[47] Jodoh dicari atau ditunggu?

126 8 0
                                    

Ketika jodoh itu seharusnya dicari, lalu permasalahan dari menunggu itu apa?
-mdd-

Syaqila pov

Sudah satu minggu, itu berarti acara lamaran dari -seseorang- yang akan mengajak tunangan Elsa akan berlangsung. Aku mengecek jadwalku, ternyata tidak ada tugas yang terlalu penting. Dan bisa ku kerjakan nanti malam dirumah.

Pagi ini, aku bergegas bangun pagi-pagi sekali untuk membungkus sebuah kado dan parsel yang kemarin kubeli disebuah pusat perbelanjaan. Ah, kegiatanku tadi berhenti ketika kembali kuingat kejadian kemarin dipusat perbelanjaan itu.

Tanganku yang tengah memegang bungkus kertas kado, kembali terdiam. Kualihkan melihat ponselku, tapi nihil. Kenapa aku teringat kejadian itu terus menerus?

Tapi, kenapa? Tidak ada hal aneh sebenarnya dari kejadian semalam, dimana semua itu kecelakaan bukan. Tapi, karna kejadian itu terjadi dalam satu waktu yang sama dan lebih dari satu kali, membuatku berkali-kali menggelengkan kepalaku. Jika kemarin tidak ada dia, lalu apa jadinya denganku.

Flashback >>>

Aku menelusuri pojok demi pojok toko didalam pusat perbelanjaan. Minggu besok acara tunangan Elsa dan calon. Tak mungkin aku hanya hadir tanpa membawa buah tangan. Lagian pula, Elsa.sahabatku sedari aku sekolah, mana mungkin aku membiarkannya tunangan tanpa memberi sesuatu yang berkesan dihari bahagianya itu.

Ah, kalau disuruh memilih sesuatu, itu adalah pekerjaan yang sangat menguras tenanga, pikiran dan otak. Aku memilih duduk diantara bangku yang ada disederet tempat terletak didekat eskalator. Aku menunduk menatap sepatuku yang ternyata talinya terlepas satu. Lalu aku menunduk, kemudian memberbaikinya.

Setelah itu, aku malah terkejutkan oleh sosok lelaki yang duduk tidak jauh dari sebelahku. Kemudian menyodorkanku sebuah ice cream rasa greentea -kesukaanku-, tapi darimana dia tau?

Aku menatap lekat ice cream itu. Hendak mengambilnya tapi aku ragu. Hingga suara berat sosok lelaki itu membuatku tak bisa menolak untuk menerima ice cream itu. Disamping, aku suka ice cream greentea itu.

"Udah diambil aja, saya ikhlas kok ngasihnya. Kamu suka ice cream rasa greentea kan? Nggak usah sungkan. Temannya Elsa, temanku juga." Ucapnya kemudian, dia pun memakan ice cream coklat miliknya.

"Terimakasih mas." Aku menerima ice cream itu, lalu memakannya perlahan. Dengan tatapan kosong, menatap kelantai dibawah lantai tempatku memilih toko untuk membeli kado buat Elsa.

Selang beberapa menit, mas Ardi terlihat sudah menghabiskan ice cream miliknya. Berbeda denganku, yang jika memakan apapun itu -pasti lama-. Aku malu, yang mana siapa dia tiba-tiba memberiku ice cream di siang hari ini. Padahal kami baru pertama kali bertemu.

"Sudah santai aja, saya tau kamu kalau makan sesuatu pasti membutuhkan waktu yang lama." Ucap mas Ardi yang kemudian dia bangkit dari tempat duduknya, berpamitan ke toilet. Lalu dibalas anggukan kecil olehku.

Aku heran, mengapa dia tahu tentang aku? Apa aku harus tanya pada Elsa, tapi kalau aku tanya dia, ketahuan dong aku mau beli kado buat dia lalu ketenu mas Ardi. Batinku berbincang sendiri, dan hanya dibalas gelengan kepala olehku.

Ice creamku habis, lalu sosok mas Ardi muncul dari balik toilet. Kemudian, dia duduk disampingku lagi dan aku merasa sangat canggung.

"Kamu, mau beli kado buat Elsa juga?" Tanyanya, kemudian aku hanya mengangguk. Aku tak pernah merasa segerogi ini. Apa karena, mas Ardi yang usianya empat tahun lebih tua dariku, membuatku merasa takut tidak enak padanya?

"Baiklah, yuk bareng aja sama saya" Mas Ardi berdiri, kemudian menatapku yang masih terbelalak dengan tingkah lelaki didepanku ini.

"Jangan merasa canggung dan heran" Ucapnya, sembari diikuti aku yang berjalan diiringannya.

"Eh, nggak kok mas" Ucapku sembari membenarkan kacamata hias yang kupakai siang itu.

"Jangan kaya orang asing ya. Karna, suatu saat orang asing yang baru kamu kenal bisa menjadi seorang yang amat dekat denganmu" Mas Ardi melangkahkan kaki lebih lebar dari langlahnya yang tadi. Lalu, memasuki toko yang sedari tadi kuputari. Tanpa menghiraukanku yang masih tercengang.

Didalam toko itu, sebenarnya aku sudah menunjuk beberapa benda yang unik yang ingin kuberikan pada Elsa dan pasangan, tapi lagi-lagi aku bingung.

Tapi, berbeda dengan mas Ardi yang langsung mengambil dua bungkus parsel buah-buahan dan sebungkus parsel makanan ringan, hingga sebuah bingkai foto cantik yang ia ambil untuk dijadikan kado.

Ah, aku menggaruk kepalaku yang sama sekali tidak gatal. Lalu menatap gelas cantik bergambar dua mempelai cowo dan cewe sedang melakukan prosesi lamaran. Dimana cowo memasangkan cincin pada si cewe. Tetapi, letaknya terlalu tinggi untukku raih. Yang kemudian, aku menjinjitkan kaki. Namun tak seimbang, membuatku tersungkur kebelakang.

Namun, dengan sigap ada tangan yang menopangku, hingga aku tak jadi terbentur dengan lantai toko. Aku menoleh, mataku dan matanya saling bertemu. Terdiam beberapa detik. Hingga, suara lonceng toko berbunyi mengejutkan kami berdua.

"Hati-hati Syah"  Mas Ardi memanggilku -Syah-?

"Maksudku, Aisyah. Nggak papa jika kupanggil Aisyah?" Tanyanya kemudian, mengalihkan kecanggungan kejadian yang barusan terjadi.

***

Apapun yang terjadi kelak, suratan takdir itu sudah ada garisnya sendiri. Tak usah mengharap yang sudah pergi, tapi tak perlu juga mengahalangi yang ingin hadir.

Banyimas, 02 Juli 2020

Menjaga dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang