[36] Dia, Kamu dan Rasaku

150 16 4
                                    

Boleh berkata bohong? Aku ingin kamu bahagia Walaupun itu bersamanya. Aku ingin kamu tersenyum karena dia.
-asa-

Syaqila masih sibuk memainkan ponselnya. Hingga ia terlupa sama sekali belum memesan apapun. Dan Elsa juga, ia tengah asyik membuka tutup menu makanan yang ada di depannya.

"Qila. Mau pesen apa? Aku bingung." keluhnya.

"Mmm, lemon tea aja Sa" Qila hanya melirik buku menu tadi enggan untuk membacanya.

"Oke. Mas sama mbak nya mana si" keluh Elsa.

"Sabar Sa" ucapku.

"Misi mbak, ada yang bisa saya bantu?" ucap laki-laki itu.

Tunggu.

Laki-laki itu, suaranya, tingginya, dan kurasa aku mengenalinya.

Tunggu.

Bukan. Tapi ini bukan dia kan? Dia yang telah lama menghilang. Tuhan, tolong ini bukan dia kan?

Syaqila menaikan satu alisnya, masih dengan wajah heran. Manusia yang berada dihadapannya itu mengenakan topi dan tentu seragam cafe itu. Wajahnya belum terlihat jelas. Masih bayang-bayang bagi Syaqila. Namun detik berikutnya, dia mendongakkan kepala. Persis didepan Syaqila.

"Mbak!!" ucapnya lebih tinggi satu oktaf.

"Eh... Ver-" ucap Syaqila terpotong.

"Verel Putra" senyumnya memperkenalkan diri. Tunggu, sejak kapan? Selama ini dia sudah melupakanku? Secepat itu?

"...." Syaqila dan Elsa hanya diam.

"Aish-" belum selesai, dan akhirnya dia melanjutkan apa yang akan Syaqila ucapkan.

"Aisyah Syaqila Anandita" lengkap. Dia mengucapkan secara lengkap. Dia masih ingat.

"Kok kamu, disini?" tanya Syaqila heran

"Qil. Kayaknya, aku ke toilet duluan ya" pamit Elsa yang pergi tanpa permisi.

"Elsa, El, tunggu, main kabur aja" Syaqila berkeluh.

Hening.

Suasananya seperti kuburan.

Menegangkan.

Dia kini duduk dibangku kosong, yang tadi ditinggalkan Elsa. Posisi yang kurang mengenakkan bagi Syaqila.

"Eh", "Em", ucap mereka hampir bersamaan.

"Kamu duluan aja" tawar laki-laki itu.

"Kamu saja. Hehee" ucap Syaqila, enggan berkata duluan.

"Baiklah kalau gitu. Hehee... Kamu apa kabar Qila?" tanya laki-laki yang kita ketahui namanya, Verel.

"Bba-ikk, kamu sendiri?" tanyaku masih terbata.

"Ngomong-ngomong, kamu iseng keseni?"

"Mmm, awalnya sih enggak. Cuma, karena bingung mau kemana lihat tempat ini jadinya aku sama temen aku kesini." jawabku.

"Gitu toh. Emang ada acara apa sekolahmu? Ramai banget kelihatannya tadi aku nggak sengaja lewat." tanyanya seakan terlihat penasaran

"Ooh, acara ultah sekolah ver. acaranya sih, sampe nanti malem "

"Terus, kenapa ditinggalin gitu aja?" tanyanya menaikan satu alis tebalnya itu. Sungguh, ciri khasnya dia sedari dulu tidak pernah ia lupakan.

"Hahaaa" aku tertawa. Bagiku, itu lucu. Serasa mengingat kejadian dulu saat dia mengerjaiku. Alisnya naik satu karena melihatku yang terheran dengan tumbuhan yang mirip dengan puteri malu.
Dulu pelajaran Ipa Biologi. Kami satu kelompok, dan kelompok kami kebagian mengamati tumbuhan puteri malu. Sungguh hal yang menyebalkan ketika dia mengerjaiku. Aku teringat saat dia mengangkat alis sambil mengatakan "yang ngamati pertama Qila. Dan coba tuh sentuh, mengantup nggak daunnya? Hm?"

Menjaga dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang