakutan.

"Kak Caca? Kau bahkan berani menyebutnya dengan panggilan kakak?"

"....."

"Pikirmu pantas?" sorot mata Sam menusuk.

"Maafkan saya."

Sam berdiri mendekati Doni, dia berjalan mengelilingi pria itu dengan tatapan membunuh. Setelah lima menit berlalu Sam pergi meninggalkan ruangan tersebut dengan ucapan, "Pendapatmu masuk akal."

Doni menghembuskan nafas lega, dia menenangkan detak jantungnya yang hampir meledak.

"Obati luka dikepalanya" titah Kakek Jack pada Fifian. Fifian mengangguk lalu kakek Jack segera meninggalkan tempat itu bersama Ray.



Bersambung.

Author : Assalamualaikum teman-teman. Aku cuman mau bilang tolong jangan pelit kasih vote, karna satu vote dari kalian sangat berarti bagi penulis. Semakin banyak yang vote maka semakin author semangat untuk nulis. Udah sih itu doang :v hehe Makasih udah setia membaca karya ini. Salam Uwu dari Author tukang ngantuk.

NIKAH SANA!  (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang