[44] Tak harus diingat

117 8 0
                                    

Tak harus kau ingat, jika hatimu tak kuat melihat kenyataannya. Tak harus kau ingat, jika kamu tak berniat membuat hatimu terluka, lagi.
-mdd-

Syaqila pov.

Kami sampai dipemuka taman. Banyak orang-orang yang berkunjung. Ada yang membawa segenap keluarganya, ada beberapa yang membawa bekal, sepertinya piknik menjadi pilihan mereka. Ada juga yang hanya bersua foto.

"Selamat pagi! Selamat datang di Taman Roseflowers. Semoga anda menikmati pemandangan indahnya, silahkan mengambil ticketnya kak" Ucap seorang pemandu taman sembari memberiku selembar kertas berisi rute denah tempat-tempat favorit pengunjung yang ada di taman ini dan empat lembar ticket masuk.

Aku membagi ticket itu kepada Dahlia, Amira, dan Verel. Aku tak menyalahkannya karena dia kembali pada Amira -mantan- nya itu. Tapi aku hanya kesal pada sikapnya dia. Yang mana dia sendiri senang memberi harapan tanpa kepastian.

Sudahlah, dari awal salahku sendiri terlalu menganggap bercandanya sebagai hal spesial dalam hidupku. Ternyata, hanya segelintir angin yang sebatas menyapa. Setelahnya angin itu berlalu untuk pergi dan menghilang.

Aku masih menatap mereka berdua, mereka sangat akrab. Aku akui saja, mereka memang lebih jauh saling mengenal sebelum aku mengenal Verel.

Namun, mengapa tidak sedari dulu Aku dan Verel saling mengenal. Ah, bagaimana bisa kejadian yang dulu bisa mendekatkanku dengannya lagi? Tidak. Semua yang telah lampau telah berlalu.

Kami berjalan menelusuri lorong taman. Dingin. Karena gemercik air terjun buatan didalam lorong terdengar sangan menggema, kami tidak sabar untuk sampai diujung lorong.

Kami masuk dengan seorang pemandu, ditambah dengan beberapa pengunjung lain. Ah tidak, karena permukaan tanah yang licin didalam lorong, aku hampir saja terjatuh.

Tapi dengan sigap, seseorang menopangku dari samping. Dan, tidak orang itu Verel. Lelaki yang telah memiliki isteri bernama Amira, Amira Annisa. Syaqila, sadarlah.

Pandangan kami saling bertemu. Aku yang setengah kaget, dengan dia yang juga merasakan hal yang sama. Seketika itu, suara seorang pengunjung berhasil menghentikan adegan tadi.

"Tanahnya licin mbak. Untung ada mas nya yang sigap bener. Langsung gercep nolong" ucap seorang pengunjung itu.

Kami berdua sontak secepatnya menghentikan adegan tadi. Amira pun, melotot kearah Verel. Bagaimana tidak, Verel itu suaminya. Aku sungguh merasa tidak enak hati pada Amira akan kejadian tadi.

Kulihat Verel membujuk Amira yang terlihat masih sangat kesal. Kemudian mereka beranjak, menuju destinasi yang lain. Sedangkan aku, aku masih berada dibangku taman, persis dibalik air terjun buatan ini.

Tiba-tiba aku teringat kejadian saat dulu disekolah. Dimana, kami berdua dituduh tengah asyik pacaran. Padahal kami berdua sedang mengerjakan perintah dari bapak dan ibu guru.

Dan Pak Binar(cleaning servis perpus) pun dibikin iri melihat tingkah keduanya.

"Nduk nduk, kalian berdua belajar malah pacaran. Ckckck hahaa, bapak laporin nih ke pak Danar. Hahaa"

"Ampun atuh pak Binar. Kami kaga pacaran atuh. Males banget pacaran sama otak yang isinya undang-undang semua. Ntar giliran salah dikit malah digugat berdasarkan undang-undang. Nyerah atuh bapake, " ledek Syaqila merasa menang start satu kosong dari verel.

"Dih, kali saya pacaran sama dia pak. Kata-katanya ntar yang dipakai majas-majas. Pusing atuh kepala verel pak kalau setiap kali mau bicara harus nyari arti sama maknanya dulu. Ya kaga maukan pak. Emang bapak mau pak?"

"Hehee, ya kaga atuh. Kan jadi kalian saling melengkapi gitu. Bapak jadi baper atuh liatnya. "

"Apaan sih pak." ucap kami hampir bersamaan.

"Cocok atuh" ucap Pak Binar seraya mengacungkan jempolnya.

Lamunanku terhenti, ketika Dahlia mengelus pundakku lirih. Sembari dia mengatakan hal yang membuatku kembali ingin meneteskan air mata.

"Kamu boleh menangis, kamu boleh mengingatnya. Tapi, dia sekarang sudah memiliki kehidupan barunya. Dan bukan denganmu. Mungkin suatu saat kamu akan bertemu dengan orang yang tepat. Meskipun kau pernah berharap padanya" Ucap Dahlia yang lalu dia beranjak mendekati penjual air mineral.

Aku menutup mataku kemudian aku turut beranjak dan membeli air mineral. Kami bertemu kemnali dengan Amira-Verel. Kemudian memutuskan untuk pulang kerumah masing-masing.

Aku sempat meminta maaf pada Amira saat Verel ke toilet dan Dahlia masih mengantri makanan.

"Ra, kejadian tadi aku minta maaf. Aku ngga tau kalau suami kamu--" belum rampung aku berkata, Amira sudah terlebih dahulu memotong.

"Ga papa. Mas Verel memang lelaki yang baik. Jujur, aku penasaran." Ucap Amira menggantung yang kemudian diimbuhi tatapan tajam kearahku.

"Penasaran apa Ra maksud kamu?" Aku pura-pura seperti orang polos.

"Aku pemasaran, sebenarnya.seberapa deket kamu dan Verel dulu?" Amira masih menatapku, kemudian pandanganku teralih pada sebotol air mineral ditanganku.

"Kami hanya teman" jawabku singkat, kedatangan Dahlia yang diikuti Verel kemudian. Menutup pembicaraan antara kami.

Kami semua memilih keluar dari taman ini, karena waktu yang menunjukkan sudah saatnya pulang. Mengingat, akupun belum bertemu orang tuaku semenjak kejadian semalam.

***

Kisah lama hanya kisah lama. Jangan mengharap dia yang telah bersama orang lain.

Banyumas, 10 Juni 2020

Menjaga dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang