[38] Kabar tentang dia yang dulu

140 16 0
                                    

Kabar burung, mengusik pendengaranku. Kali ini seseorang yang berbeda. Kembali dikabarkan mengirimkanmu perasaan.


"...."

"Iya. Wa'alaikumussalaam warahmatullahi wabarakatuh"

"...."

"Iya, nanti siang paling, jam 2."

"...."

"Mmm, dimana?"

"...."

"Iya. Aku juga mau cerita sesuatu"

"...."

"Iya"

Pagi ini seseorang menelfonku. Ada hal penting yang ingin dia sampaikan. Aku penasaran, namun aku harus menunggu hingga jam dua nanti.

Verel. Dia menelfonku, ada kabar apa yang ingin dia sampaikan. Bisakah aku mendengar kabar baik, atau malah kabar buruk?

Cafe Greengarden

Cafe ini tempatnya bekerja. Yaa, deket sih dari sekolahku yang dulu. Awal dimana aku bertemu dengannya kembali. Tidak akan mustahil, karena Allah memiliki jalan takdirnya sendiri.

Aku berjalan memasuki cafe. Mmm, lumayan ramai. Namun seperti biasa, aku memilih pojok cafe untuk menjadi tempat senderan ternyaman.

Aku clingak clinguk, nihil. Tidak ada dia. Dia, dimana? Masa iya dia telat gini. Hufft.

"Mmm mmm mmm mmm" aku menyibukkan diri berdehem menirukan sebuah lagu. Karena enggak hafal lirik, aku terhenti.

"Satu coffee chocolate untuk seseorang yang manis semanis hari ini" suara itu. Dia Verel.

"Heeei.. aku kaget tau."

"Jangan marah-marah, nanti manisnya ilang loh" ucapnya. Kata-kata itu seperti tak asing. Seperti pernah mendengar dari seseorang. Aah, lupakan.

"Terlalu mainstream." ucapku

Dia hanya terkekeh. Dan dia tiba-tiba menatapku. Apakah ada yang salah dnegan penampilanku. Aah, aku langsung spontan memperbaiki kerudung dan niqab yang kupakai.

"Kenapa si?" tanyaku.

"Heran. Dulu kamu kenapa mutusin buat lost conntact sama saya?"

"Loh kok malah bahas itu lagi sih?" aku heran

"Iya. Karena, kita perlu bicara sejak kejadian itu. Biar saya enak ceritanya" jelasnya sembari benar-benar dengan wajah penasaran.

"Mmm, dulu tuh kamu sibuk banget. Jarang chat kan. Dan saat-saat itu, aku butuh banget kamu ver. Tapi, kamunya malah tiba-tiba bilang mundur. Aku sama sekali ndak paham loh Ver." ucapku sembari menatap secangkir kopi tadi.

"Hmmm, maaf ya. Saya—" belum selesai Verel mengungkapkan unek-uneknya. Seseorang datang. Mereka tidak berdua, sadar saja bukan mukhrim.

"Assalaamu'alaikum" salamnya. Dia Elsa.

"Wa'alaikumussalaam Sa" jawabku. Dan Verel hanya menjawab salam.

Menjaga dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang